webnovel

THE CEMETERY

Alicia dan kedua temannya berjalan menyusuri kota, mengikuti posisi benda bercahaya tersebut berada. Ternyata apa yang dikatan Nadine benar adanya. Kota menjadi sangat sepi layaknya kota mati saat mereka menyusurinya. Toko-toko yang harusnya buka sampai larut pun terkunci rapat. Walaupun kesepian saat larut malam adalah hal yang wajar untuk sebuah kota kecil, namun kesepian kali ini menusuk ujung saraf secara tidak wajar. Belum lagi ketika dipadukan dengan kehadiran benda melayang tersebut. Rasanya benda itu hanya memanggil mereka bertiga, sedangkan warga kota lain terperangkap dalam dunia mimpi secara paksa.

Nadine dan Alicia berjalan beriringan sambil menggamit tangan masing-masing, sedangkan Gilmore berjaga dari belakang. Semakin mereka mendekat ke arah benda asing tersebut, semakin merindinglah mereka untuk mencari tahu apa yang terjadi. Namun perasaan takut mereka berimbang dengan rasa penasaran, terlebih sang gadis kacamata.

Tidak butuh waktu lama ketika mereka akhirnya sampai di gerbang pemakaman. Mereka melihat bahwa bola melayang itu berada di atas kompleks pemakaman kuno yang letaknya tepat di tengah area pemakamam. Jarak mereka dengan bola tersebut tiga ratus meter jauhnya. Secara dekat, energi plasma yang mengalir pada bola tersebut membentuk seperti aurora yang menari-nari, menyambut mereka bertiga untuk mendekat dan berkenalan. Mungkin Gilmore benar, pemandangan spektakuler ini rasanya tidak mungkin berasal dari kekuatan yang jahat. Nadine dan Alicia bahkan terpana melihat pemandangan tersebut.

"Well." Alicia melihat Nadine lalu memutar badannya sedikit ke arah Gilmore. "Semoga yang mati tetap mati, dan yang hidup, hidup." Alicia memantapkan dirinya untuk melangkah ke depan untuk melakukan penelitian kecil-kecilan lebih dekat.

Gilmore menyusul Alicia. Nadine yang tercengang tiba-tiba sadar dan segera mengikuti mereka. "Tunggu, Alicia. Jangan terlalu cepat!" katanya.

Mereka bertiga akhirnya berhasil mendekati bola itu tanpa diganggu ciuman maut. Bola yang dari jauh terlihat seperti bulan, ketika dilihat dari dekat malah menyerupai bintang berwarna biru mint karena aliran plasma di sekitranya. Mereka menengadah ke atas dan melihat bahwa bola tersebut masih melayang seperti biasa. Bagaimanapun juga mereka harus berhati-hati, jangan sampai mereka melakukan sesuatu yang dapat memicu malapetaka. Alicia mengeluarkan buku catatan dan alat tulis dari tas belakangnya, kemudian menuliskan apa yang dia ketahui dan rasakan mengenai benda tersebut.

"Ayo kita lihat apa kau sebenarnya," katanya. Alicia menulis, 𝘚𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘣𝘰𝘭𝘢 𝘳𝘢𝘬𝘴𝘢𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘳𝘶𝘱𝘢𝘪 𝘣𝘪𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘯𝘨𝘢𝘩-𝘵𝘦𝘯𝘨𝘢𝘩 𝘯𝘦𝘬𝘳𝘰𝘱𝘰𝘭𝘪𝘴 𝘛𝘳𝘪𝘯𝘬𝘦𝘵𝘴𝘩𝘰𝘳𝘦, 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘤𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘤𝘢𝘩𝘢𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘣𝘪𝘳𝘶𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘤𝘢𝘮𝘱𝘶𝘳 𝘶𝘯𝘨𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘦𝘳𝘢𝘩𝘢𝘯, 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘴𝘪𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘭𝘪𝘳𝘢𝘯 𝘱𝘭𝘢𝘴𝘮𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘳𝘪 𝘥𝘪 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘮𝘢𝘬𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘢𝘶𝘳𝘰𝘳𝘢 …. Alicia mencoba melihat sekitar untuk mencari petunjuk mengenai apa yang menyebabkan bola itu muncul secara tiba-tiba. Nadine dan Gilmore terlalu asik berjalan di sekitar bola, sibuk mengagumi fenomena tersebut tanpa mempedulikan satu sama lain. Alicia juga sepertinya sedang asik sendiri dalam dunianya sebagai detektif, mencoba mencari petunjuk dan memecahkan kasus sihir langka. Apa yang menyebabkan bola ini muncul? Lalu aliran energi ini … Apakah ini memang berasal dari bola tersebut? Atau, apakah ini kumpulan roh yang berkumpul karena di tarik oleh kekuatan bola ini? Atau jangan-jangan roh-roh ini berkumpul kemudian membentuk sebuah bola sebagai sumber kekuatan yang masif? Pikiran Alicia penuh dengan tebakan-tebakan liar.

