webnovel

23

Wiy;

Hubbi, alhamdulillah aku sudah bisa memasak Gutel lagi. Seperti dulu kataku hubbi, masak Gutel lebih aku sukai daripada masak telur dadar dan telur mata sapi. Tadi aku hidangkan masakanku untuk dirasakan oleh pimpinan musyawarah. Dan kamu tahu apa kata beliau? Undanglah calon mantuku, Wiy. Begitu komentar beliau setelah merasakan masakanku hubbi. Kamu mau aku undang sekarang hubbi? Sebenarnya dari jauh hari sudah boleh aku mengundangmu, sebab waktu kamu masih sibuk di tempat kerjamu dulu, aku sudah berhasil memasak Gutel. Maka itulah kenapa aku sudah boleh menikah dengan orang yang akhirnya mengecewakanku itu.

Lalu kenapa aku bilang masakan ini adalah yang pertama kalinya dirasakan ayahku? Sebetulnya bukan pertama kalinya hubbi, kenapa kukatakan begitu? Karena setelah aku dikecewakan gagal menikah itu, hilang mahir memasakku hubbi. Aku jadi tidak bisa memasak. Jangankan memasak Gutel, merapikan bedak di pipiku depan cermin saja aku tidak mampu, jangankan berbedak, mandi saja aku tidak mau. Hilang semua semangatku hubbi. Sehingga aku tidak heran kenapa keterampilan memasakku juga ikut lenyap! Lalu kenapa babak kedua percobaan masakanku ini kukatakan pertama? Karena ini pertama kali setelah aku mati gaya dan mati rasa, karena ini kupersembahkan untukmu hubbi.

Bukankah kamu orang yang pertama kucintai? Bukankah yang pertama itu adalah orang yang spesial? Kamu amat sangat spesial bagiku hubbi.

Oh ya hubbi, hari ini aku khilaf. Biasanya setelah masak Gutel aku hanya makan dua balutan saja. Tetapi kali ini aku benar-benar khilaf hubbi, aku menghabiskan empat balutan. Kamu tahu kenapa kali ini aku sanggup makan empat balutan hubbi? Pertama karena aku khilaf, hingga tidak sadar sudah habis empat balutan sangkinkan lezatnya. Kenapa empat hubbi? Karena aku bakalan jadi masyarakat kampung Segenap, jadi aku harus membiasakan diriku dari sekarang hal-hal yang genap.

Kedua karena Gutel yang aku masak ini kumasak dengan sepenuh perasaanku, kuberikan cintaku padamu lewat masakanku hubbi. Kemudian akan kuhidangkan untukmu duhai calon suamiku. Ketiga karena aku memasaknya pakai daun pandan, harum sekali hubbi. Kenapa aku hijrah dari daun pisang ke daun pandan? Lagi-lagi karena cinta padamu hubbi. Benar dulu yang dikatakan guru masakku bahwa memasak itu juga perlu pakai perasaan, dan sekarang aku merasakannya. Masakan yang disertai perasaan, rasa nikmatnya beda sekali hubbi!

Ayo kemari hubbi, aku mengundangmu untuk bertamu ke rumahku. Gutel masakanku sudah terhidang di ruang tamu, silakan dinikmati hubbi. Sampai nanti di sini, aku menunggumu, Tha, calon imamku.

***