15 14. Reuni dan Ingatan

Tubuhku sakit sekali, berbeda dengan pendaratan sebelumnya.

"Akhirnya kau bangun ya, pemuda asing!" suara pria tua terdengar lirih dalam telingaku, di barengi dengan suara api yang sepertinya berasal dari pembakaran cerobong asap.

"Sakit sekali! Dimana aku?!" tanyaku terbata.

"Tenang saja, kau aku temukan di jurang samping rumahku. Ya ampun, kenapa aku harus mengalami hal ini lagi!" logatnya ngapak.

Perlahan aku berusaha untuk duduk.

"Mengalami hal yang sama?!" tanyaku.

"Ya, beberapa bulan yang lalu, ada pria malang yang aku temukan di jurang yang sama denganmu. Dan aku menyelamatkannya. Sekarang, aku melakukan hal yang sama seperti waktu itu!" jawabannya sembari menyiapkan teh.

"Minumlah teh ini terlebih dahulu, ini akan membuatmu sedikit tenang!".

Tanpa ragu, aku pun meminum teh hangat dari Kakek ngapak ini.

"Siapa namamu, pemuda asing?".

"Namaku Theo! Terima kasih telah menyelamatkanku, Kek!".

"Orang-orang memanggilku dengan sebutan pak Roman! Kau bisa memanggilku dengan sebutan itu!" balas Kakek itu dengan logat ngapaknya.

"Kondisimu tidak terlalu parah, mungkin beberapa waktu lagi, kau akan segera pulih, " lanjut Kakek itu.

"Saat kau menemukanku, apakah kau melihat tas ransel ?"

"Tentu saja, semua barangmu aku taruh di pojokan sana, tidak perlu khawatir."

Setelah aku menengok ke arah yang ditunjukkan Kakek ngapak, seketika aku terkejut karena tidak ada helmet disana.

"Kek, apakah kau menemukan helmet? Benda itu menempel di kepalaku saat aku terjatuh, " tanyaku sedikit panik.

"Apa maksudmu, topi aneh itu?! " jawab Kakek itu santai.

Syukurlah, Helmet masih utuh.

"Memangnya, dimana asalmu? Dan kemana tujuanmu?" kakek itu tiba-tiba bertanya ditengah kepanikanku, akupun menjawab dengan santai karena kurasa jawabanku tidak mencurigakan.

"Aku berasal dari Negeri yang jauh, dan aku kemari untuk mencari seorang dokter yang bernama Erwin,"

"Erwin? Dokter Erwin katamu?!" reaksi Kakek itu interest, seakan-akan itu nama yang tidak asing untuknya.

"Kau mengenalnya?!" tanyaku antusias.

"Tentu saja! Dia Dokter yang sudah menyelamatkan Anakku kala itu!".

"Meskipun dia adalah anak angkatku, tetapi aku sudah benar-benar menganggapnya sebagai anakku sendiri! " lanjutnya dengan logat ngapak yang semakin medok.

"Seperti dugaanku, Bang ternyata mempunyai banyak kenalan yang bermasalah, haha" ocehannya tidak kunjung berhenti, membuatku semakin bingung.

"Tunggu dulu Kek! Kau bicara terlalu banyak,"

"Ah, maaf-maaf! Itu karena aku terlalu semangat jika itu berkaitan dengan Bang! Haha."

"Bang? Siapa dia? Apakah dia ada hubungannya dengan Dokter Erwin yang sedang kucari?".

"Ya! Bang adalah pasien sekaligus sahabat dekat dari Dokter Erwin!".

"Baiklah, kek! Ini sangat penting bagiku. Jadi, apakah kau tahu dimana lokasi Dokter Erwin sekarang?!".

Sialan, aku salah mengira, ternyata Kakek ngapak ini menyimpan banyak informasi penting. Aku terlalu semangat menyikapinya.

"Tenanglah, anak muda! Pertama, aku ingin tahu dulu siapa dirimu sebenarnya, apa hubunganmu dengan Dokter Erwin, aku hanya tidak mau menimbulkan masalah untuknya!" kurasa wajar dia bertanya seperti itu.

"Sudah kubilang, namaku Theo. Dan aku adalah sahabat Erwin!" jawabanku spontan.