Alicia melihat batu nisan yang bertebaran di sekitar bola melayang itu. Kebanyakan batu nisan tua tersebut sudah berlumut, tergerus akan erosi. Bahkan, beberapa sudah tak berbentuk sehingga Alicia kesulitan untuk membaca nama-nama yang terpampang pada batu-batu penanda itu. Dia juga tidak menemukan petunjuk apapun terhadap nama-nama pada batu nisan yang masih dapat dibaca, sampai pada akhirnya mata Alicia tertuju pada sebuah mausoleum di depannya. Mausoleum tersebut sudah tua dan tak terurus. Mungkin beberapa abad umurnya. Sepertinya keluarga empunya makam ini sudah tidak tersisa lagi sehingga terlihat jelas tak ada yang merawat, apalagi memakamkan jenazah di sana tersebut selama bertahun-tahun. Sang gadis mencoba melihat nama pada bagian atas musoleum tersebut.

"The Hall of Languoreth." (Aula Languoreth)

𝘓𝘢𝘶𝘯𝘨𝘶𝘰𝘳𝘦𝘵𝘩? 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘓𝘢𝘯𝘨𝘶𝘰𝘳𝘦𝘵𝘩? 𝘒𝘦𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘯𝘢𝘮𝘢 𝘮𝘢𝘳𝘨𝘢.

Alicia merasa familiar dengan nama tersebut. Tapi dirinya sama sekali tidak mengingat darimana nama itu berasal. Setelah beberapa lama, Alicia kesal sendiri karena dirinya tidak dapat menemukan sepotong memori yang dapat memberinya jawaban mengenai arti nama Languoreth. Namun gadis berkacamata itu tidak mau menyerah. Dia menarik napas, menenangkan diri sesaat, lalu menutup mata dan mencoba menggali pikirannya secara perlahan. Dia punya waktu semalaman, apa yang harus dia khawatirkan? Bola aneh itu? Ya mungkin saja, tapi ada dua sahabat yang siap melindunginya, dan dia juga memiliki jubah tudung ajaibnya.

Alicia mengeksplorasi pikirannya sendiri. Dirinya menjumpai sepotong ingatan ketika ibunya menceritakan sejarah tentang penyihir-penyihir terkemuka di tanah Camelot, termasuk di tanah Caledonia. Ingatan yang kabur tersebut terungkap secara perlahan.

𝘗𝘦𝘯𝘺𝘪𝘩𝘪𝘳.

𝘊𝘢𝘭𝘦𝘥𝘰𝘯𝘪𝘢.

𝘚𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘳.

𝘛𝘢𝘯𝘢𝘩 𝘊𝘢𝘮𝘦𝘭𝘰𝘵 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯 𝘒𝘦𝘬𝘢𝘪𝘴𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘙𝘰𝘮𝘢 𝘈𝘣𝘢𝘥𝘪.

Jantungnya berdegub kencang ketika dia mengingat sesuatu. Sepotong nama, sebuah petunjuk.

𝘓𝘈𝘐𝘓𝘖𝘒𝘌𝘕.

𝘗𝘦𝘯𝘺𝘪𝘩𝘪𝘳 𝘈𝘨𝘶𝘯𝘨 𝘊𝘢𝘮𝘦𝘭𝘰𝘵, 𝘥𝘢𝘯 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘴𝘪 𝘷𝘪𝘴𝘪𝘰𝘯𝘦𝘳 𝘨𝘪𝘭𝘢.

𝘗𝘦𝘮𝘣𝘦𝘯𝘤𝘪 𝘙𝘰𝘮𝘢 𝘈𝘣𝘢𝘥𝘪, 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘥𝘪𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘙𝘰𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪.

𝘔𝘦𝘯𝘤𝘰𝘣𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘊𝘢𝘭𝘦𝘥𝘰𝘯𝘪𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘙𝘰𝘮𝘢 𝘈𝘣𝘢𝘥𝘪.

𝘈𝘵𝘢𝘶 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘳𝘢𝘬𝘺𝘢𝘵 𝘊𝘢𝘭𝘦𝘥𝘰𝘯𝘪𝘢, 𝘱𝘦𝘯𝘫𝘢𝘫𝘢𝘩𝘢𝘯.

𝘗𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘰𝘯𝘵𝘢𝘬 𝘦𝘬𝘴𝘵𝘳𝘦𝘮𝘪𝘴 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘪𝘴𝘢.

𝘔𝘦𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪, 𝘓𝘢𝘯𝘨𝘶𝘰𝘳𝘦𝘵𝘩.

