webnovel

Worried

Galang sedang dalam keadaan yang tak tau harus di deskripsikan seperti apa, matanya terus tak bisa fokus. Pikirannya melalang buana tentang kedatangan Petra beberapa waktu lalu, kemudian sekarang dia malah memilah kembali tentang perasaannya. Dia merasa akan kecolongan kali ini, tapi apa benar dia begini karena Dita?

"Gak mungkin..."Galang malah menggeleng.

Dia berada di caffe dimana rumah sakit hari itu tengah ramai, dia meminta ijin pada Laras untuk membeli kopi. Padahal itu hanyalah dalih untuk pergi dari hadapan Laras, karena entah kenapa dia jadi merasakan nyeri didadanya setelah mendengar apa yang Petra katakan tentang sikapnya terhadap Dita selama ini.

Galang cukup tertekan dengan semua ucapan yang Petra katakan padanya, dia jadi harus memikirkan segala tindakannya saat ini. Pria itu bahkan tak menyadari keramaian di sekitarnya, semua pikiran dan segala indranya tumpul seketika saat menimang kembali hatinya. Selama ini, sosok yang dapat menghargai ia dan tak membandingkan atua mengharuskan dia terus-terusan bersyukur dan berterima kasih karena Dita mau menerimanya.

Hanya Laras, itulah kenapa dia merasa sangat spesial di mata perempuan itu dari pada istrinya.

Karena dia adalah anak dari konglomerat tetapi bukan pewaris utama membuat dia agak kesulitan dan tertekan kala di haruskan bersikap baik agar tak mencoreng nama baik kakaknya, tetapi kemudian dia bertemu dengan Dita yang memujanya. Dia pikir bersama Dita, setidaknya pandangan buruk bisa menghilang.

Dia sudah banyak terbebani kala itu, tetapi sekarang semua orang malah banyak bicara dan terus bicara jika Dita lebih baik dari dirinya yang sudah bersusah payah dengan semua yang dia lakukan dengan usaha setengah mati.

Tapi semua orang hanya memandang Dita dan menjadikan dia bayangan istrinya, itu menyebalkan dan dia mulai marah karenanya. Ini sama seperti saat dia harus menjadi yang kedua di mata keluarganya, sering kali harus kehilangan arah kala pilihan tak direstui oleh orang dan saudara bahkan bibi juga pamannya.

Padahal dia sudah cukup dewasa untuk memilih bahkan memberikan saran seperti yang dia perkirakan, tapi semua menganggap seakan perusahaan adalah taman bermain untuk eksperimen dan semua orang kerpa kali tak percaya padanya.

Tapi sekarang dia berhasil mengambil alih perusahaan entertainment milik kakeknya sampai berada di puncak saat ini, perusahaan entertainment pertama di Indonesia yang memiliki banyak talenta bagus dan pandangan publik yang baik.

"Hah..."Galang tidak tau, perasaanya tak karuan sekarang ini.

Sedangkan di dalam ruang rawat, perempuan itu duduk di atas ranjang tanpa memikirkan hal tadi dan tengah tertawa sambil menatap layar ponselnya yang menyala. Menampilkan sosok seorang bocah lelaki berumur 5 tahun, dia tengah menunjukkan banyak mainan miliknya.

"Mamah kapan pulang?"

"Nanti mamah pulang, kamu tunggu disana ya. Jangan nakal."Laras tersenyum, bahkan mendekatkan layar ponsel itu kearah wajahnya untuk memperlihatkan senyum menawannya untuk sang putra.

"Lama, mamah sakit aku gak boleh jenguk. Aku sedih..."Katanya membuat tawa Laras pecah. Tapi dia segera menghentikannya, kala melihat jika bocah itu mulai berkaca-kaca dan tak bisa menahan air mata yang jatuh ke pelupuk matanya itu.

Dan Cita yang melihat itu memiliki perasaan sentimental, sebab dia mengetahui siapa bocah kecil itu.

.....

Galang kembali ke kamar rawat inap Laras, sepertinya dia jadi tak bisa fokus menunggu. Mungkin dia perlu pulang untuk melihat Dita, setidaknya untuk memastikan jika perempuan itu ada dirumah. Sebab dia jadi merasa tak tenang, bahkan pikiran jika Dita bahkan pergi bersama Petra membuatnya sedikit memanas.

"Mas, sudah ngopinya?"Tanya Laras bertepatan setelah Galang masuk kedalam ruang rawat inap.

"Sudah."Jawab Galang dengan lembut, dia mendekat dan bertanya pada Laras."Kamu udah ngerasa baikan? Ada yang sakit lagi gak?"Tanya Galang sambil mengusap kepala atas perempuan itu.

