Hari ini adalah hari ulang tahun ku untuk yang ke-lima. Dan hari ini adalah hari di bebaskan nya diriku dari kurungan. Ini adalah kesempatan baik untuk bisa mengenali setiap tempat dan sudut jalan di Kerajaan Elistris.
Saat ini aku berada di kamarku, melanjutkan lukisan ku yang tak kunjung selesai sambil menunggu kedatangan Anzola yang akan membawaku berkeliling istana dan kota untuk seharian penuh.
Aku menatap lukisan ku, lukisan yang agak sedikit buruk berbeda dari lukisan ku dikehidupan sebelumnya,yang memiliki nilai jual tinggi. Mungkin, karena tanganku masih memerlukan banyak pelatihan dalam melukis. Dua hari lalu, aku meminta banyak sekali bahan-bahan untuk melukis, dan telah mencoba untuk terus berlatih setiap harinya, bahkan kamarku di penuhi banyak lukisan yang agak buruk. Jika dikehidupan sebelumnya aku bisa menjadi seorang pelukis terkenal, maka dikehidupan ini pula aku harus bisa menjadi pelukis terkenal juga.
"Tuan putri, ayo tinggalkan lukisanmu. Aku akan membawamu berkeliling," Suara Anzole menggema di seluruh ruangan kamarku. Kala itu juga aku tersenyum melihat Anzola yang sudah siap untuk menemani ku. Aku berjalan meninggalkan lukisan ku, dan menarik rok pelayanan yang membalut tubuh Anzola, agar dia menggendong ku. Dengan sigap Anzola mengangkat tubuhku dan menggendong ku. Membawaku pergi menuju jalan keluar.
Ku lihat dua penjaga berjaga di depan pintu jeruji keluar tempat kurungan ku. Pintu jeruji? Huh, Apakah ini penjara? Walaupun penjara ini lebih luas dari penjara pada umumnya dan bisa dengan bebas boleh diisi dengan barang apapun yang kumau. Asalkan aku hidup damai didalamnya, karena aku disini hanyalah sebuah wadah pelampiasan, atas dosa ibuku.
Setelah aku keluar dari penjara bawah tanah, aku dapat kembali merasakan udara luar, walaupun hanya setahun dalam sekali ditambah sekarang adalah musim salju. Aku melihat tempat yang begitu indah bagaikan dunia dongeng,. Yaitu, sebuah istana yang begitu besar dengan beberapa pilar yang kokoh dan interior yang dipadukan oleh warna emas dan peach. entah siapa yang tinggal disana. Tapi, detik berikutnya seorang gadis kecil yang lebih tua dua tahun dariku keluar dari bangunan istana megah itu bersama dengan beberapa pelayannya. Di dalam ingatanku tak ada ingatan tentangnya.
Rambut coklat lurus, mata lebar berwarna hijau zambrut, tubuhnya tak terlalu tinggi juga. Jika dewasa dia pasti akan menjadi gadis yang cantik, dengan dibalut gaun dan mantel yang mewah.
"Kakak-kakak, itu siapa?" Tanyaku sambil menuding gadis yang mengenakan gaun mewah itu.
Nampak raut wajah Anzola menjadi takut dan cemas,"itu adalah tuan putri irene. Putri yang baru saja diadopsi oleh yang mulia raja.sejak tadi putri Irene menunggu tuan putri Castylin keluar," Ucapnya dengan nada takut penuh keraguan, takut bila aku akan menjadi sedih setelah mendengarnya.
Apakah itu artinya sang raja akan menjadikan irene sebagai pengganti ku, menggantikan posisi putri kerajaan yang sesungguhnya?, tebakku di dalam hatiku. Bahkan, jika dipikir-pikir kehidupan putri pengganti itu lebih baik, dari kehidupan ku.
Aku melihat putri Irene berlari menghampiri ku dengan senyumannya yang ceria. Disini, aku dapat melihat jika tubuhnya begitu lemah dan rapuh.
"Tuan putri Castylin, selamat ulang tahun," Ia memberikan ku sebuah kotak merah maroon sebagai hadiah kepadaku. Dengan berharap aku dapat menerima hadiah darinya.
