webnovel

BULLY IN THE ALLEY

Satu-satunya yang ada di benak Alicia sekarang adalah kembali ke Trinketshore sampai sang Grandmaster Magisterium mengabarinya kembali. Metropolitan Eidyn tidak lagi menjadi daya tariknya. Ia berharap untuk berjalan mencari udara segar, keluar dari segala sesuatu yang membebani pikirannya saat itu, namun warga kota tak henti-hentinya mendekati sang gadis seolah ia adalah dewa dalam suatu kultus.

Setelah dipikir-pikir, ini malah menjadi suatu ironi baginya. Dulunya ia ingin dipuja, diakui akan suatu pencapaian, dan sekarang ia mendapatkannya, dengan ganjaran ia tak dapat buang air dengan tenang di toilet publik. Bagaimana orang-orang bisa mengenal sosok Alicia Crimsonmane itu? Koran tidak memuat wajah kutu bukunya. Televisi bahkan tidak menayangkan dirinya digotong oleh penyihir lain layaknya korban longsor (longsor mayat). Tapi bagaimana orang bisa melihatnya bermuram durja sambil berjalan lalu berteriak "Hei lihat, itu orangnya! Sang pemegang sempena Ilahi, Alicia Crimsonmane! Ayo minta berkat daripadanya." Memangnya perempuan berwajah suram seperti itu terlihat seperti pemegang sumber sihir terkuat alam semesta? Kalau iya, maka sesungguhnya yang mereka peroleh tak lain hanyalah kutukan dewata.

Mungkin Alicia lupa, rambut merah tua alaminya adalah satu-satunya ciri fisik yang mencolok dari seorang Crimsonmane. Dan lagi, Alicia satu-satunya anggota dari keluarga besar yang terlihat seperti perempuan kutu buku berkacamata berkepribadian introvert yang merayap di lorong-lorong perpustakaan akademi. Tunggu, Alicia memang begitu, sih.

"Alicia! Ayo keluar jalan-jalan." Nadine membujuk Alicia yang memasang Alat Pendengar Pribadi, memainkan lagu pop klasik di ruang keluarga. "Tunjukkin kita tempat-tempat menarik, dong! Tempat wisata, belanja, restoran, apapun."

"Nadine, aku tak tahan berada di luar," lirihnya, "Aku hanya ingin membeli cemilan di toko kelontong di depan apartemen, dan sekejap seisi toko membludak merebut diriku. Lagian, Leith yang lebih sering berkeliling Eidyn daripadaku. sampai muntah, bahkan. ajak saja dia."

Leith juga tidur-tiduran di sofa sambil memainkan konsol portabelnya, menceletuk si kakak, "Sudah tahu aku bosan dengan Eidyn, malah disuruh pergi, dasar bodoh."

"Aduh, Leith tidak seru kalau diajak jalan," sambung Gilmore. Pria besar itu masih berkutat dengan cemilan yang dibeli oleh Alicia; cemilan yang sebenarnya diperuntukan untuk sang gadis seorang. "Kalau dia tidak mengeluh sepanjang perjalanan, pasti bakalan tantrum di trotoar!"

"Sembarangan! memangnya kalian seru diajak jalan?" Leith membantah, "Sudahlah norak, lelet, kelihatan sekali kampungan!"

Hidung Gilmore mendengus sisa buangan karbon. "Halah, pantas saja kau tidak punya teman selain papan mesinmu, dasar tukang kritik. Bersyukurlah akan hidup sekali-kali, bung!"

"Jumlah temanku lebih banyak daripada jumlah IQ-mu."

"Bocah!"

"Bodoh."

Adu mulut kedua lelaki kian merusak melodi Gibb Bersaudara yang bernyanyi di telinganya. Bukan komposisi musik yang cocok. Alicia kesal dan berteriak kepada mereka, "Teman-Teman, tolonglah. Aku hanya ingin ketenangan!"

"Kalau mau ketenangan, kenapa masih di sini? Kau kan ada kamar. Ini tempatku. Hak lahirku. Pergi dari sini jauh-jauh kalau tidak suka, hus," tukas sang adik.

