Malam ini malam ke dua puluh sembilan Andika berada dalam khalutnya. Tidak ada kejadian aneh selama itu. Bibit jagung Saidul sudah tumbuh sejengkal, berbaris rapi disamping pondok. Jazulan sering datang beberapa kali terutama saat malam jika turun hujan deras. Saidul kadang bersyukur ada yang menemaninya walaupun Jazulan hanya duduk diam diatas sajadahnya sambil berdzikir. Walaupun mereka tidak pernah mengobrol, Saidul merasa Jazulan sangat memperhatikan Andika. Bahkan kadang-kadang Jazulan yang menuntun Andika ke Mesjid ketika Isya. Andika harus dituntun karena seluruh kepalanya ditutupi kain. Selama khalut ia harus berada dalam selubung. Tidak boleh menampakkan wajah, maksud sebenarnya agar pandangan matanya terjaga, sehingga hatinya hanya mengingat Allah semata-mata. Takaran makanannya setiap hari akan dikurangi sedikit demi sedikit, sehingga tubuhnya akan sedikit melemah. Karena perut yang lapar akan membuat hati terjaga. Perut kenyang membuat tubuh lemah dan mengantuk, sehingga akan berat untuk beribadah. Demikian penjelasan Tengku Razak. Saidul sendiri sudah pernah mengikuti suluk selama 10 hari. Tapi khalut dia masih belum sanggup. Khalut itu tantangan berat. Saidul merasa salut melihat Andika yang baru nyantri langsung berkhalut, Andika sangat tabah dalam menjalani khalutnya. Terkurung diruang sempit dan gelap. Berdzikir didalam kelambu, berhari-hari, minggu dan bahkan lebih dari sebulan. Sering kali Saidul mendapat sms tengah malam dari Andika yang mengatakan kalau ada sosok hitam tinggi besar berdiri tepat didepannya. Atau pintu biliknya terbuka, apakah Saidul yang membukanya? Tapi Saidul hanya melihat pintu bilik Andika tetap tertutup, itu cuma gangguan setan saja bang, balas Saidul. Sungguh cobaan yang berat bagi orang biasa seperti mereka. Tetapi Saidul sangat kagum pada Andika yang memiliki tekad dan keberanian luar biasa. Sangat jarang ada orang baru mondok, tidak ngerti apa-apa, tapi langsung belajar dengan kemajuan luar biasa. Seminggu pertama belajar, Andika sudah menguasai membaca kitab awal dan dapat dengan mudah menyerap pelajaran Nahwu Saraf yang bagi kebanyakan santri sangat sulit mempelajarinya. Tapi Andika seperti mempunyai formula sendiri dikepalanya. Dengan mudah ia menyerap pelajaran yang diberikan padanya.
Malam ini, sehabis shalat Isya di mesjid Saidul membantu Andika menyediakan makan malamnya. Setengah piring nasi campur garam dan minyak jelantah dan sebutir telur rebus.
Minggu pertama nasi itu berisi penuh satu piring, namun karena setiap hari harus dikurangi takaran berasnya sedikit demi sedikit, hari ke 29 ini banyaknya nasi tinggal setengah piring saja setiap siang dan malam. Sedangkan pagi Saidul hanya menyediakan air putih panas dan sepotong ubi rebus atau jagung rebus.
Bunyi petir menyentakkan Saidul yang sedang mengulang-ngulang bacaan dari kitab Sirus. Dirasakannya angin berhembus kencang dan terasa sangat dingin. Tampaknya sebentar lagi akan turun hujan lebat. Saidul menyimpan kitabnya dan menggulung tikar pandan alas duduknya di teras pondok, ia bermaksud hendak masuk kedalam pondok dan menutup pintu. Tapi urung ketika ia mendengar suara langkah kaki dibawah tangga, dilihatnya Jazulan merangkak naik keatas pondok. Saidul sudah terbiasa dengan kedatangan Jazulan sehingga ia tidak kaget lagi. Dengan kedatangan Jazulan Saidul tidak jadi memindahkan tikarnya agar Jazulan bisa duduk nyaman disana. iapun tidak jadi menutup pintu pondok dan membiarkannya terbuka lagi.
