webnovel

BAB. 6 Setan dalam tubuh. Setan Dalam Tubuh

Telah seminggu Andika belajar di pondok pesantren. Hatinya mengakui begitu banyak kehidupan di pondok yang semula dianggapnya tidak memungkinkan untuk dijalani ternyata semua menjadi masuk akal. Image kumuh, dan miskin yang tertanam dibenaknya ketika baru pertama datang ke pondok ini, kini hilang lenyap. Memang banyak dari santri berasal dari keluarga sederhana. Tetapi banyak pula yang berasal dari keluarga kaya. Contohnya Saidul. Ayahnya memiliki sawah puluhan hektar dan peternakan sapi yang sangat maju. Kedua saudara laki-lakinya berada di Mesir dan Qatar melanjutkan studinya. Mereka bukan dari golongan miskin. Tapi lihat saja kamarnya di pondok ini, sangat sederhana, cuma rusbang kecil dan lemari kayu sederhana, dan dia bahagia. Belum lagi Abdurrahman, santri kamar sebelah, ayahnya toke udang, kapal penangkap ikan dan udangnya ada puluhan. Dia memiliki galangan kapal ikan sendiri. Setiap hari, ayahnya mengirimkan lauk ikan atau udang yang siap santap untuk makan lima puluh orang santri putra sebagai sedekah. Pondok ini memang mengkususkan untuk pendidikan putra saja, jadi tidak ada santriwati. Wanita disini adalah keluarga Syeh Maulana sendiri, istri, dan para anak cucunya. Itupun terbatas, tidak berkeliaran leluasa di areal pesantren.

Kemurahan hati keluarga Saidul, juga dilakukan oleh beberapa orang tua yang lainnya, seperti sumbangan beras yang rutin setiap bulan, atau sedekah berupa uang untuk pembangunan pondok. Para santri sendiri juga diajarkan bertani, dan beternak, serta beberapa ketrampilan lain, pesantren memiliki areal persawahan sendiri milik Syeh Maulana yang digarap oleh orang kampung dengan sistim bagi hasil, kebun sayur dan buah, juga kebun pala yang cukup luas. Buah pala yang menjadi ciri khas kota ini dibuat bermacam - macam produk antara lain manisan pala, sirup pala, minyak pala dan lainnya, serta ada pula kolam ikan yang bersambung dengan air terjun tidak jauh dari daerah belakang mesjid dekat kolam ikan. Sehingga mereka tidak pernah kekurangan pangan dan selalu mendapat makanan fresh food tiap harinya. Sungguh luar biasa.

Namun ada sesuatu hal yang mengganjal dihati Andika. Dalam satu minggu ini telah tiga kali Andika bersitatap muka dengan seseorang yang tinggal di pondok agak terpencil di ujung komplek mesjid pesantren. Pondok itu berbentuk panggung kokoh, berukuran 3 x 4 meter bujur sangkar, ada teras kecil didepannya sebagai sandaran tangga. Cukup rapi pembuatannya dan kelihatan terawat dengan baik yang berdiri agak terpencil dari pondok lain dan berada dekat kolam ikan. Menurut Saidul, pondok itu adalah bilik Syeh Maulana ketika sedang bersuluk atau menyendiri. Tapi sejak kedatangan laki-laki itu sekitar dua minggu yang lalu, Syeh Maulana memberikan pondok itu kepadanya. Penghuninya adalah seorang laki-laki paruh baya yang bertubuh kurus, berkulit hitam dan hidung yang sangat mancung. Andika pertama kali melihatnya ketika sedang membersihkan kolam ikan bersama Saidul. Lelaki itu duduk bersila diteras pondoknya yang tinggi sambil menatap tajam pada mereka. Mulanya Andika menganggukkan kepala dan tersenyum sekedar beramah tamah pada laki-laki itu, tetapi orang itu hanya diam saja sambil terus memandangi mereka berdua membersihkan kolam. Tidak ada ekspresi.