Laras mengambil tangan itu dan menaruhnya di pipinya, merasakan kehangatan itu dan tangan besar yang selalu menerimanya apapun keadaannya.

"Hem... aku sudah merasa lebih baik."

"Bagus kalau begitu, aku mau pulang dulu sekarang. Kamu gapapa disini sama Citakan?"

Laras mengangguk, dia perlu melakukan improvisasi agar Galang percaya kalau dia baik-baik saja."Iya, gapapa. Kalau kamu khawatir sama mbak Dita, kamu mending pulang dulu."Jawabnya menyebut Dita dengan sebutan mbak.

Seakan mereka akan menjadi satu keluarga, tapi itu berhasil memanipulasi Galang yang senang dengan jawaban Laras. Kemudian dia menunduk untuk mencium dahinya, Laras cukup senang dengan perjalanan ini.

Galang tidak berhenti hanya mencium dahi Laras, dia meraup bibir Laras untuk menyalurkan rasa frustasinya. Pria brengsek itu bahkan masih bisa melakukan hal ini bersama cinta tersembunyinya, tapi Laras suka akan hal itu. Karena artinya, Galang lebih mengutamakannya dari pada keluarganya sendiri.

.....

Dita diantar sampai ke rumah oleh Petra, pria itu memiliki perasaan yang bahagia hari ini karena berhasil lebih dekat dengan perempuan yang dia kasihi. Tanpa ada gangguan, Petra memarkirkan mobilnya sebentar sebelum turun.

"Biar aku yang bawa Arsa."

Petra dengan percaya diri membawa tubuh bocah itu kedalam pelukan tanpa membuatnya bangun, lagipula bocah 2 tahun ini tidak begitu berat. Dia hanya ingin terlihat berguna bagi Dita dan perempuan itu bisa meyakinkan diri untuk mempercayainya, Petra ingin berada di sisi Dita terus menerus.

Mengetahui hati perempuan ini mungkin saja tengah carut marut dibuat oleh Galang, pria brengsek itu harusnya tau diri dan bertobat bahkan meminta ampunan. Membuatnya menyesal tak akan merubah trauma yang dialami Dita nantinya, jika sampai perempuan ini malah menjadi tak lagi percaya pada cinta yang diberikan oleh orang lain untuknya.

Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah, dan sungguh terkejut mendapati jika Galang tengah berdiri di depan pintu dengan wajah mengeras. Dia berjalan cepat mengambil Arsa dari pelukan Petra, dan membuat Petra cukup terkejut.

"Mas, kapan kamu pulang? Kok Gak ngabarin aku."Ucap Dita dengan intonasi tenang, dia tak merasa tengah berselingkuh.

Lagipula, dia pergi untuk membawa Arsa jalan-jalan dan Petra memberikan dia tumpangan. Pagi ini Dita sudah membuat keputusan, apapun yang terjadi dan apapun yang dilakukan oleh Galang diluar sana dengan selingkuhan atau siapapun itu. Dita hanya perlu mengurus dirinya sendiri dan putranya.

"Ya, dan kenapa jam 8 malam kamu baru pulang?"

"Oh, karena aku ajak Arsa jalan-jalan setelah rapat. Ketemu Petra dan memberikan kami tumpangan, jadi aku ikut aja. Kenapa emang?"Tanya Dita tanpa merasa itu sebuah masalah."Ayuk masuk, kasian Arsa kalau digendong terus."Ujar Dita dan berbalik ke arah Petra.

"Kalau gitu aku pulang dulu, makasih untuk hari ini."Kata Petra dengan sengaja, tapi Dita tak merasa itu sebuah kalimat perpisahan yang salah. Hanya Galang yang kalang kabut, dia merasakan hati yang panas dengan ucapan rancu itu.

"Iya, makasih banyak ya."Dita mengantar Petra ke mobilnya sebelum kendaraan itu meninggalkan kediaman.

Galang hanya bisa diam di sana, melihat bagaimana keduanya sangat dekat. Tapi saat istrinya berbalik, Galang pun ikut berbalik pergi kedalam rumah. Marah, tentu saja. Karena dia pulang lebih cepat untuk menepati janjinya pada sang putra, tidak, mungkin dia agak terlambat pulang. Tapi istri dan putranya tak ada dirumah, hal itu tentu membuat Galang marah apalagi ponsel Dita tak mengangkat telepon darinya.

Pikirannya langsung berkeliaran dengan mengerikan, dan hal itu dibuktikan dengan kepulangan Dita bersama Petra.