Alicia, yang mati gaya karena rasa bosan terjebak di apartemen sang ayah, membuat kedua sohib tidak sabaran. Nadine langsung menarik kemeja putih Alicia dan menyeretnya keluar.

"Hei, apa yang kau lakukan?" Alicia sontak terkejut karena diseret Nadine.

"Kau akan mendapatkan ketenanganmu di Trinketshore, nona," ujar Nadine, "Kita bahkan hampir tidak merayakan kemenanganmu kemarin. Sekarang kita lakukan dengan jalan-jalan!"

Gilmore ikut bersemangat dan langsung mendorong sang gadis kacamata. Alicia berteriak minta tolong kepada Leith yang tiduran di sofa, namun sang adik hanya membalas dengan lambaian tangan.

Mau tidak mau Alicia harus meladeni mereka untuk menyusuri Eidyn yang tak akan pernah padam suasananya. Nadine membawa mereka ke toko departemen terbesar di Eidyn. Lalu, Gilmore menyeret kedua gadis ke salah satu chippers—kedai fish-n-chips—yang terkenal di Eidyn hasil rekomendasi oleh Alicia, hanya untuk mencicipi sekotak Cigar Bar—cemilan Caledonia berupa coklat dengan campuran rempah dibalur dengan tepung yang digoreng. Tentu saja Gilmore tidak meninggalkan restoran tanpa membawa sejumlah porsi protein di dalam perutnya.

Alicia perlahan menampakkan durja antusias. Pikirannya penuh dengan permasalahan saat ia menginjak tanah Eidyn, sampai-sampai ia lupa kalau dirinya sudah lama ia tak berada di 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩. Menikmati 𝘊𝘪𝘨𝘢𝘳 𝘉𝘢𝘳 yang manis mengembalikan kenangan lamanya, saat ia diam-diam ditraktir oleh pelayannya, Whucksmire, untuk makanan yang sama. Kala itu ibunya pasti tidak akan mengijinkannya melahap kudapan yang dapat membuat seorang anak kecil overdosis gula.

Nadine tahu Alicia sangat suka hal-hal berbau sihir, maka ia juga mengajak Alicia untuk mengeksplorasi Museum Penyihir Nasional yang baru saja dirombak total. Kesan lesu sang gadis Crimsonmane langsung menghilang. Pesona cinta gilanya terhadap sihir bergejolak lagi, ditandai dengan tak henti-hentinya ia mengoceh tentang setiap pajangan sihir kepada kedua sahabatnya.

"Sudah kubilang kan, penyamaran buatanku pasti bekerja," kata Nadine kepada Alicia yang sekarang mengenakan beret merah kotak-kotak untuk menyembunyikan sebagian surai merahnya yang diikat, lalu disertai dengan penutup mulut dan dipadukan dengan kemeja putih dan jaket merahnya yang tipis. Kesan kutu bukunya hampir tidak terlihat.

"Ya, ya, baiklah. Kau menang kali ini, Nadine." Alicia mengalah. "Tapi bisakah kita kembali ke apartemen? Jujur saja, saat ini badanku tidak bisa berada di luar lama-lama."

Setelah setengah hari berkeliling Eidyn, waktu menunjukkan pukul empat. Mereka memutuskan untuk kembali ke apartemen. Ketiga serangkai berjalan memasuki sebuah distrik kota mati sambil berbincang. Tepat pada saat itulah Alicia menyadari suatu kejanggalan.

"Alicia? Kenapa kau berhenti?" Gilmore berbalik karena Alicia memandang sekitarnya dengan wajah keheranan. Tidak ada lalu lalang di bagian kota ini, bahkan satu-satunya sumber suara adalah mereka sendiri. Ia melihat sebuah gedung terbengkalai dan setengah roboh, dengan palang besar bertuliskan "Anda Memasuki Distrik Hamstagg".

"Aku tidak ingat ada yang namanya distrik Hamstagg di Eidyn," katanya, "dan kita tidak seharusnya lewat sini."