Dan hari ini kembali ia dan Saidul membersihkan kolam ikan dan memberi makan ikannya sekalian. Entah kenapa Tengku Razak menyuruh mereka berdua mengurus kolam ikan setjap hari. Andika sebenarnya senang-senang saja karena disini tempatnya sangat tenang, mana ada pemandangan air terjun lagi, udaranya sejuk, bersih dari polusi, sangat menentramkan hati pokoknya. Tapi kali ini laki-laki itu tidak duduk atau berdiri diatas pondoknya lagi. Hari ini dia duduk di bangku pinggir kolam tempat Andika dan Saidul biasa beristirahat sehabis membersihkan kolam. Matanya masih tajam saja memperhatikan Andika dan Saidul bekerja. Mereka bekerja agak kikuk, dan hanya tersenyum kecut ketika melewati laki-laki tersebut yang masih diam tapi matanya memperhatikan mereka lekat-lekat. Terutama Andika. Ketika mereka berdua telah selesai dan hendak beranjak meninggalkan kolam. Laki-laki itu tiba-tiba berdiri lalu berjalan menghampiri Andika. Dia menyentuh dadanya dan berkata, "Jazulan". Lalu ia menyentuh dada Andika tengan telapak tangan kanannya itu," Syaithan...Khaluuut." sambungnya lagi. Lalu ia segera beranjak pergi menuju pondoknya lagi. Andika terbengong sejenak mendapat sapaan yang tidak biasa itu. Segera ia tersadar dan ingin mengejar laki - laki tersebut tapi ditahan oleh Saidul.

"Eee...bang stop stop. kita balik saja, ini sudah mau magrib !"

"Tapi...gue..."

" Ayook..." Saidul terus menariknya ketika Andika hendak membantah dengan menunjuk kearah pondok. Sementara itu suara mengaji dari corong speaker mesjid tanda sebentar lagi akan Adzan Maghrib sudah terdengar. Terpaksa Andika mengikuti langkah Saidul. Mereka harus mandi dulu sebelum ke mesjid.

Di jalan, Andika berkata agak kesal pada Saidul.

" Apaaa maksudnya orang itu, kata-katanya gua nggak ngerti, mana gua dibilang setan kalut lagi."

"Ha...ha..setan kalut? ha...ha...cucok" Saidul menirukan bahasa gaulnya Andika dan tertawa nyaring. Ia setengah berlari ketika Andika mengacungkan tinjunya. ---+++

Malamnya, sehabis ikut kelasnya Tengku Badrawi, yang membahas tentang arti Ridha kepada Allah dalam kitab Sirus. Di katakan oleh Imam Al-Ghazali bahwa redha itu merupakan satu buah dari mahabah (cinta) kepada Allah.

Bermula kasih kepada Allah, adalah ridha pada Allah atas segala ketentuan-Nya. Tidak mengeluh atau mempertanyakan segala yang ditakdirkan-Nya kepada seorang hamba. Karena segala ridha memang selayaknyalah dimiliki oleh seorang hamba yang cinta kepada Tuhannya.

Selesai pengajian Andika bertanya pada Saidul dalam perlalanan kembali kekamar ," Dul, lu kenal ama si hidung panjang itu, tingkahnya kok rada-rada.."

"Astaghfirullah, istighfar bang, jangan mengatai orang yang buruk-buruk. Dia kan sudah bilang tadi namanya Jazulan, dan dia bilang abang setan kalut....ha ..ha? Saidul segera menghindar ketika Andika hendak menjitak kepalanya. Andika segera hendak menyusulnya ketika bahunya ditepuk seseorang. Ternyata Tengku Razak sendiri yang ingin membicarakan sesuatu dengan dirinya. Andikapun mengangguk sambil melangkah mengikuti Tengku Razak kembali keatas balai ngaji. Mereka duduk berhadapan dan Tengku Razak dan mulai menanyakan bagaimana keadaan Andika selama belajar di dayah.

Andika mengangguk dan berkata sangat senang karena hatinya merasa jauh lebih tentram walaupun sulit juga karena ia belum bisa membaca kitab, dan kehidupan pondok jauh diluar kebiasaannya yang serba santai. Di sini dia shalat harus tepat waktu di mesjid, bangun subuh yang sangat berat baginya. Tengku Razak mengangguk dan tersenyum mendengarnya, "pelan-pelan saja katanya."

"Apakah kamu ada bertemu dengan Jazulan?" tanyanya lagi. Andika terkejut mendapat pertanyaan seperti itu.

"Eh..i..iya ada...berapa kali. Tadi sore juga ketemu.

" Baiklah...kalau begitu kamu sudah tau kalau besok sudah mulai bisa mengambil khalut. Abba Syech menyuruh kamu untuk khalut selama 40 hari. Amalan,bacaan sudah saya ajarkan seperti yang kemarin- kemarin.'

"Khalut? Apakah ini ada hubungannya dengan jazulan? Kemarin dia menyebut saya Syaitan Khaluut" tanya Andika menirukan ucapan Jazulan yang seperti logat arab.

"Tidak, ini murni instruksi dari Abba Syeh. Tapi bilik kalut Antum ( engkau) adalah bilik yang ditempati Jazulan sekarang. " sahut Tengku Razak.

"Pondok Abba yang dekat kolam ikan? Tapi Jazulan tinggal disana!" tanya Andika heran.

