webnovel

Chapter 188 (Tiger Cat and Alfa Wolf)

"(Rasanya aku tidak tahu harus apa hari ini tapi jika di minta bekerja lagi tubuhku benar benar sangat lelah di sini)" Pikir Neko yang duduk di sofa dengan pandangan kosong. Ia menjadi terdiam menghela napas pasrah. 

Beberapa jam kemudian, Felix kembali ke apartemen di mana masih Neko duduk di sofa memasang wajah kosong di sana.

"(Aku sungguh sangat pusing)" Pikirnya sekali lagi.

Tapi tiba tiba ada yang mengetuk pintunya membuat nya berpikir sebentar. "(Siapa? Apa itu dari Beum?! Aku harus berjaga jaga di sini)" Ia mengambil belatinya yang ada di sofa.

Ketukan pintu itu datang lagi, tapi Neko malah hanya diam saja dan yang di luar itu rupanya Felix. "(Sebaiknya aku diam saja.... Aku sungguh sangat takut...)" Neko diam gemetar karena dia berpikir itu Belum padahal Felix.

Felix terdiam bingung karena Neko tak membuka pintu. "Amai... Buka pintunya, aku tahu kau ada di sana"

"(Apa?! Rupanya dia?! Apa yang di lakukan nya!) Berisik.... Buka sendiri!!" Neko membalas berteriak dari dalam.

Lalu Felix membuka pintu itu yang rupanya tidak di kunci. Felix menatap nya dengan jas tebal nya. 

"Mau apa kemari?" Neko melirik. 

"Jika ada tamu kemari kenapa tidak kau sungguh kan untuk minum"

"Haiz... Baiklah, duduk lah" Neko memintanya duduk lalu Felix melepas jas nya dan duduk di sofa itu. Ia melihat sekitar sementara Neko di dapur menyiapkan minum. 

"(Sialan... Kenapa dia harus datang, padahal aku sudah tenang tak ada dia....)" Neko membuat Teh nya dengan tanpa niat.

Lalu dia datang membawa teh untuk Felix. "Nikmati Teh mu...." Ia mengatakan itu dengan ekspresi kesal, lalu akan berbalik pergi tapi Felix menahan nya.

"Jika ada tamu, kau yang seharusnya menemani nya, tidak bisa pergi kemanapun" Kata Felix sambil memegang tangan Neko.

Neko benar benar kesal sampai mengambil tangan nya. Dia lalu duduk dengan wajah kesal.

"(Kenapa dia harus di sini, aku benar benar tak tahu lagi harus melakukan apa agar dia benar benar tidak pernah bertemu dengan ku lagi....)" Neko benar benar kecewa sambil menatap bawah.

Felix melihat Neko yang terdiam di sofa dengan tatapan kosong.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Kata Felix sambil melepas mantelnya dan meletakan nya di kursi.

"Aku tidak memikirkan apapun" Balas Neko tapi Felix terdiam melihatnya dan mendekat padanya.

"Kenapa... Kenapa kau mendekat?!" Neko menjadi berjaga jaga.

"Kau terlalu banyak pikiran" Felix menatap dengan masih berdiri di hadapan Neko. 

Neko hanya terdiam menundukkan wajah mencoba tak menengadah menatap nya. 

"Kenapa? Tadi kau meminta ku untuk melakukannya dengan pahamu karena kau belum siap, apa pria seperti ku harus menunggu mu siap?" Tatap Felix, ia lalu duduk di bawah depannya. 

"Tidak bisa... Kau tidak bisa dekat denganku" Neko membuang wajah dan akan berdiri tapi Felix menarik lengan nya. Alhasil Neko jatuh dan duduk di pangkuan Felix yang duduk di lantai. 

"Kau tidak perlu menghindari ku lagi seperti ini, cukup duduk dan katakan semua yang kau pikirkan padaku" Bisik Felix di telinga Neko lalu dia mencium pipi Neko yang terdiam.