Jazulan duduk diam menatap malam yang dingin dan sunyi. Angin kencang dan dingin meliuk-liukkan pepohonan dan tanaman ubi disekitar pondok. Jazulan seperti tidak terpengaruh oleh gemerisik angin dingin itu.
"Anginnya kencang ini, akhi masuk saja kedalam." Kata Saidul walaupun dia tahu, biarpun hujan Jazulan akan tetap duduk diteras pondok. Terpaan angin kencang yang dingin seperti tidak dirasakannya. Bahkan kain sarung yang Saidul berikan tidak pernah dipakainya, sarung itu akan tetap berada ditempat mana Saidul meletakkannya. Sejujurnya, Saidul merasa senang jika hujan begini Jazulan ada disini ikut menemaninya. Setidaknya ia tidak sendirian di pondok terpencil ini. Diaekeliling mereka hanya pepohonan dan kebun. Malam ini angin semakin lama semakin kencang. Dan benar saja, tidak lama hujan deras di sertai angin kencang bersuitan turun diiringi kilat dan guntur sambung menyambung. Air hujan yang sangat lebat itupun ikut terbang kedalam pondok tertiup angin kencang yang berputar-putar, sepertinya musim angin kencang sudah mulai tahun ini. Biasanya kalau musim begini, nelayan akan jarang kelaut. Harga ikan akan menjadi sedikit mahal.
Saidul menggelengkan kepalanya, pikirannya jadi melantur kemana-mana. Hujan turun semakin deras saja, teras pondok sudah basah semua, dia segera keluar dan menarik Jazulan yang basah kuyub agar masuk kedalam serta menutup pintu. Kali ini Jazulan tidak menolak. Ia ikut masuk kedalam pondok yang walaupun kecil, tapi sangat kokoh. Ia juga mengganti baju dan sarungnya yang basah dengan baju dan sarung Saidul. itupun setelah didesak Saidul berulang-ulang. Jazulan memilih duduk disamping pintu bilik Andika. Ia duduk bersila dan mulai memejamkan matanya kembali, sementara bibirnya berbisik Allah Allah. Saidul tau, Jazulan akan terus seperti itu sampai pagi. Selama Jazulan bermalam di pondok, Saidul tidak pernah melihat dia tidur. Entah kapan dia tidurnya. Dia akan terus duduk dan berzikir. Sekali-kali ia melantunkan qasidah burdah dengan suara pelan dan berat atau syair berbahasa arab. Tetapi qasidah Burdah lah yang sering ia lantunkan. Saidul faham syair itu adalah bentuk kerinduan pada sang penghulu alam.
"WAHAI TUHANKU, SELAWAT DAN SALAM SUDILAH ENGKAU LIMPAHKAN KEPADA KEKASIHMU SENANTIASA SELAMANYA. SEBAIK BAIK MAKHLUK YANG ENGKAU CIPTAKAN.
DIALAH PENGHULU DARI DUA DUNIA DAN DUA KELOMPOK.
APAKAH KARENA MENGINGAT PARA KEKASIH DI DZI SALAM SANA. ENGKAU DERAIKAN AIR MATA DENGAN DARAH DUKA.
ATAUKAH KARENA HEMBUSAN ANGIN TERARAH LURUS BERJUMPA DIKHADHIMAH DAN KILATAN CAHAYA GULITA MALAM DARI KEDALAMAN JURANG IDHAM.
Biasanya sampai disitu Jazulan akan mengulang ngulang syair itu sampai beberapa kali lalu terdiam, dan kemudian larut dalam dzikirnya lagi
Saidul melanjutkan bacaanya yang terhenti tadi, sampai akhirnya ia tertidur dengan posisi duduk. Waktu menunjukkan pukul setengah satu malam, Hujan masih turun tetapi sudah tidak begitu deras lagi, angin dan gunturpun sudah reda dan hanya sesekali saja, namun angin lembut yang berhembus membawa udara yang sangat dingin. Terutama karena ini daerah pegunungan, udara dingin sampai hampir menusuk tulang. Saidul bergulung dengan dua lapis kain sarung. Hatinya benar-benar iri melihat Jazulan masih duduk dengan tenang, tanpa menggigil sedikitpun. Tiba-tiba Saidul dikejutkan dengan terbukanya pintu bilik Andika. Jazulan pun ikut membuka matanya dan menoleh kearah pintu bilik Andika. Mereka melihat Andika berdiri diambang pintu menenteng ranselnya lalu berjalan keluar tanpa menoleh.
