Bermimpi sebagai seorang penyihir penyelamat dunia adalah bentuk kepuasan sendiri bagi Alicia Crimsonmane, membuatnya enggan untuk masuk kembali ke alam mortal. Namun tubuhnya berkata lain. Raga sang gadis yang masih mengikuti jam biologis normal tidak bisa membiarkannya berada di langit angan-angan selamanya. Matanya yang masih diselubungi kelopak dapat merasakan secercah cahaya berhasil menembus celah tirai.
Telinganya menangkap suara jeritan tertekan dari jauh. Mungkin hiruk pikuk biasa di kota besar. Lalu disusul lagi seseorang menggedor pintu.
Alicia langsung terperanjat, suasana hati tersambar petir di tengah musim panas muncul lagi. Dengan memasang wajah beringas, Alicia segera menyambar pintu dan bersiap untuk mengerahkan amukan pagi hari kepada siapapun yang mengganggu tidurnya.
Terungkaplah Leith dengan muka menyebalkannya. Bagus, Alicia bisa mengeluarkan amarahnya secara maksimal.
"Syukurlah kau cepat bangun." Alicia belum sempat mengeluarkan sepatah kata, Leith sudah memotongnya terlebih dahulu. "Kemaskan barangmu, segera!"
"Ada apa sih buru-buru begini?" balas Alicia.
Leith tidak menggubrisnya dan langsung berlari ke ruang tamu. Alicia mendengar percakapan antara Donar, ayahnya, kedua sahabatnya, dan satu suara samar yang familiar. Hanya saja ia masih berpikir keras mengingat siapa pemilik suara tersebut.
Alicia menghampiri mereka yang tampak sudah berpakaian rapi, sedang dirinya masih memakai piyama. Dilihatnyalah sosok Haddock sang pemilik suara yang familiar itu. Ia dan dua pengawalnya nampak sedang bercakap-cakap dengan keluarga dan sahabatnya. Raut wajah mereka tidak begitu mengesankan.
Sang Grand Magus melihat Alicia dengan mata setengah terpejam di balik kacamatanya, serta rambutnya yang agak berantakan. "Sepertinya kita membangunkan sang putri tidur," katanya.
"Oh, tidak." Donar menepuk wajahnya. "Kenapa kamu masih berpenampilan seperti itu?"
"Aku baru bangun tidur!"
"Kalau begitu ganti pakaianmu lalu bergegas kemaskan barangmu. Kita berangkat sekarang juga!"
"Tunggu, kenapa semua pada terburu-terburu, sih? Ini baru jam enam pagi, apa yang aku lewatkan?"
Sesosok mahluk bersayap tiba-tiba menghantam jendela ruang tamu tepat di belakang Haddock. Seisi ruangan sontak gempar dan melangkah mundur.
"Oh, sial!" seru Haddock saat melihat mahluk tadi yang ternyata jenazah yang telah membusuk, bermutasi dengan sayap naga di punggungnya yang hanya berjarak beberapa sentimeter darinya. Dari rahang sampai dadanya mengalir darah segar yang sepertinya baru saja memangsa sejumlah mahluk hidup (manusia?). Mahluk tersebut memamerkan gigi-gigi lancipnya yang tersusun bagaikan zig-zag dan mengerang di balik pita suaranya yang sudah rusak, menghasilkan suara amarah yang mengerikan.
"VAMPIR SUNCHESTER!" Gilmore menjerit seperti perempuan.
"Bukan, BUKAN VAMPIR!" Mahluk itu mengeluarkan cakar yang tajam dari semua jarinya lalu mencoba mencakar Grand Magus. Ia dengan elegan berhasil berputar dan menghindar dari kelima cakar panjang yang tampak tak pernah dipangkas itu.
"ZOMBIE BERSAYAP!" Gilmore menjerit lagi.
"Berhenti menjerit!" tegur Haddock.