"Aku sangat memikirkan mu... Aku seperti ingin membawamu ke setiap aku pergi, tapi sayangnya terlalu berbahaya di luar sana" Kata Felix yang terus memeluk Neko.

"(Uhk.... Ini menjengkelkan)" Neko hanya bisa terdiam dengan aura dingin sekaligus kesal. 

"Sekarang katakan padaku.. Apa yang kau pikirkan?" Tatap Felix. Lalu Neko terdiam sebentar.

". . . Saat kita bertemu, aku hanya mengetahui identitas mu yang palsu, aku tidak tahu kau siapa dan apa hubunganmu denganku, kau punya keluarga atau tidak?" Kata Neko.

"Hm... Jika itu memang yang kau pikirkan aku tidak akan sungkan menjawabnya, aku memiliki kakak perempuan di saat umurku yang 6 tahun. Dia mati di rumah sakit karena leukimia.

Trauma berat karena membiarkan dirinya hancur dengan banyak pria.

Karena dia pergi, aku hidup sendirian dan dirawat oleh seorang pelacur, dari sanalah aku mulai membangun ini semua"

"(Dia lebih sadis...)... Apa kau... " Neko menatap.

"Apa kau benar benar ingin aku ada disini?"

"Tidak masalah jika kau ada disini, jika kau merasa aman kau bisa tetap disini. Aku akan lebih senang jika kau tidak pergi"

". . . Aku... Aku tidak tahu" Neko membuang wajah dengan malu.

"Kau sedang tersipu di sini, kau ingin aku membelikan sesuatu agar kau tidak tersipu lagi dengan ku?"

"Aku.... Aku tidak ingin apapun" 

"Ouh benarkah" Felix mengangkat Neko dan membuatnya duduk di sofa lalu dia melepas dasinya sendiri membuat Neko menengadah menatapnya. 

"Aku akan membuatmu mengatakan apa yang kau inginkan" Kata Felix, ia menutup mata Neko dengan dasinya. Neko terdiam tak merespon apapun dengan mata yang tertutup. 

Tapi tiba tiba Neko terkejut karena Felix menekan dadanya dengan tangan kirinya. "Ah.... Apa yang kau lakukan... Sialan" Neko mencoba menahan tangan Felix dengan gemetar. 

"Katakan padaku apa yang kau inginkan?" Felix menatap sambil mencium leher Neko. 

"Aku hanya ingin .... Keluar dari sini, aku bosan...." Kata Neko. Lalu Felix terdiam dengan wajah seriusnya.

"Kau bisa keluar kemanapun, aku tak peduli kau kemana apa kau takut kau akan di hadapi bahaya karena sebelumnya kau selalu di temani pengawal terpercaya mu?" Tatap Felix, tak di sangka sangka ia menggigit pelan leher Neko. 

"Akhhh itu.... Tidak benar" Neko mencoba menahan sakit nya dengan gemetar lalu Felix terdiam dengan tatapan tajam nya. Ia kembali mencium leher Neko dan mengatakan sesuatu. "Baiklah, aku akan menunjukan tempat kesukaan ku di sini"

--

"Dermaga?" Neko terdiam bingung ketika berdiri melihat laut dengan adanya dirinya yang ada di dermaga cargo. Keadaan gelap menambah pemandangan sangat indah karena bulan bersinar sangat terang di sana.

Felix berjalan melihat sekitar dari belakang nya sambil merokok. Ia melihat banyak cargo yang berbeda warna di sana. 

"Kenapa kau... Membawaku kemari?" Neko menoleh padanya. 

"Aku sudah bilang bukan, aku akan membawamu ke tempat kesukaan ku. Di sini hal yang paling aku sering datangi karena banyak barang yang aku terima dan kirim lewat tempat ini, lagi pula pemandangan malam terasa sangat indah" Balas Felix. Neko lalu kembali melihat laut, di seberang terlihat seperti cakrawala padahal itu hanya lampu jalanan yang berderet. 