"Ah! Haha, begitu ya. Baiklah, akan kuberi tahu kau lokasinya. Tetapi ini terlalu cepat untuk kau pergi dari sini, kau harus menetap setidaknya satu hari lagi agar kondisimu benar-benar pulih!".

Meskipun terlihat ngapak dan liar, kakek ini ternyata memiliki jiwa yang sangat baik. Aku rasa kondisiku sudah cukup, tetapi dia melarangku karena beberapa tulangku yang cedera belum sepenuhnya sembuh. Dibalik itu semua, aku rasa aku juga perlu waktu istirahat untuk menenangkan pikiranku. Akan gawat jika aku menjalankan misi dengan pikiran yang kacau. Saat ini Chika ada di dunia The Green. Namun, setidaknya sekarang aku sudah berada di The Black, dan aku sudah bisa menemui Erwin besok. Lakukan apa yang bisa aku lakukan saat ini.

"Baiklah, kek! Kau sungguh orang yang baik. Sekali lagi, aku mengucapkan terima kasih!"

"Haha! Biasa saja. Baiklah, ini sudah larut malam, kurasa lebih baik kau istirahat. Tubuhku juga sudah lelah".

Malam ini aku berpikir, bahwa semua hal yang terjadi saat ini ternyata benar-benar terjadi. Maksudku, ini bukan mimpi, ini kenyataan. Seorang kakak beradik kondang yang berpetualang mengelilingi dimensi, melawan organisasi ilmuwan top dunia hanya untuk menyelamatkan temannya, dan sekarang mereka malah dihadapkan dengan banyak masalah. Aku pikir itu bukan keputusan yang ceroboh, karena menyelamatkan seorang teman adalah harga mati. Dan besok, aku akan sampai di tujuan akhir, yaitu menemukan Erwin, tetapi itu semua belum berakhir, karena masalah baru masih mengantri. Adikku tersesat di Dunia lain, ini adalah situasi yang gawat. Namun, aku harus tetap bersikap rasional agar misi tetap berjalan dengan cemerlang.

Ini sudah larut malam, dan sepertinya Kakek ngapak itu sudah tertidur lelap. Ini kesempatanku untuk mencari informasi lewat jalur digital.

Aku buka laptop, dan mulai ngoding untuk mencari informasi terbaru tentang Yellow dan sinkronisasi sistem dengan Helmet, dan sial seribu sial, mereka sudah memperbaharui sistemnya. Hebat sekali! Dalam waktu yang sesingkat ini, mereka bisa mengembangkan sistem pengaman baru yang super ketat. Ini tidak mungkin aku bobol dalam waktu satu malam, ini membutuhkan waktu berhari-hari.

Dengan begitu, secara teknis, Helmet ini tidak bisa digunakan karena sistem yang sudah diubah Yellow. Sialan! Lagi-lagi masalah baru, tetapi percuma jika hanya menggerutu, aku tetap akan mencari solusinya.

Yasudah, kurasa omongan Kakek itu benar, lebih baik aku beristirahat saja untuk fokus memulihkan diri, besok aku akan melanjutkan petualangan ini.

***

"Max, kurasa ini waktunya aku berangkat".

"Ya! Kurasa ini memang sudah waktunya".

"Aku tidak mengerti jalan pikiran orang bodoh itu! Kurasa aku akan memberinya sedikit pelajaran!".

"Yaa! Jangan terlalu keras, bersikap lembutlah! Aku khawatir jika kau bertindak terlalu berlebihan".

"Jangan khawatir, memang seperti inilah jalan yang ditempuh seorang samurai sejati!".

***

"Akhirnya kau bangun juga, Anak muda!".

"Sudah jam berapa ini?!".

Sialan, sepertinya aku tidur terlalu lama.

"Ini sudah jam 13.00! Kau tidur begitu pulas, kurasa itu wajar untuk orang yang kelelahan sepertimu. Jangan diambil pusing, itu langkah yang bagus untuk memulihkan tubuhmu!" jawab Kakek itu sambil menyiapkan teh. Lagi-lagi teh.

"Jam 13.00? Kau serius? Ya ampun! Kenapa aku bisa-bisanya tidur selama itu?!"

"Sudahlah! Jangan terlalu heboh! Lebih baik kau bangun, cuci muka! Bila perlu kau mandi, aku rasa tubuhmu sudah sepenuhnya pulih. Setelah itu selesai, kembalilah kemari untuk sarapan! Meskipun ini sudah siang!"