Kedua pengawalnya di kedua sisi menghujaninya dengan tembakan sihir. Zombie tersebut cukup cerdas melindungi diri dengan sepasang sayap berzirah tebal. Si zombie berlari menuju Haddock. Haddock mengayunkan tongkat dan merapal mantra.
"𝘓𝘜𝘟 𝘚𝘊𝘏𝘐𝘚𝘔𝘈𝘛𝘐𝘊𝘜𝘚!"
Tiba-tiba dari ujung tongkat keluar sebilah logam tipis yang berhasil menembus celah pertahan sang mayat hidup, menikam dadanya dan membuatnya kaget. Haddock kini menggunakan ranting emasnya bagaikan bilah É𝘱é𝘦!
Dengan secepat kilat Haddock menyayat zombie tersebut. Setiap kali ujung pedang itu menusuk bagian tubuh sang zombie, mengalirlah daya sihir Arcane murni yang sudah disiapkan Haddock sebelumnya, menghasilkan daya kejut bagi si zombie, bahkan membuatnya tampak lebih lemah. Daging-dagingnya meleleh di setiap sayatannya.
Bilah logam itu kemudian lenyap, Haddock mengakhiri pertarungannya dengan tembakan 𝘖𝘔𝘌𝘕 𝘓𝘜𝘊𝘌𝘔 berkekuatan tinggi. Tembakan itu menciptakan lubang pada dada sang zombie sambil mendorongnya keluar dari jendela, menyambut jalan bebatuan di lantai dasar.
Haddock melihat ke bawah untuk memastikan mayat tersebut tetap menjadi mayat. "Itu jawabannya, Alicia."
Alicia serasa tak percaya melangkah sedikit ke depan, Ia mengandalkan inderanya dengan fokus kali ini. Barulah ia sadar bahwa hiruk pikuk tadi tanda kekacauan besar sedang melanda seluruh sudut kota Eidyn. Kepulan asap di mana-mana. Para penduduk berlarian kesana-kemari, sebagian mencegat penduduk lain dan mencabik-cabik tubuh mereka.
Satu lagi alasan ia tidak mau keluar dari dunia mimpi.
"Apa yang sedang terjadi?" tanya sang gadis syok.
"Ternyata teman necromancer kita kembali, dan meneror kota dalam skala besar," jawab Haddock
"Dengan mengubah seisi kota menjadi mayat pemakan daging?"
"Tepat. Ia mencemarkan tanah kuburan dengan sihir hitamnya, membangkitkan sepasukan mayat hidup lalu menyerang para penduduk dan menularkan sihir hitam ke mereka juga."
Haddock kembali menunjuk ke arah zombie yang sudah terkapar tak bernyawa tadi, "Lihat zombie itu? Sihir hitam secara acak membuat sebagian yang tertular bermutasi menjadi mahluk yang lebih aneh."
"Bukankah kalian seharusnya pergi mencegahnya? Apa yang kalian lakukan di sini? Gunakan Orb untuk melawannya!" seru Alicia kepada ketiga wizard elit tersebut.
"Oh bola sihir ini?" Salah seorang pengawal mengantarkan kotak segel berisi bola kesayangannya kepada Haddock. "Dia tidak hanya datang untuk Orb, ia datang untukmu juga."
"Apa lagi maksud Tuan Grand Magus? Aku sudah bukan pemegang Orb lagi!"
"Kau masih ingat saat dia mengatakan kalau kau istimewa? Ia baru saja mengirimkan ultimatumnya lewat kantorku tadi subuh. Ia masih berniat untuk membunuhmu dan menjadikanmu boneka pengendali Arcane murni. Omong-omong soal pemikiran gila."
"Dan itulah kenapa kita harus bergegas dan keluar dari kota ini!" tukas Donar. "Mereka akan membantu kita keluar ke tempat aman, Alicia, jangan khawatir."
Alicia sontak mengerti maksud perkataan sang Grand Magus. "Kalian datang kemari untuk menyerahkanku kepadanya."
Semua mata tertuju kepada si kutu buku Crimsonmane.