"Telimakasih, tuan putli Ilene(terimakasih, Tuan putri Irene)," Aku mengambil kotak merah pemberiannya dari dalam gendongan Anzola dan menarik kedua sudut bibirku membentuk senyuman. Dan sinilah lucunya, wajah Irene berubah memerah. Sepertinya Irene adalah gadis yang baik, tapi aku tak ingin membangun hubungan dengannya. Karena tak ada gunanya, bisa saja bukan? Suatu saat terjadi sebuah bencana dan semua kesalahan di limpahkan padaku. Dan sebaiknya juga aku harus benar-benar harus cepat tumbuh besar. Agar aku cepat pula keluar dari tempat ini, tanpa bergantung kepada siapapun.
"Kak Anjola, ayo pelgi(kak Anzola ayo pergi)," Ujarku dan Anzola mengangguk pelan membawaku pergi.
"Tunggu, Irene juga ingin pergi dengan tuan putri," Dengan tiba-tiba Irene mencegah ku hendak ikut denganku.
Sejenak aku berfikir lalu mengangguk pelan,"boleh," Aku mengijinkannya untuk ikut denganku. Toh, aku hanya bertemu dengannya setahun sekali saja.
Sekilas Irene nampak begitu bersemangat setelah aku menyetujuinya.
"Tuan putri, kereta sudah siap," Ujar salah satu pelayanku, namanya adalah effie mouren. Disini aku hanya memiliki tiga pelayan saja. Dan aku memutuskan untuk pergi berkeliling hanya dengan Anzola saja. Sedangkan dua pelayan lainnya akan berada di Kerajaan.
Saat aku dan Irene hendak memasuki kereta seseorang mencegah kami, "Berani-beraninya kau! Membawa putri Irene pergi keluar dari Istana kerajaan," Ucap seseorang dengan Suaranya yang terdengar nyaring bagaikan petir yang menggelegar, yang membuat semua orang yang mendengarnya terkejut dengan wajah pucat pasi mereka.
Rambut pirang emas, mata biru yang sama persis milikku, wajah dingin tapi masih terkesan elegan, pria tampan setengah paruh baya itu adalah Raja brengsek, ayahku, sekarang dia menatapku dengan tajam dan melangkahkan kakinya lebar-lebar mendekati ku yang masih berada di dalam gendongan Anzola. mengikis jarak kami berdua. Di belakangnya juga ada seorang kesatria bersurai ungu, itu adalah kesatria yang selalu mengikuti di belakang Raja itu. Jika tidak salah namanya adalah Achilles.
"Bawa putri Irene kembali ke Istana!" Perintahnya
dengan tegas. Dan segeralah para pelayan segera membawa Irene untuk pergi meninggalkan ku. Dan aku dapat melihat wajah sedih penuh kecewa itu dari Irene. Irene sendiri tak bisa berkata-kata dan menurut saja kepada pelayannya yang akan membawanya pergi menuju ke istana.
"Salam yang mulia, semoga kemakmuran selalu bersama anda," Anzola memberikan salam dengan mrmbungkuk hormat ketika raja Morisco itu berhenti di hadapan kami berdua,walaupun aku masih dalam gendongannya.
Uggh,,
Tiba-tiba kedua tangan besar itu mencekik leherku mengabaikan keberadaan Anzola dan beberapa orang disini,dengan membuat ku merasakan kesulitan bernafas dan sakit di leherku, akankah aku akan di Bunuh oleh ayahku sendiri, hari ini? Aku mencoba menahan rasa sakit itu dan mencoba bertahan agar tak menangis dan mengeluarkan rintihan kesakitan. Dengan menampilkan wajah datar ku agar tak terlihat lemah atau dia akan benar-benar memutuskan leherku.
"Yang mulia, saya mohon lepaskan tangan anda dari leher tuan putri. Jika tidak,anda bisa membunuh tuan putri." Ucap Anzola dengan Cemas dan panik melihat ku yang di cekik dengan kuat. Seakan-akan Raja Morisco itu benar-benar berniat untuk membunuh ku.
"Diam!" Dengan sekali bentakan saja Anzola tak berani berkata-kata lagi dan memilih diam dan menundukkan kepalanya lemas.
Nampak ia tersenyum kecut melihatku yang hanya menatap datar dirinya,"Jauhilah putri Irene atau aku akan benar-benar membunuhmu," Cengkramannya pada leherku terasa mengendur, tapi tatapannya masih sama tajam.
Setelah dia benar-benar melepaskan cengkramannya aku menarik dalam-dalam napas, mengambil oksigen sebanyak mungkin untuk mengisi paru-paruku yang sudah kehabisan napas dan kemudian aku tersenyum masam padanya. Dia membenciku, begitupun dengan ku, aku juga sama membencinya.