Aku hanya bisa menuruti perintah si Kakek. Tubuhku sudah sempurna, rasa sakitnya sudah reda. Tubuh yang siap untuk melanjutkan petualangan misteri ini. Aku segera mandi, dan kembali ke ruang teh untuk sarapan di siang hari.

"Kek, mungkin kau sudah bosan mendengarnya, tetapi aku ucapkan terima kasih! Kau sungguh orang yang baik," kataku tulus sembari menyantap bubur buatan Pak Roman.

"Haha, tidak usah dipikirkan! Aku sekarang tahu kau adalah sahabat Dokter Erwin, itu artinya kau sahabat dari Bang!"

"Oh ya! Sebenarnya itu sedikit mengganjal di pikiranku sejak kemarin. Sebenarnya, siapa Bang?"

"Bang adalah teman dekat Erwin! Aku sudah bilang ini padamu. Namun, mengapa dia spesial? Itu karena dia sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Nasibnya sama sepertimu, aku menemukannya di jurang yang sama denganmu dengan kondisi yang lebih mengerikan. Dan aku langsung membawanya ke rumah sakit, dan Dokter Erwin lah yang berusaha menyelamatkan nyawanya. "

Aku menyimak serius.

"Dan sekarang, Bang membuka kafe di ujung desa sebelah, cukup jauh. Disitulah kau bisa menemukan Dokter Erwin!".

"Begitu ya, aku bisa mengerti mengapa kau sangat menghormati Erwin, Begitupula pria yang bernama Bang itu".

Cukup lucu juga melihat pria pemalas itu dihormati orang lain karena ketangguhannya. Haha, Erwin! Kau terlalu lawak.

"Jadi, kurasa aku harus segera pergi ke tempat yang bernama, Bang Kafe!" kataku.

"Tentu saja, kau harus segera menemui sahabatmu itu, kan?"

"Baiklah, kurasa aku akan segera berkemas dan bersiap untuk berangkat!".

Akupun menyiapkan tas ransel, dan memastikan semua peralatan aku bawa. Pakaian, Buku Captain Rhozy, Helmet dimensi, dan tentu saja alat kesayanganku, laptop. Kurasa di dunia The Black ini teknologi belum begitu maju, sehingga laptop seperti barang canggih dari masa depan.

"Kek, ini sudah keempat kali. Aku mengucapkannya terima kasih sebanyak banyaknya karena kau sudah merawatku!" ucapan pamitku, berdiri di pintu rumah, bersiap untuk berjalan keluar.

"Ya! Sampaikan salamku untuk Dokter Erwin dan teman-temannya!".

Dengan begitu, aku melangkahkan kaki dan berjalan untuk pertama kalinya di Dunia The Black. Kurasa itu nama dunia yang cocok, dengan melihat struktur dunia ini, nuansa Gothic dengan kastil-kastil batu yang menyeramkan. Aku harap tidak akan ada vampir disini.

Aku berjalan dengan banyak bertanya kepada masyarakat, dimana letak Bang Caffe. Dan benar kata Kakek ngapak itu, ternyata lumayan jauh. Sampai akhirnya aku tiba di ujung desa dekat sungai. Disana terlihat papan tulisan Bang Caffe. Yang jika kulihat design dari papan tulisan itu sama sekali tidak ada estetikanya. Kurasa pria yang bernama Bang itu orang yang kaku, atau hanya warga dunia ini yang pemahaman akan seninya rendah? Aku tidak tahu, dan itu tidak begitu penting. Dan yang terpenting adalah, Erwin ada di dalam kafe itu. Aku harus segera kesana.

Aku harap Hemlet ini masih bisa sedikit berfungsi setidaknya untuk mengembalikan ingatannya yang hilang.

Dengan menarik napas panjang, akupun menuju kafe, dan membuka pintunya.

***

Menyela situasi yang serius, datang seorang pelanggan pria. Dengan percaya diri dan suara lantangnya, pelanggan asing itu menghampiri kami, dan tiba-tiba berkata

"Ah ! Ternyata kau ada disini, Erwin!".

Semuanya terdiam.

"Siapa kau?! Kau mencariku?! " Erwin membalas perkataan pria itu dengan kebingungan.

"Sudah kuduga, kau tidak mengingatku, dasar pria pemalas!" balas pria asing itu.