"Alicia, apa yang kau bicarakan?" tanya Leith.
"Agosh Grendi bukan sembarang penyihir, bukan? Jika Grand Magus menganggap ultimatumnya serius, ia benar-benar punya kemampuan menghancurkan Eidyn dengan sihir necromancy-nya. Dia akan tetap membakar kota sampai ia mendapatiku."
Mata Alicia menatap tajam ketiga penyihir Magisterium tersebut. "... Dan sepertinya ada sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan Orb jikalau bukan aku penggunanya."
"Oh tidak, jangan asumsi bodoh itu lagi." Tentu saja Leith kembali kesal akan pernyataan Alicia.
Haddock melihat Alicia dengan perasaan gemas. "Kau …! Kau memang jenius! Benar-benar putri Ailsa Crimsonmane!" Sambil tersenyum pulas, ia membukakan kotak segel, menyingkap Orb yang menyala terang.
"Perkataanmu tepat sekali, sungguh memalukan di saat seperti ini, tapi kami memang butuh bantuanmu," ungkap Haddock. "Katakan, apa kau pernah mendengar 'Hukum Bisikan Pertapa' dalam sihir?"
"'Bahwa tidak semua orang dapat merasakan suatu kekuatan kecuali atas seizin sang penghulu kekuatan?" Alicia telah membuktikan kemahfuman akan teori sihir. "Apa hubungannya denga semua ini?'"
Haddock mulai menjelaskan, "Energi dari partikel Protos sangat kuat, namun dapat diserap oleh semua mahluk. Arcane murni tidak demikian. Ia … sangat selektif dalam memilih penggunanya. Aku bisa menggunakan kekuatan Orb karena aku meminta salah satu penyihir mengutak-atik hormon dan saraf otakmu, supaya kau mau memberikan kekuatan Arcane kepadaku."
"Tunggu dulu, aku tidak ingat pernah memberikan kekuatan Arcane kepadamu."
"Tentu saja, aku mengambilnya saat di kantor pengadilan. Saat kau masih pingsan. Tapi tetap aku tidak bisa sepenuhnya mengendalikan kekuatan Orb sesuka hati. Ini tidak berlaku bagi para penyihir Magisterium lain, bahkan para agen Roma pun tidak bisa mengendalikannya—tidak atas seijinmu. Karena bagaimanapun Orb telah memilihmu untuk menjadi pengguna sejatinya. Ia seperti bisa menilai jati diri orang."
"Aku tidak mengerti," balas Alicia. "Aku melihat para penyihir elit menggunakan kekuatan Arcane yang berasal dari peralatan sihirnya."
"Mereka tidak mengendalikan kekuatan tersebut. Mereka hanya menggunakan benda sihir yang kebetulan sudah dimantrai dengan Arcane murni. Dengan kata lain, mereka hanya menggunakan apa yang sudah ada, secara spontan dan instan," balasnya balik.
Alicia tidak banyak belajar tentang natur Arcane murni sebanyak partikel Protos, selain bahwa kekuatan itu eksis dan sebagai penangkal kekuatan Khaos. Ketika mendengarkan penjelasan singkat sang Grand Magus, mengertilah ia alasan dirinya berpotensi diburu satu dunia sihir. Mereka membutuhkan sumber Arcane murni sekaligus pengendalinya. Akan lebih mudah menculik seorang gadis pengendali daya Ilahi di tengah jalanan kota, ketimbang menawan rahib pengendali Arcane di Roma yang terisolasi lagi dijaga ketat.
"Kau ingin aku memberkati semua wizard dengan Arcane murni."
"Tidak hanya itu," sahut Haddock. "Tidak ada yang bisa menetralkan inti kekuatan Protos daripada Agosh, selain seorang pengendali sejati. Kau pernah mengeksorsis pengguna partikel Protos bukan? Kau adalah kandidat yang co--"
"Aku tidak terima!" Donar menukas mereka berdua, "Grand Magus, kita baru saja sepakat untuk menjauhkan putriku dari masalah. Sekarang kau malah mengantarkannya? Apa kau sudah gila?"
