Di rumah nan megah itu, seorang pengasuh tengah bercerita sebuah dongen pada anak majikannya di kamar. Arsa namanya, dia tidak mau tidur sampai ayahnya pulang. Dia sendiri adalah gambaran anak yang masih polos dan sangat suci, tidak mengetahui kotor dan kejamnya sebuah dunia untuk dirinya tanpa perlindungan dirinya sendiri.
"Kemudian dua anak kerbau itu bertemu dengan tiga buaya besar yang tengah kelaparan, dia hampir saja dimakan ketika buaya itu keluar dari air mencoba menerkamnya...Waaurrrr."Suara sang pengasuh menangkap tubuh anak majikannya yang senang gembira.
Masih segar dan semangat, tidak ada tanda-tanda dia mengantuk. Hal ini buruk jika terus begini, karena Arsa sudah hampir tiga malam selalu tidur lebih malam untuk menunggu ayahnya pulang dan menemani dia tidur di kamarnya yang bernuansa mobil balap seperti kesukaannya.
Dita menutup telepon ketika dia tidak mendapatkan jawaban dari suaminya, dia hanya takut akan keadaan Arsa yang sebenarnya terlalu bersemangat menunggu ayahnya pulang.
Berjalan masuk perlahan ke kamar anaknya, dia melihat jika kini Arsa tengah merengek pada pengasuhnya itu dengan tangisan keras.
"Papah manahh!! aku mau papah!!!! Papah Ahh!!!."Teriakan itu menggema di kamarnya dan pengasuhnya terlihat kebingungan lagi.
Dita masuk dan berjalan ke ranjang kemudian menyuruh pengasuhnya untuk pergi keluar membuatkan susu, Arsa pasti mulai mengantuk tapi karena ayahnya belum pulang dia mengamuk.
"Mahhh, Papah anah?"Tanyanya segera pada sang ibu yang menariknya ke dalam pelukan.
"Papah kerja, nanti pulang. Kakak sekarang tidur biar pas bangun ayah sudah pulang ya...."
"Nggak mauuu mamahhhh! Mau papahhh!! Huhhhhuhhhh...."
Dita menimang anaknya walau dia meronta dan tetap menangis, dia menulikan telinganya dan membiarkan sampai Arsa kelelahan dan tertidur dengan sendirinya. Tanpa Dita sadari basah di matanya sudah terasa mengaliri pipinya, dengan tergesa dia mengusapnya segera. Tidak ingin terlihat menyedihkan walau hatinya penuh duka dan luka.
___________________
"Kamu lama banget datangnya."Ujarnya mendongak dari sofa untuk melihat seseorang yang baru saja masuk ke apartemennya.
Dia tidak tau, ini apartemen yang ke berapa yang dia punya. Istrinya saja tidak tau dia punya berapa unit, karena memang dirinya tidak pernah menyebutkan dan memberitahukannya. Lagi pula untuk apa, ini unit miliknya yang menjadi pelariannya saat kesal berada di rumah.
"Iya, tadi aku ada pemotretan dulu."Balas suara perempuan yang begitu lembut.
Kaki jenjang, pakaian kasual yang indah dan tubuh bak model yang begitu membuat betah orang terus memandangnya. Matanya yang tajam dan indah itu memandang pada Galang yang bersandar malas dengan celana selutut dan kaos tanpa lengan, mata yang sama tajamnya itu balas menatap dengan menggoda.
Senyuman indah yang manis terpancar dari bibir perempuan yang duduk di hadapan Galang, dia kekasihnya. Wajah halus yang begitu cantik tertawa, sebab tatapan Galang begitu tajam dan mulai menampilkan senyuman menggoda ke arah Laras.
"Kebiasaan, kenapa aku nggak pernah bisa berpaling kalau di tatap begitu ya."Katanya berdiri untuk berpindah ke pelukan kekasihnya.
Galang merentangkan tangannya dan mendesah ketika tubuh harum yang lembut itu masuk ke dalam pelukannya, rasanya nyaman sekali.
"Ini... perasaan aku aja atau emang benar kamu kurusan ya?"