Kami semua kebingungan dengan tingkah pria aneh itu, terutama Erwin. Karena sepertinya dia tidak mengenalnya sama sekali.

Tanpa banyak bahasa, pria asing itupun menghampiri Erwin yang sedang berada di depanku.

"Jadi, sekarang kau menggunakan kacamata ya?! Hahaha! Itu terlihat lucu untukmu!" pria itu tertawa mengejek.

"Apa maksudmu?! Siapa kau?!" Erwin mulai waspada.

"Sudahlah, tidak perlu setegang itu, Erwin! Dan kau pasti... Pria yang bernama Bang, ya?! Desain papan kafemu sungguh jelek, itulah mengapa kafe ini sangat sepi, dan Ada salam hangat dari Pak Roman untukmu!" dia melihat ke arahku, dan kalimat yang ia katakan membuatku semakin kebingungan. Sebenarnya, siapa orang ini?!

"Sudahlah, Erwin! Aku tidak terlalu suka banyak basa-basi!".

"Ini adalah Helmet buatanku dan Chika! Aku minta kau pakai Helmet ini di kepalamu, dan jika posisinya sudah pas, tekan tombol di sebelah kanan, setidaknya aku tidak perlu menjelaskan panjang lebar jika kau mengikuti intruksiku!" lanjutnya, sembari mengeluarkan Helmet aneh dari ranselnya.

"Jangan Erwin! Dia orang asing, kita tidak bisa mempercayai orang seperti dia!" saranku tegas.

Erwin masih diam, menatap mata pria asing itu dengan tajam. Ia berpikir serius. Beberapa waktu kemudian, Erwin menjawab.

"Baiklah! Aku akan mengikuti intruksimu! Berikan aku Helmet itu!"

Sialan kau, Erwin! Itu keputusan yang sangat beresiko. Kenapa kau seberani itu!

Lalu dengan santainya, pria asing itu memberikan benda aneh itu kepada Erwin, dan Erwin memasang benda itu di kepalanya.

"Seperti ini?!"

"Ya! Jika kau sudah siap, tekanlah tombolnya".

Lalu kami semua memperhatikan Erwin dengan serius, dia menekan tombolnya dengan hati-hati.

Dia sudah menekan tombolnya.

Dan seketika Erwin jatuh pingsan ke lantai.

"Sialan kau!! Apa yang kau lakukan pada Erwin?!" dengan emosi tinggi, aku mencengkram pria asing itu.

"Sa.. Santai dulu! Ki... Kita tunggu dia bangun!" jawab pria itu tak bisa melawan.

Akupun enggan melepas genggamanku.

"Woi! Pria asing! jika kau tidak membangunkan Erwin sekarang juga, akan kubunuh kau!" Roy menatap pria ini dengan sangat tajam. Siap menerkam kapanpun.

Tony dan Bella hanya bisa panik ketakutan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

"Sekali lagi aku bertanya padamu! Apa yang sudah kau lakukan pada Erwin?!" emosiku semakin naik.

Pria itu hanya diam saja.

Emosiku semakin memuncak, nampaknya Roy juga sudah berada di ambang batas kesabarannya.

"Kauu! Sialaaan!"aku mengenal tangan kananku kuat-kuat, dan kulontarkan pukulanku pada wajahnya.

Namun, belum sampai kepalan tanganku mendarat di wajahnya, pukulanku ditahan oleh tangan dengan cengkraman yang sangat kuat.

Dia Erwin!

Sudah terbangun.

"Bang, Roy! Tahanlah emosi kalian! Aku baik-baik saja!"

"Erwin!" reaksiku kaget.

Roy, Tony, dan Bella menunjukan ekspresi kaget yang sama. Erwin tiba-tiba terbangun dari pingsannya dan menghentikan pukulanku. Dia berdiri tegak, lalu melepas kacamatanya.

"Kau sudah sadar ya ? Pak Dokter?!" tanya pria asing itu sambil tersenyum kecil.

"Jangan panggil aku Pak Dokter, dasar bodoh!".

"Hahaha! Aku datang, pria pemalas!"

"Kau datang terlambat seperti biasanya, Theo!" balas Erwin tersenyum lebar.

"Haha, ini bukan seperti aku membangunkanmu di atap sekolah! Lagipula, aku tidak terlambat. Bel istirahat selesai masih belum berbunyi!"

***

avataravatar