"Aku mungkin keliru, Tuan Donar. Kurasa putrimu memang punya potensi," ujar Haddock.
"Suruh saja Kekaisaran Abadi mengirimkan para rahib Ordo Celestian lewat Ototravel!" Donar mulai kehilangan ketenangannya. "Atau tahan penyihir itu dengan pengekang Gleipnir sampai dia bisa dinetralisir! Apapun selama tidak melibatkan putriku lagi!"
Haddock melontarkan argumennya. "Donar, putrimu dipilih oleh sumber Sempena Ilahi. Bagaimana dirinya bisa lari dari takdir tersebut?"
"Dia hampir saja dibunuh oleh penyihir mayat iu kemarin, sekarang kau menginginkannya untuk menghadapinya sekali lagi, dan untuk apa? Putriku tidak akan bisa mengutilisasikan Arcane secara penuh, ia bukan penyihir. Ia tidak pernah ditakdirkan demikian!"
"Ia jelas-jelas mengendalikan kekuatan Arcane murni, bukan penyihir darimana! Kau sama seperti para 'tetua' yang lain yang memegang pemahaman yang kolot. Mungkin sudah saatnya pemikiran seperti itu dibuang jauh-jauh dari budaya sihir Europa!"
"Berani-beraninya kau mengatakan nila-nilai luhur Europa kolot? Nilai-nilai inilah yang membuat kalian bertahan hidup sampai sekarang!"
"Dan nilai-nilai yang sama yang membuat seni mistis Wizardry tidak berkembang seperti yang lain!"
"Kau tidak berhak mengambil putriku begitu saja. Aku punya hak untuk menjauhkan keluargaku dari mara bahaya! Aku seorang anggota parlemen, kuperintahkan kalian menuruti hakku dan mundur!" Donar mulai mengeluarkan tongkat sihirnya.
"Grand Magus Tanah Sihir tidak terikat pada hirarki pemerintah selain daripada sihir itu sendiri." Haddock pun spontan menodong tongkat sihirnya juga. "Demi keseimbangan dunia sihir aku juga punya wewenang untuk melindungi dunia sihir dari bahaya pula."
Di saat orang dewasa mulai berkelahi, Alicia menghalangi mereka berdua. "Aku akan ikut serta dengan Grand Magus!"
Donar dan Haddock berhenti mengoceh dalam sekejap. "Alicia jangan ikut campur urusan orang dewasa--"
"Tidak, Papa yang berhenti ikut campur!" bentak sang gadis tegas.
Donar kehilangan kata-kata.
"Sejak kapan kamu berbicara seperti itu?
"Sejak semua orang menganggapku sebagai aib yang tidak bisa apa-apa tanpa mempedulikan perasaanku!" Meluaplah perasaan getirnya yang ia tahan selama ini. "Apa yang Papa inginkan dariku, terjebak di Trinketshore seumur hidup agar selalu aman dari bahaya dunia luar?"
"Apa kau tahu resikonya jika semua orang di kota melihatmu menggunakan kekuatan Arcane murni?"
"Semua penyihir di seluruh pelosok dunia sepertinya sudah tahu akan keberadaanku. Tiada guna mengkhawatirkan itu lagi."
"Alicia, dengarkan Papa--"
"Aku lebih baik mati menjadi seorang penyihir, daripada harus hidup seribu tahun menjadi pribadi yang aku benci!"
Gilmore geregetan ingin menegur temannya, tapi Nadine menahan pundak Gilmore dan mengajaknya untuk mundur.