"Uh, mungkin kau saja yang tidak tahu. Lagipula kamu sudah lama tidak ke sini, kan?" ujar Nadine.

Sedangkan Gilmore, menanggapinya dengan tanggapan lain, "Jangan bilang kita tersesat, Alicia."

"Apa? Tidak mungkin. Aku ingat jalan ke apartemen, kok … atau, mungkin iya, kita sedikit tersesat." Alicia memutar-mutar lehernya lagi, mencari petunjuk. "Lihat, monumen Eidyn masih di sana," tunjuk Alicia ke arah menara tinggi penuh pahatan gothic kuno, "Mari kita kembali ke monumen dan melacak kembali arah pulang kita dari sana."

Mereka kembali berjalan, kembali larut pula dalam perbincangan. Memang sudah menjadi kewajaran bagi para sahabat untuk saling bertukar pikiran, sampai-sampai mereka lupa waktu. Alicia membutuhkan waktu cukup lama untuk sadar bahwa mereka masih belum sampai di monumen tersebut, padahal jaraknya dari mereka tidak sampai dua kilometer.

Mata Alicia terbelalak hanya untuk melihat bahwa mereka persis berada di tempat, di titik yang sama seperti sebelumnya. Papan yang sama bertuliskan "Anda Memasuki Distrik Hamstagg", hanya saja dengan arah jalan mereka berbalik dari sebelumnya sebagai pembeda.

Nadine mulai ikut merasa tidak enak. "Apa kita baru saja berjalan berputar-putar?"

Gilmore juga bergidik.

Alicia merogoh tasnya dan melihat Orb di dalamnya. Ia mengangguk dan memberitahukan kepada yang lain, "Tidak salah lagi, ini perbuatan sihir. Persiapkan senjata kalia–"

Sebuah tembakan sihir datang dari atas gedung, melesat ke arah kepala Alicia! Gilmore dengan cepat menangkap Alicia dan mereka membentur tanah!

Sekelompok manusia berpakaian serba hitam berlari dari antah berantah membawa pedang dan gada, menyergap ketiga serangkai dari segala arah.

Salah seorang hendak menghantam kepala Gilmore dengan gada. Untungnya Gilmore dengan sigap menunduk dan menghantam rahangnya dengan gerakan lariat. Ia langsung merebut gada tersebut dari tangannya.

"Sayang sekali, tidak ada sesuatu seperti pedang pas kantong, atau pedang rakitan, Teman-Teman." Gilmore mendekat ke kedua sahabatnya sambil menghalau para sekelompok orang asing itu.

Alicia masih sempat-sempatnya bercanda dengan pria besar itu. "Kupikir kamu bawa pisau pramuka?"

"Sekarang baru kau peduli dengan pisau pramukaku?"

Para penyihir ikut bermunculan dari atap-atap gedung, menjemput tanah dengan sapu ajaib.

Semua orang tersebut mengenakan jaket kulit hitam berpola emas. Wajah mereka ditutup oleh topeng emas berbentuk wajah manusia dengan ukiran dan kata-kata sihir, lengkap dengan topi datar hitam sebagai penghias. Khusus untuk para magi, kepala mereka diselubungi oleh topeng tudung berwarna hitam dan emas. Sepasang google melindungi lubang mata topeng.

Gilmore berbisik kepada Alicia di sampingnya, "Karena kita baru dari museum sihir, apa kau mengenal siapa mereka ini? Mungkin mereka salah satu kelompok penyihir dari celotehanmu yang tidak aku perhatikan itu."

"Dilihat dari penampilan mereka, yang pasti bukan sembarang penjahat," sahutnya. Alicia langsung melayangkan pertanyaan kepada sekelompok orang asing itu. "Siapa kalian? Apa mau kalian, membuat ketiga remaja berputar-putar di gang kota mati?"

Salah seorang yang berada di hadapannya mendekati mereka. Ketiga serangkai langsung melangkah mundur, Orb semakin terang di tangan Alicia.

