webnovel

Kalau bukan dia, lalu siapa?

Aksa memperhatikan Evan yang sibuk mondar-mandir di depan pintu. Dari papan di atasnya, ruangan itu adalah kantin. Evan sengaja datang ke kantin karena berpikir di dalam ada makanan, perutnya berbunyi terus sejak tadi. Tapi mengherankan, kenapa ada kantin disini?

"Kamu yakin makanan di dalam gak ada racunnya?" Tanya Aksa was-was.

"Gak mungkin, makanan dan minuman pasti di sediain untuk kita karena kita pesertanya. Lagipula, ruangan ini masih kekunci, itu tandanya belum ada yang masuk."

"Kamu gak ngerjain task?"

"Males, mending makan."

Aksa khawatir, crewmate harus mengerjakan task, itu cara untuk menang. Sebenarnya dia ingin sekali pergi ke ruangan lain, tapi dia khawatir kalau Evan di tinggal sendiri.

"Kak, kalian gak ke ruang diskusi——maksudnya cafetaria?" Tanya Tama yang kebetulan lewat.

"Ngapain? Kan waktunya belum habis." Evan balas bertanya.

"Kak Yoshi di bunuh sama impostor."

"K-kamu serius?" Tanya Aksa tak percaya, Tama mengangguk sebagai jawaban.

"Iya kak, tadi ada pengumumannya."

Evan maju selangkah. "Mana Nares?"

"Ehm.. tadi gue tinggal.."

"Kenapa di tinggal?"

"Ada urusan penting, tadi ada Kak——"

"Sepenting apa sampai harus tinggalin sepupu lo sendirian?"

Tama meneguk salivanya takut. Evan itu sahabat baiknya Nares, wajar saja kalau Evan marah karena sahabatnya ditinggal tanpa alasan di tempat sepi.

"Kenapa lo bawa dua peta?"

Tama semakin takut. Oh tidak, dia lupa kalau peta milik Nares sedari tadi ada di tangannya. Nares menyuruhnya memegang petanya karena ingin mengikat tali sepatu.

"Ayo, kita gak boleh terlambat, kasian yang lain kalau nunggu kelamaan," ajak Aksa memberi perintah dengan kepalanya.

Evan mengangguk, menatap tajam Tama. "Jangan pikir gue gak tau kemana lo pergi, kita bicara empat mata nanti."

•••

"Tadi mati lampu. Gue sama Kak Gendra juga kaget pas liat Kak Yoshi udah gak bernyawa di lantai, kita bahkan gak sadar baju kita kecipratan darah," jelas Yetfa mencoba setenang mungkin, padahal hatinya jedag-jedug.

"Lo gak denger suara gitu?" Tanya Mashiho merasa janggal.

"Ada suara langkah kaki, gue kira itu Kak Yoshi," jawab Yetfa sejujur-jujurnya.

Gendra yang pada dasarnya tak banyak bicara jadi bingung harus beragumen seperti apa, dia yakin sebentar lagi Yetfa dan dirinya akan di tuduh.

"Tadi kalian ada dimana?"

"Di electrical."

Mashiho mengangguk, dia ingin memastikan sesuatu, apakah penglihatannya salah atau tidak.

"Yang lain belum dateng?" Tanya Acio yang baru saja tiba dengan keringat bercucuran di keningnya.

"Darimana lo?" Bara balas bertanya dengan sinisnya. "Kenapa keringetan begitu? Habis bunuh orang? Atau panik karena di tuduh?"

"Dari laboratory..."

"Pinter banget ngelesnya."

Asahi datang selanjutnya dengan segelas es teh ditangannya. "Acio sama gue."

"Jangan bela—"

"Acio. sama. gue."

Perkataan tegas Asahi membuat mereka semua terdiam, Asahi terlihat kesal.

"Wih kak, es teh darimana tuh?" Tanya Galaksi yang tiba setelah Asahi.

"Kantin."

"Ada? Disebelah mana?"

"Deket electrical."

"Nanti gue mau kesana ah! Bar, nanti kesana bareng gue."

Yetfa dan Gendra saling melempar pandang. Electrical 'kan tempat mereka tadi, tapi sepi-sepi saja tuh. Ah, positive thinking saja, mungkin ruangannya kedap suara atau berjarak sedikit jauh.

"Maaf terlambat."

Aksa datang tak lama setelahnya, diikuti Evan dan Tama dibelakangnya, terlihat tak bersahabat. Acio menghitung jumlah mereka, sepertinya ada yang kurang.

"Kak Genta sama Kak Nares, kemana?"

"Hah?! Kak Nares belum ke sini?!" Pekik Tama dengan kedua mata membola.

"Gue di sini woi! Masa gak liat, sih?!" Seru Genta dari sofa, terlihat kesal. "Padahal gue di sini lima menit yang lalu, tapi gak ada yang liat, sakit hati nih!"

"Jangan bilang... Kak Nares tidur?" Duga Tama.

"Hah? Tidur?"

"Kak Nares itu suka tidur, di lantai aja cuek bebek."