"Mau kemana bang? kok bawa ransel?" Saidul yang kaget berdiri sempoyongan. Tapi Andika tidak menjawab. Ia terus melangkah. Saidul yang masih setengah terjaga hendak menyusul Andika yang bejalan lurus tanpa bicara.Tapi ia tertinggal, namun Jazulan sudah berjalan menyusul Andika.
Tatapan mata Andika lurus kedepan sambil terus keluar dan turun menuruni tangga pondok. Jazulan mengikuti Andika dalam kebisuannya, tapi matanya sangat tajam dan waspada mengawasi setiap gerak-gerik Andika. Saidul merasa ragu, apakah Andika dalam keadaan sadar atau tidur. Andika terus saja berjalan menembus kegelapan malam tanpa alas kaki. Dia berjalan pasti diikuti Jazulan dan Saidul yang tertatih jauh dibelakang, mereka berjalan menuju air terjun didekat kemah Jazulan. Semakin dekat ke air terjun semakin terlihat tujuan Andika bukan air terjun tapi kemah Jazulan. Jazulan mempercepat langkahnya yang mulai tertinggal oleh Andika. Tanpa ragu Andika terus berjalan menuju sumur dibelakang kemah yang digali Jazulan. Ia segera melangkah kedalam sumur melalui tangga. Saidul heran bagaimana Andika bisa tahu tentang keberadaan sumur itu? Sepertinya ia sangat menguasai arah tujuannya. Jazulan mengikuti Andika yang ternyata berjalan dengan pasti menuju Goa sumur yang tersegel tanpa susah payah. Seakan akan ia sudah terbiasa dan hapal benar jalan yang baru pertama ia lalui ini. Jazulan faham, Andika berada dibawah pengaruh sesuatu yang sangat kuat. Ia mengikuti terus langkah Andika yang kini mendekati mulut sumur yang tertutup segel besi itu.
Andika berdiri dibibir sumur, Ia naik dan berdiri diatas segel besi penutup sumur itu, bibirnya komat- kamit membaca sesuatu. Angin berkabut mulai berputar didalam goa, Menerbangkan debu dan lumut kering, Jazulan yang menyadari sesuatu akan terjadi berusaha mendekat untuk meraih tangan Andika. Sementara Saidul jatuh bangun diterpa angin kencang yang berputar putar didalam goa yang sempit itu. Lalu perlahan-lahan penutup besi tersebut berubah menjadi gumpalan asap pekat berwarna biru yang berputar cepat menderu dikaki Andika.
"Celaka! Jazulan berteriak, segera ia berlari berusaha menarik Andika, tetapi tubuh Andika segera ditarik kebawah masuk ke dalam sumur berkabut biru tebal itu dan lenyap tak berbekas. Melihat Andika tertelan kabut, Jazulanpun segera naik ke bibir sumur dan berdiri diatas kabut biru itu seperti Andika tadi sambil berteriak pada Saidul yang terkejut menyaksikan peristiwa aneh itu,
" Cari Syech Maulanana! cepaat...!" lalu tubuh Jazulan pun ikut masuk kedalam sumur seperti ditarik oleh kabut biru itu. Lenyapnya Jazulan kedalam sumur, seketika membuat angin berhenti dan kabut menghilang. Suasana goa tiba-tiba kembali menjadi sunyi. Angin kencang telah berhenti berputar dan Goa sumur kembali diam dalam keheningan. Tetapi tidak ada lagi segel besi yang menutupi mulut sumur itu. Saidul yang gemetar bangkit dengan susah payah. Ia tidak berani melihat kedalam sumur. Langkahnya segera diputarnya keluar dari goa itu untuk melapor kepada Syeh Maulana. Ia berlari dengan kaki dan tubuh gemetar. Bibirnya tidak berhenti mengucap astaghfirullah...astaghfirullah....sampai ia terjerembab tepat dikaki Syeh Maulana yang ternyata telah berdiri didepan rumahnya. Seakan akan dia memang sedang menunggu seseorang.----*****