Pikiran Alicia terselimuti kabut emosi. Donar mulai mengintropeksi dirinya. Apakah dirinya benar-benar kurang memperhatikan dan memperdulikan putrinya selama ini? Dirinya jarang bertemu dengan Alicia. Semenjak kehilangan sosok ibu, putrinya serasa tersesat dan di luar jangakauannya. Ia memang tidak semahir istrinya dalam memberikan perhatian kepada anak-anaknya, meskipun ia berusaha sebaik mungkin. Hal itu tidak cukup, membawanya sampai ke titik ini. Alicia sudah muak akan hidupnya tidak ada arti, dan ingin nekat keluar mencari arti tersebut. Mencari arti dengan cara apapun walau hanya bisa mengecap sesaat sebelum, siapa tahu, mati sebagai bagian dari konsekuensinya.
"Aku benar-benar tidak bisa menghentikanmu, ya?" tanya Donar. Ia menghela napas dan terpaksa menurunkan tongkatnya. "Kalau kau memang merasa Orb adalah bagian dari dirimu sekarang, apa boleh buat. Tapi kami ikut denganmu. Tidak ada kompromi!"
Haddock ikut menurunkan tongkatnya, "Cukup adil." Ketegangan yang meliputi satu ruangan mulai mereda.
"Jadi, kau ingin menjadi penyihir, Alicia?" tanya sang Grand Magus.
Alicia berbalik menatapnya.
"Kalau begitu, selamat datang di dunia sihir. Beginilah gambaran dunia sihir sebenarnya. Lupakan sosok penyihir Aeetes dalam dongeng pengantar tidur. Kau akan bertempur melawan kuasa kegelapan, penyihir morganian, para avatar Khaos. Kau akan melihat kengerian, kesengsaraan, kematian, dan kehampaan. Kau akan selalu mempertanyakan pilihan dan moralmu setiap kali bertindak sebagai penyihir. Bayangan akan selalu memburumu sampai liang lahat, hidupmu takkan pernah aman. Tetapi semua itu demi mempertahankan kelangsungan hidup umat manusia dari kuasa jahat. Apakah kau siap mengemban beban tersebut seumur hidup?"
Haddock mengatakannya dengan serius. Alicia merenung sejenak. Dia membayangkan jejak hidupnya akan merekam banyak pertempuran dan kematian yang mengerikan seperti yang dia alami selama ini. Apakah dia benar-benar menginginkan ini? Menyaksikan orang dikutuk menjadi sesuatu yang najis di mata dan pikirannya? Bahkan jika dia yang dikutuk atau menyebabkan kutukan? Mengisi semua pikirannya dengan kenangan traumatis yang bahkan berabad-abad tidak akan binasa? Tidak dapat menutup matanya hanya untuk satu detik, mengetahui bahwa takdir akan sama jahatnya dengan para penjahat yang menginginkan kepalanya? Apakah ini satu-satunya cara untuk mencapai impian gadis itu?
"Aku punya mimpi. Mau tidak mau aku harus melalui apa yang harus dilalui untuk meraihnya, Grand Magus Haddock."
"Kalau begitu, bantu kami menyalurkan kekuatan Orb ke seluruh penyihir, dan hilangkan pengaruh partikel Protos dari Agosh Grendi!" Haddock menyerahkan Orb ke telapak tangan sang gadis. Ketika Orb menyentuh buku-buku jarinya, suasana hati Alicia yang sedang getir kini berseri tenang dan hangat.
Haddock berkata lagi, "Bantu kami, dan aku berjanji Orb akan menjadi milikmu sepenuhnya. Aku juga akan mengajukan proposal ke Kekaisaran Abadi untuk membawamu ke para rahib Celestian. Mereka mungkin dapat membantumu mengeluarkan potensi sebagai seorang penyihir pengendali Arcane!"
Alicia seolah tak mendengar karena sedang mencoba melakukan sinkronisasi kembali dengan Orb. Kini tubuhnya berpendar penuh taburan bintang. Ini kali pertama Donar melihatnya, dan ia masih tidak percaya kalau putrinya bertransformasi bak dewi bukanlah mimpi.
"Aku menerima tawaran Tuan Grand Magus. Mari kita tundukkan necromancer itu bersama!" Alicia menjawab tegas dengan Orb mengambang di udara. []