"Siapa kami bukanlah urusanmu. Serahkan kami bola Arcane murni itu, dan ini akan menjadi kali pertama dan terakhir kita bertemu," kata manusia bertopeng tersebut. Suaranya berat dan parau serasa dibuat-buat sebagai bentuk penyamaran.

Alicia hanya menggulingkan matanya dan mendesah bosan. "Orb lagi, Orb lagi. Padahal aku baru saja akan mendapat satu hari yang menyenangkan di Eidyn, dan sekarang kalian langsung merusak semuanya!"

"Berikan bola sihir itu sekarang, dan mungkin kami tidak akan merusak harimu lebih lanjut, nona," responnya lagi dengan sedikit intimidasi.

"Maaf, tuan. Tuan harus lebih menyeramkan dari necromancer yang kulawan tidak lama ini, jika ingin membuat kami benar-benar patuh!"

Alicia langsung melapisi Nadine dan Gilmore dengan daya ilahi. "Kita tundukkan beberapa penyihir lalu kabur dari sini!"

Nadine dan Gilmore segera bergegas menghajar mereka dari masing-masing sisi. Alicia menembak manusia bertopeng yang berbicara itu, lalu menembakan daya Arcane ke atas langit. Daya tersebut kemudian memecahkan diri menjadi proyektil-proyektil kecil lalu menghujani kelompok penyamun tersebut, membuat formasi mereka ambyar!

Masing-masing penyihir jahat bertudung mengeluarkan sebongkah batu hitam sebesar genggaman tangan; Sebuah partikel Protos! Mereka menghirup batu yang menyublim, dan tubuh mereka mengalami epilepsi, dipenuhi aura ungu yang menggetarkan bulu kuduk serta sukma Alicia ketika menatap mereka dengan mata lebar. Kelihatannya para penyihir belum memutuskan untuk menyerah setelah mortar Arcane menghujani mereka. Mereka langsung mengeluarkan segala bentuk sihir kegelapan berkekuatan tinggi ke arah ketiga serangkai. Gilmore dan Nadine hampir menjatuhkan semua penjahat tanpa sihir, namun saat para ahli nujum menembakan sihir Khaos, keadaan menjadi sedikit lebih rumit. Mereka berdua terkena tembakan sihir Khaos, menumbangkan mereka berdua. Daya Khaos yang bergesek selubung Sempena Ilahi menghantarkan gering pada sekujur tubuh mereka! Untungnya dengan berkat sisa kuasa Arcane masih mengalir di nadi mereka, mereka dapat segera bangkit; walaupun kekuatan tersebut harus memudar akibat bertubrukan dengan Khaos. Masing-masing dari mereka kembali meliuk menghajar para penyihir satu per satu dengan gesit.

Salah satu contoh ciri penyihir yang buruk: Tidak menguasai bela diri jarak dekat.

Alicia mungkin boleh bersyukur akan hal ini. Dengan sedikit bekal dari Gilmore dan Nadine, nasib Alicia lebih mujur daripada sekerumun penjahat bertopeng misterius itu. Ditambah dengan keuntungannya sebagai penyihir, Alicia dapat menghindar serta menghancurkan serangan kutuk dengan sihir dari Orb. Alicia kemudian meledakan sihir gelombang kejut kepada salah seorang penyihir, membuatnya terhempas bebas menembus cakrawala dan terjebak dalam kemilau bintang!

Tidak, tidak selebay itu. Hanya terhempas beberapa meter cukup membuat urat sarafnya dalam keadaan syok. Tapi tetap saja, penyihir yang malang. Alicia melakukan hal yang sama terhadap sisa penyihir dan prajurit yang lain, dan mengejutkannya, itu berhasil.