"Ya udah, kita diskusi dulu terus voting. Gue udah muak liat orang yang terus-terusan ngelirik gue dengan gak sopan nya."

Perkataan Evan barusan membuat Bara tersentak, jelas yang di maksud Evan itu dirinya.

"Ada yang punya dugaan?" Tanya Yetfa hati-hati.

"Gue, Bara sama Galaksi."

Bara mendelik. "Heh julid, dibilang bukan kita batu banget sih!"

"Tau nih, lo kali impostornya!" Timpal Galaksi ngegas dengan suara deepnya.

"Evan bareng saya terus kok," kata Aksa membela Evan.

"Jangan-jangan kalian berdua?!" Tuduh Genta menunjuk Aksa dan Evan bersamaan.

Evan berdecak. "Ck. Tama juga harus di curigain. Tadi gue liat dia ngintip ke ventilasi terus lari."

"Gue lari karena mau diskusi sama Kak—"

"Hoam, belum di mulai 'kan votingnya?"

Gendra terlonjak. "Anjir, gue kira setan!"

Bagaimana tidak, Nares muncul tiba-tiba di ambang pintu dengan muka bantalnya. Matanya setengah terpejam, rambutnya berantakan pula.

"Heh Res, dari mana aja lo?!" Tanya Evan menggeplak pundak Nares.

"Aduh, sakit woi! Gue telat gara-gara nyasar tau, untung suara kalian yang segede toa bisa arahin gue kesini."

"Bisa serius?" Yetfa berujar dengan datar, membuat suasana berubah tegang. "Waktu diskusi sebentar lagi habis, kita harus pikirin mateng-mateng siapa impostornya. Sebutin kalian ada di mana."

"Gue sama Kak Asahi di laboratory," ucap Acio.

"Saya sama Evan di reactor terus ke kantin," ucap Aksa.

"Gue di toilet," ucap Mashiho sambil mengusap tengkuk lehernya.

"Gue, Bara, sama Tama bertiga di lorong. Habis itu ke reactor," kata Galaksi.

Yetfa beralih ke Genta dan Nares. "Kalian berdua?"

"Gue muter-muter doang terus tidur," jawab Nares jujur. Benar kan? Dia jalan-jalan terus sama Tama lalu di tinggal dan tidur.

"Kak Genta?"

"Gue buang sampah, terus liat Tama lari-lari di lorong. Gak tau mau ngapain."

Sekarang pandangan berpusat ke Tama, rasa curiga mulai timbul di benak mereka. Tama panik, dia berani bersumpah kalau dia adalah crewmate.

"Kak, sumpah bukan gue."

"Gue gak curiga ke lo, tapi ke Bara dan Galaksi," kata Evan tetap pada dugaannya.

"Si anjing, apa buktinya?" Tanya Galaksi marah.

"Gendra buktinya 'kan?"

TET...

"Voting dimulai," ujar Acio nyaris berbisik. Asahi mengernyit, kenapa Acio berbisik-bisik padahal semuanya tahu itu alarm untuk voting?

"Bara..." desis Evan.

"Lo ada masalah apa sih sama gue?! Lo kali impostornya!"

"Lo gak denger? Gue sama Kak Aksa bareng terus, gue juga gak ngelakuin apa-apa."

"Justru lo yang harus dicurigain, karena gak ngelakuin apa-apa, seorang impostor 'kan gak ngerjain task!"

Pernyataan Bara ada benarnya. Seorang impostor tidak bisa mengerjakan task, pasti mereka berakting seolah-olah sudah selesai mengerjakan, jika kepergok pasti berpura-pura.

"Maaf kak, tapi lo juga gak ngelakuin apa-apa," kata Tama takut-takut.

"Terus aja terus. Kenapa kalian gak curiga sama si merah itu?"

"Lo nyindir gue?" Sinis Gendra karena kemejanya bergaris merah. Tak hanya Gendra, Aksa yang mengenakan sepatu merah dan Mashiho yang mengenakan kaos merah juga tersindir.

"Ga-gak gitu! Maksud gue Acio!"

"Waktu habis, gue vote Bara."

Bara terkejut. "Sumpah, gue ini crewmate!"

Evan mengedikkan pundaknya tak peduli.

"Kalian gak vote gue juga 'kan?"

"Maaf Bar, gue terlanjur kesal sama sindiran lo," kata Mashiho yang setuju dengan Evan.

Yang lain diam, tidak ada yang berbicara lagi. Waktu voting berakhir, Bara kalah telak.

"Gue tau salah satu impostornya! Dia itu Kak—"

[CRASH!!!]

"HUAAAA!" Teriak Nares terkejut sampai jatuh duduk ke lantai.

Mereka semua terbelalak, Tama langsung mundur ketakutan, Galaksi gemetar hebat, air matanya turun dari pelupuk mata.

"Bara..."

"Sambara Wagiswari [was not] An Impostor."

Pengumuman terdengar dari speaker di sudut atas ruangan. Tak ada yang bersuara, mereka syok.

Tubuh Bara... terbelah menjadi dua setelah kapak keluar dari dinding. Dan para impostor menyeringai bersamaan.