Laras merengek dan duduk di atas pangkuan kekasihnya tanpa melepas pelukan, dia menaruh wajah di bahu lebarnya dan berkata menatap sisi wajah Galang yang tampan.
"Iya, aku harus ngurusin badan buat berat badan ideal di suruh sama manajer demi pemotretan."Keluhnya dengan nada kesal bernuansa manja di telinga.
Di lain tempat, di malam yang sama Arsa menangis dengan suara memekakan telinga lagi. Dia menantikan kepulangan ayahnya tetapi ibunya dan sang pengasuh terus menerus berbohong, dia anak kecil yang tidak tau keadaan asli yang tengah menimpa keluarga kecilnya. Tadi pagi Dita bertemu dengan tetangganya yang pernah satu tempat arisan, sebelum akhirnya dia berhenti karena mulai tidak nyaman dengan petuah dan makian circle mereka yang memintanya untuk balas selingkuh atau menceraikan suaminya.
Itu mengganggu ketenangan jiwanya, dia ingin mengambil tindakannya sendiri. Lagi pula dia tidak pernah menceritakan aib rumah tangganya pada siapapun, mereka tau dari mulut ke mulut orang yang mengetahui perselingkuhan suaminya.
Sedang Dita sendiri masa bodo, walau sudah menjadi rahasia umum dia tidak pernah mencari tau jika akan menghadirkan keresahan pada batinnya. Dia ingin hidup tenang, mengurus pertumbuhan anaknya tanpa ada emosi negatif yang dibawa dari pengetahuan tentang suaminya yang selingkuh.
Tapi dia mencoba tuli dan dengan tangisan Arsa dia tidak pernah bisa tuli, keluhan kecil putra semata wayangnya selalu berhasil menghancurkan pertahanan kokohnya. Dia tidak pernah tega melihat Arsa begitu sakit dibohongi, ayahnya tidak pernah pulang beberapa malams etelah dia katakan.
Besok ayahnya akan pulang, besok dan besok dengan kekosongan.
"Papah!! Aku mau papa ahhh!!!"
"Nanti papah pulang ya nak, sekarang kakak tidur dulu. Jangan begini, nanti kalau tenggorokannya sakit lagi gara-gara nangis gimana. Mau suaranya kayak kodok gara-gara kebanyakan nangis?"
"NGGAK MAU!! NGGAK!! MAU PAPAH!!"
Semua tipu daya dan rayuan Dita pada anaknya tidak menghasilkan apapun, dia menangis dengan penuh rasa sakit melihat anaknya. Sudah beberapa malam begini, Arsa menangis menantikan ayahnya pulang.
Dan pengaruh Arsa juga menghapus basah di matanya, suami majikannya pasti tidak akan pulang jika yang memberi kabar itu adalah Dita. Dia ijin keluar untuk mengambil ponsel menelpon Mamat, supir suami majikannya yang selalu saja merahasiakan tempat di mana Galang bermalam.
"Halo.. Matt!! Tolongin, tolong kasih tau sama bapak, Arsa nangis terus, aku nggak kuat, aku nggak tega Mattt... Ya tuhan, kenapa bapak tega nggak pulang. Padahal Arsa nangis sekejer itu, kamu bisa dengar dari telepon ini kan? Aku ada di lantai satu tapi suara Arsa nangis kedengaran keras!! Tolong Mattt, tolong ibu..."Ujarnya dengan nada menyedihkan.
Di seberang telepon Mamat terdiam, dia berada di dalam mobil menunggu majikannya. Dia juga tidak bisa berbuat banyak, di sini dia di bayar oleh Galang yang mana sudah menyelamatkan hidupnya.
"Mamat...Tolong, aku nggak kuat lagi. Kalau bisa aku juga mau berhenti aja, tapi aku nggak mungkin ninggalin ibu. Dia udah selamatkan aku, kamu juga Mat. Kamu sadar tiap kali bapak marah.... ibu bantu kamu, tolong... balas kebaikan ibu untuk kali ini. Aku minta tolong...."
Suara itu akhirnya tidak bisa diabaikan lagi, mengangguk dan menjawab seadanya karena dia tidak tahu apa yang harus dijawab.
"Iya, nanti saya sampaikan ke bapak."