Tapi, sesuai dengan pendirian ku sebelumnya aku harus menjauhinya, sejauh-jauhnya. Dia itu adalah ayah yang sangat kejam, dan sekarang aku tak perlu mengeluarkan sepatah katapun untuknya, karena itu sangatlah tak berguna sama sekali. Berbicara dengan pria itu sama saja menyodorkan nyawaku padanya.
Ku lihat dia pergi dengan tangan yang terkepal. Membuat ku bisa bernafas dengan lega kembali. Dan memeluk leher Anzola sambil berbisik di dekat telinganya,"ayo jalan,"
Kami pergi meninggalkan kerajaan untuk berkeliling ke kota. Tak lama setelahnya aku turun dari kereta kudaku dengan dibantu oleh Anzola yang mengangkat tubuhku untuk turun dari kereta. Aku menatap sekeliling ku, melihat atap-atap rumah yang dibalut oleh tumpukan salju, dan beberapa orang yang berlalu lalang dengan pakaian hangat mereka. Walaupun begitu, aku masihlah dapat melihat beberapa orang tengah berjualan disini.
Anzola membawa ku berkeliling dengan menggenggam telapak tangan ku yang mungil ini, rasanya dia bagaikan ibu, untukku. Rasa bahagia pun bertambah kala aku melihat seorang pemuda bersurai merah yang hanya berjarak beberapa langkah dariku hendak menaiki kuda putihnya.
Sontak aku melepaskan genggaman ku berlari menghampiri pemuda itu. Agar ulang tahun ini menjadi semakin menyenangkan, aku terinspirasi untuk berkeliling dengan menggunakan kuda.
"Kakak," aku berteriak memanggilnya sambil berlari kearahnya, membuat pemuda itu mengernyitkan dahinya bingung dan menolehkan wajahnya padaku mengurungkannya untuk menaiki kudanya sementara waktu.
"Tuan putri jangan berlarian, nanti anda akan jatuh," Teriak Anzola sambil mencoba mengejarku. Tapi, terlambat. Aku sedikit terkejut saat tiba-tiba kakiku tersandung oleh gundukan salju yang mengeras. Membuat tubuhku tak bisa menyeimbangkannya dan oleng seketika.
Aku bersyukur, kala tubuhku hendak jatuh seseorang terlebih dahulu menangkap tubuhku.
"Apa kau tidak apa-apa?," Tanyanya dengan sedikit ragu, membuat ku mendongak melihatnya. Senyuman ku merekah kala melihat siapa yang menyelamatkan ku, itu adalah pemuda tadi! Saat ini dia menjejerkan tubuhnya dengan ku.
"Tuan putri apakah anda tidak apa-apa?" Tanya Anzola dengan panik, dengan tergesa-gesa ia menghampiri ku. Membuat ku memiringkan wajahnya untuk melihat keadaan Anzola yang berkepala dua itu.
Aku menggeleng pelan,"Astylin tidak apa-apa," Aku tersenyum tipis pada Anzola dan lalu menolehkan wajahku pada pemuda bersurai merah di depanku ini,"sekarang, astylin mau belkeliling sama kakak ini, bolehkan?," Aku menatapnya dengan tatapan puppy eyes dan suaraku terdengar begitu menggemaskan, membuatnya tersenyum geli kala melihat ku.haha..Lihatlah, aku akan membuatnya menuruti permintaan ku.
"Tentu saja kau boleh,"
"Yey," Aku berjingkrak girang ketika ia menyetujuinya. Lalu, aku meloncat kearahnya untuk memeluknya, dia balas memeluk ku dan Kurasakan ia mengelus puncak rambut ku dengan begitu lembut. ah andai saja ayahku memiliki sifat yang sama seperti pemuda didepannya.
"Tapi, tuan putri_"
"Jangan khawatir aku akan menjaganya dan membawanya kembali dengan selamat,"
"Baiklah, jika itu adalah keinginan tuan putri saya akan mengijinkannya dan menunggunya disini,"
"Pulanglah, aku pasti akan membawanya pulang kerumahnya dalam keadaan sadar dan utuh,"
"Terimakasih tuan, saya akan mempercayakan keselamatan tuan putri pada anda," Anzola membungkuk hormat dan detik berikutnya kami berdua pergi berkeliling sambil menunggangi kuda, meninggalkan Anzola yang melambaikan tangannya padaku.
#TBC