"(Tempat kesukaan nya huh... Aku bisa memilih lebih baik dari pada ini)" Neko menghela napas panjang dan kembali memasang wajah kosong itu lagi. 

Lalu Felix juga ikut terdiam, ia juga teringat sesuatu. Dalam ingatan nya menjelaskan soal wanita yang asing, tapi baginya itu adalah kakak nya. "Amai... Siapa orang yang paling berharga untuk mu?" Tanya Felix dari belakang nya karen dia masih berdiri di belakang Neko agak jauh. 

Neko terdiam dan bertanya tanpa menoleh. "Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Seseorang pasti memiliki orang yang paling berharga" Balas Felix lalu Neko menghela napas panjang. 

"Tidak ada, karena dari awal aku tidak tahu siapa orang yang paling berharga, karena aku juga tak pernah peduli dengan hal itu" Balasnya membuat Felix terdiam dan tersenyum kecil.

"(Kau berpikir bahwa itu tak akan terjadi, mungkin soal masa lalu, kau pantas jika harus menyalahkan ku tapi masalah nya, kapan aku akan mengaku padanya...)" Felix juga terdiam.

"(Aku tak tahu harus apa sekarang, mungkin aku hanya harus bertanya padanya soal aoa yang terjadi di masa lalu ku karena pemikiran ku terus mengatakan bahwa dia yang bersalah atas semua masa lalu ku)" Neko kembali berpikir lalu menghela napas panjang. Untuk sebentar, dia bisa menikmati suasana malam tersebut.

"Apa kau senang hanya bisa melihat ini?" Tatap Felix yang masih di belakang Neko. 

Lalu Neko menutup mata merasakan angin malam di tempat itu, Dia kemudian duduk di bawah membuat Felix terdiam di tempatnya.

"Asal kau tahu, aku tak pernah keluar seperti ini" Kata Neko.

"Aku tahu itu, kau terlalu sibuk mengurusi atasan atasanmu itu bukan"

". . . Aku pikir kau juga begitu"

"Tidak juga... Aku bisa membagi waktu, tidak sama seperti dirimu" Tatap Felix yang berdiri tepat di belakang Neko yang duduk di bawah.

"Teori kehidupanmu salah dengan langsung mengenakan semua perintah, seharusnya kau juga menyatukan istirahat di pikiranmu, sehingga kau bisa paham mana orang yang akan kau anggap berharga karena orang berharga pasti akan selalu menghabiskan waktunya bersama dengan mu" Felix menambah.

"Aku tidak bisa mencoba itu, itu tak penting untuk semua orang, aku juga susah bilang bahwa aku tidak pernah peduli pada hal semacam itu" 

Lalu Felix menghela napas panjang dan berjalan ke pagar dermaga dekat Neko dan menyalakan rokok nya yang kedua. Tapi saat akan menyalakan, korek nya habis, korek gas yang ada di tangan nya habis tak bisa menyala. 

Ia lalu menghela napas panjang dan menyimpan kembali rokoknya lalu mengatakan sesaat lagi. "Kau tak terbiasa membagi waktu dan sekarang kau bingung untuk menikmati waktu itu karena kau sudah tak terbiasa dengan waktu yang lambat"

". . . Apa yang harus kau lakukan, jika kau sudah di jalan jurang?" Tatap Neko.

". . Aku akan memutar jalan, tentunya aku tidak akan mengulangi jalan yang sama, aku harus mengambil jalan yang berbeda agar tak menemui jurang lagi"

"Begitulah yang kau lakukan sekarang?"

"Ya... Aku melakukanya sekarang, tentunya kau bukan perempuan pertama dalam hidupku jadi aku harap saat aku memegang mu sekarang, aku tak kehilangan apa apa seperti jalan jurang yang selalu ku lalui" Kata Felix lalu Neko menjadi terdiam mendengarnya, dia menjadi menatap ke langit malam. "(Aku tak suka dengan ini, kenapa malam ini aku merasakan suasana seperti ini tidak adil)"