Memang sangat mengejutkan. Alicia yang kelihatannya tak berdaya pun sama tidak percayanya. Rencana mereka hanyalah menghajar beberapa personel sampai mereka bisa mendapatkan celah untuk kabur. Namun kenyataannya, mereka terlalu terlena dalam pertandingan, dan tanpa sadar berhasil melumpuhkan mereka semua, hampir tiada gores. Para penyihir dan prajurit misterius ini tampak lebih lemah dari kelihatannya. Dari gaya bertarung dan cara mereka mempraktikan sihir, sepertinya mereka adalah para prajurit dan penyihir amartiran yang baru saja lulus akademi. Akan tetapi, alih-alih terjun bekerja dalam instansi pemerintah, mereka memilih untuk menganggur dan membuat semacam geng kultus abal-abal, lalu mengklaim distrik dengan suasana yang sama menyedihkannya dengan kondisi mereka sebagai markasnya.

"Baik, ini kesempatan kita untuk kabur," kata Nadine.

Namun, ada satu penyihir bertopeng yang belum mau tunduk.

Ia adalah orang yang sama yang membuka suara kepada Alicia. Dirinya memengang tongkat sihir dengan kedua ujung jarinya. Ia menggumamkan mantra.

"𝘝𝘢𝘤𝘶𝘶𝘮 𝘚𝘤𝘩𝘪𝘮𝘢𝘵𝘪𝘤𝘶𝘴!"

Sihir tersebut mengeluarkan sebilah logam panjang mirip dengan sihir 𝘓𝘶𝘹 𝘚𝘤𝘩𝘪𝘴𝘮𝘢𝘵𝘪𝘤𝘶𝘴 yang pernah dirapalkan Grand Magus Haddock. Perbedaan yang paling mencolok ialah bilahan tersebut tidak bercahaya putih, melainkan hitam legam dengan pancaran sinar ungu lembayung—sebuah pedang kehampaan.

Sang penyihir lalu meloncat dan hendak menikam si gadis kutu buku! Setelah serangkaian percobaan penyayatan, sang gadis menyodorkan Orb ke ujung pedang tersebut, yang dengan mudahnya membuat pedang tersebut pecah. Alicia mengendalikan sebuah balok kayu dari jalanan dan menghantam kuat muka sang penyihir dengan itu!

Alicia melayangkan peringatan kepada penyihir yang sudah hancur topengnya. "Tuan, biarkan kami lewat, jangan membuat segalanya lebih buruk!"

Penyihir jatuh membelakangi sang gadis berkacamata. Saat ia menoleh ke arah Alicia, topeng tudung kainnya sudah hampir sobek. Kaca google-nya hancur, hilang entah kemana. Dari situ wajah sang penyihir terungkap, yang mana membuat Alicia mematung tersentak bukan kepalang. Ia mundur, para sahabatnya bingung. "Alicia, ada apa? Kamu kenal orang itu?"

"D-dia …!"

Alicia tergagap-gagap.

"Spencer Crimsonmane?"

Orang yang dipanggil Spencer itu masih terduduk. Ia langsung mengarahkan tongkatnya ke sebuah gedung tua dan "melemparkan" gedung tersebut ke arah tiga serangkai.

"Alicia, awas!" seru sahabatnya yang lain.

Alicia yang cepat sadar langsung membentuk medan gaya Arcane, melindungi mereka dari benturan telekinesis gedung yang berubah menjadi puing-puing mengambang.

Penjahat yang lain terkena serangan ayan hebat, sebelum bangkit kembali dengan kekuatan partikel Protos. Sebagian dari mereka memiliki topeng yang rusak pula, menampilkan wajah-wajah familiar yang membuat Alicia makin kebingungan. Perasaan remehnya berganti takut.

Wajah-wajah yang sama yang menatap keji Alicia saat pesta di villa Alasdair beberapa hari lalu. Beberapa dengan rambut merah sama dengan dirinya.

Keluarga Alicia sendiri.

"Spencer? Doyle? Paman John? Bibi Aimee? Yang lainnya? A-apa maksudnya ini?"

"Oh, haram jadah Crimsonmane." Spencer perlahan ikut berdiri. "Kau seharusnya menyetujui tawaran Kakek ketika ada kesempatan." []

Now Alicia is a girl in Hamstagg Alley

Wey hey, wey hey, bully in the alley

Alicia is the girl that I spliced nearly

Bully down in Hamstagg Al

RestuIbucreators' thoughts