"Antum tenang saja, Jazulan akan berkemah tidak jauh dari sana nantinya. Jangan merasa bersalah, ini kemauan Jazulan sendiri, dia yang meminta kepada Aba Syeh. Karena saat ini ia sedang menggali sumur didekat air terjun itu. "

"Sumur? untuk apa sumur jika ada air terjun yang menghasilkan air melimpah ruah?"

"Itu bisa antum tanyakan padanya nanti. Tapi mungkin cukup sulit, karena dia hanya mau berbicara pada Aba Syeh saja atau orang tertentu saja. Oh iya, mengenai setan khalut itu, saya rasa dia bukan mengejek anda. tapi maksud setan didalam diri antum itu bisa dilepaskan dengan melakukan khalut."

"Apa? maksud tengku, didalam badan saya ada setannya?" tanya Andika setengah kaget, setengah nggak percaya.

Tengku Razak terkekeh pelan, " semua manusia memiliki setan ditubuhnya, itu sebabnya Allah memberikan aqal kepada kita, dengan taat kepada Allah, setan tidak akan bisa memperalat dan menguasai manusia, tapi sebaliknya, jika kita ingkar kepada Allah, jauh dari ajarannya, maka setan akan leluasa mempengaruhi kita."

Andika terdiam. " Baiklah saya akan bersiap-siap malam ini dan memulai khalut mulai besok subuh."

"Dhuhur. sehabis dhuhur dimulainya. Besok subuh kamu mandi sunat dulu dan shalat tobat dulu sebelum subuh. Oh iya satu lagi. Apapun yang antum alami selama masa khalut nanti jangan berhenti berzikir, jika ragu, tanyakan pada Saidul diluar, dengan menulis disecarik kertas, faham?" tanya tenfku Razak.

"Bagaimana kalau sms saja, boleh Tengku" tanya Andika sambil menunjuk ponselnya. Tengku Razak tersenyum lagi,

" ya..ya...boleh juga, nanti Saidul pakai punya saya yang lama saja. Karena disini santri dilarang menggunakan hp pribadi."

Andika agak terkejut juga. Pantas saja dia tidak pernah melihat para santri pegang hp, ternyata dilarang.

Keesokan harinya setelah semua dipersiapkan sehabis shalat dhuhur dimesjid, Andika memasuki bilik khalutnya dihantar oleh Tengku Razak dan Saidul yang akan mendampinginya. Jazulan telah berdiri dibawah pondok ketika mereka tiba. Ia hanya mengangguk sebentar dan menatap Andika tanpa sepatah kata. Lalu ia beranjak pergi menuju kemah yang sudah disiapkannya di dekat air terjun.

" Andika sedikit bergidik mendapatkan tatapan tajam dan misterius dari Jazulan. Ia segera melangkah naik ketika Saidul menarik tangannya.

Tenyata didalam pondok itu, terdapat dua bilik kecil ukuran 1'5 x2 meter, yang satu bilik khusus untuk khalut dilengkapi dengan tilam dan kelambu. Khusus untuk para salik. Jadi Saidul akan tidur diruang satunya lagi, menyiapkan makan dan air minumnya serta urusan harian lainnya.

Mulai hari ini, kegiatan Andika selama 40 hari ke depan hanya berdzikir dan shalat saja di atas tilam tipis dan didalam kelambu. Dia tidak boleh bicara atau menampakkan wajahnya kepada siapapun. ini merupakan jalan seorang hamba dalam mensucikan hatinya dan mendekatkan diri pada cinta untuk sang pencipta.

-----+++

Saidul berjalan mengiringi Andika dan Tengku Razak menuju bilik khalutnya. Mulai hari ini dialah yang akan mengurus segala keperluan Andika, dan melaporkan perkembangannya pada Tengku Razak nantinya.

Ketika mengantarkan Andika naik ke pondok tadi, sekilas didekat air terjun yang berjarak kira 50 meter dari kolam Saidul melihat sebuah tenda kecil dari atap rumbia, dilihatnya Jazulan berdiri didepan tenda menatap mereka diam tak bergerak, tapi pandangan matanya seperti menembus jantung Saidul. Sekilas, ia bergidik. Orang ini memang sangat aneh. Dia tidak pernah bergaul dengan penghuni pondok lainnya. Mereka bertemu dengannya hanya saat shalat berjamaah di mesjid, selain itu dia tidak pernah ada atau bicara pada siapapun. Namun ia pernah beberapa kali melihat Syeh Maulana duduk berbincang-bincang dengannya dipondok ini. Jadi dia hanya bicara pada Syeh Maulana. Tapi kemarin, dia berbicara pada Andika. Saidul berencana akan bertanya mengnai hal ini pada Tengku Razak, nanti setelah Andika mulai masuk bilik khalut.

-----***