"Itu dia! Languoreth!" kata Alicia dalam kegirangan lalu tertawa kecil. Languoreth, saudari kembar dari Lailoken, atau dunia mengenalnya sebagai: sang Penyihir Agung, Merlin! Alicia berpikir, sepertinya apa yang ada di depannya ini adalah makam Languoreth sendiri! Alicia tidak habis pikir, mengapa tidak ada orang yang menyadari bahwa di pemakaman ini bersemayam salah satu penyihir terkemuka yang legendanya mengantar anak-anak untuk tidur? Dan juga, bola di atas langit itu! Sepertinya bola itu memiliki hubungan dengan sosok tersebut. Tidak mungkin kemunculannya cuma kebetulan belaka, mengapung di cakrawala dekat peristirahatan terakhir saudari Merlin. Dia harus melaporkan hasil penelitian ini ke kedua sahabatnya. Kedua sahabatnya pasti lelah setelah menunggu dirinya baru keluar dari dunia imajinasi.

"Teman-Teman! Aku rasa aku menemukan ses—"

"ALICIA! AWAS!" Kedua temannya berteriak histeris sambil berlari ke arah Alicia.

Alicia bahkan belum menangkap informasi yang masuk ke dalam telinganya, sebelum akhirnya …. 𝘉𝘖𝘖𝘔!

Bola itu. Bola melayang sialan itu, jatuh dan langsung melesat ke arah Alicia, kemudian menabrak mausoleum dan menghancurkan seisi bangunan! Nadine dan Gilmore terdorong jauh akibat lonjakan energi pasca tabrakan. Bola tersebut meledak setelah menabrak tanah, menghancurkan makam sekitarnya, dan meninggalkan sebuah lubang yang besar. Alicia dihantam oleh bola tersebut bak ditabrak meteor.

Gilmore yang terjatuh langsung bangkit, dan mulai berteriak histeris. "ALICIA! ALICIA! ANJING! SIAL! CELAKA, CELAKA, CELAKA! DIA BENAR-BENAR DIHANTAM METEOR!"

Gilmore langsung berlari, air keringatnya bercampur dengan air mata yang mulai bercucuran. Keduanya menandakan kecemasan yang luar biasa. Gilmore melihat lubang tersebut. Seluruh puing-puing mausoleum dan pemakaman yang hancur berkumpul di sana. Oh tidak! Alicia tertimpa oleh puing-puing! Nadine sempat tidak sadar sesaat setelah terhempas, dan ketika kesadarannya kembali, dia turut berlari ke arah lubang besar tersebut. Nadine syok seketika ketika melihat gundukan puing-puing bangunan memenuhi lubang. Dia melihat Gilmore menuruni lubang tersebut, kemudian mencoba mengangkat dan membuang puing-puing tersebut dengan harapan adanya bongkahan yang melindungi Alicia yang malang. Jangan sampai gadis mungil itu ditimpa dinding raksasa! Gilmore terburu-buru mengangkat batu besar satu per satu. Perasaan bersalah mulai menghantuinya, mengingat dia dan Nadine-lah yang mengajak Alicia ke tempat yang tidak seharusnya, dan berjanji akan melindungi Alicia jika terjadi sesuatu.

"ALICIA! ALICIA! KAU MENDENGARKANKU? JAWABLAH, SIALAN! ALICIA! ALICIA!

Nadine yang histeris mencoba memanggil Gilmore agar berhenti membongkar puing-puing tersebut karena semua usahanya sia-sia.

"Gilmore! Berhenti!"

"TIDAK! TIDAK BISA! ALICIA ADA DI SANA! CEPAT BANTU AKU MENGELUARKAN ALICIA!"

"KAU TIDAK AKAN BISA MELAKUKANNYA, GILMORE! KITA HARUS SEGERA MELAPORKAN INI KE PIHAK BERWAJIB!"

"SIALAN, NADINE! ALICIA SUDAH MATI JIKA KITA MENUNGGU PIHAK BERWAJIB!"

Nadine merasa Gilmore terlalu keras kepala untuk bernalar. Dia pun segera mengeluarkan telecomm dari saku untuk menghubungi pelindung sipil, brigade api, apapun itu. Betapa Ilahi mengutuknya, perangkat komunikasinya mati. Kacanya retak, bentuknya sudah tak jelas. Sepertinya hempasan tadi terlalu kuat, sehingga menghancurkan telecomm portabel yang berada di sakunya. "Oh tidak!" Nadine panik.

Gilmore mencoba mengangkat salah satu bongkahan batu terbesar. Sayangnya dengan semua otot tersebut, batu itu hampir tidak bergeser.

"AH KEPARAT! KEPARAT! KEPARAT …!" Gilmore yang sudah mulai putus asa berlutut sambil meninju bongkahan batu tersebut. Kini hanya kata kutuk yang dapat ia kerahkan. Nadine menyusul turun dan memberitahukan masalah perangkatnya kepada Gilmore.

"Gilmore! telecomm-ku rusak! Berikan telecomm-mu!" perintah Nadine.

Gilmore mengeluarkan telecomm di belakang sakunya. Miliknya juga tidak dapat menyala karena rusak. Keduanya kehilangan harapan, Nadine pun terduduk di samping dan mulai menangis. Gilmore yang sudah menangis dari tadi terus menyingkirkan puing-puing agar dapat segera menemukan Alicia.[]