webnovel

Makan Malam

Mark mengerutkan dahinya, "Maksudnya?"

Keysa mengedipkan matanya beberapa kali, 'Kelepasan!' batin Keysa mengutuk dirinya sendiri.

"Permisi, Tuan Mark dan Nona Kay," suara seorang lelaki mengintrupsi keduanya. Keduanya kompak menoleh pada sumber suara.

Keysa tersenyum senang mendapati sosok pengawal sekaligus temannya. Sedangkan Mark menaikkan alisnya dengan tanya.

'Haidar! Lo penyelamat gue!' Keysa berteriak dalam hatinya.

"Kedua orang tua Tuan Mark dan Nona Kaysha sudah menunggu di lantai atas," pesan Haidar sembari membungkuk sopan.

Keysa menatap Mark kemudian tersenyum, "Kita udah dipanggil," ajak Keysa semangat.

"Mari saya antar ke ruangannya," ucap Haidar sopan. Kemudian, Mark dan Keysa mengikuti langkah Haidar dari belakang.

Haidar mengajak keduanya ke lift. Haidar menekan tombol dengan nomor paling tinggi.

"Loh kita ke lantai paling atas?" tanya Keysa bingung.

"Kamu yang minta," jawab Mark tenang.

Keysa membeku, ia menelan ludahnya kasar. Keysa menepuk pundak Mark. Mark menoleh dan menatapnya dengan tanya.

"Aku bisa pegang tangan kamu ga?" tanya Keysa ragu.

"Sure," ucap Mark tersenyum kemudian ia menggenggam tangan Keysa erat.

Keysa menghela napas pelan, ia memegang jantungnya yang berdetak sangat cepat. Ia ingin memuntahkan makanan yang berada di perutnya, rasanya mual. Perjalanan hingga ke lantai atas terasa lama bagi Keysa . Ia sudah banyak berkeringat. Keysa menutup matanya, ia berharap perjalanan cepat selesai.

"Sudah sampai," ucap Haidar.

Keysa bernapas lega. Ia mengikuti langkah Haidar dengan Mark. Haidar membuka pintu salah satu ruangan aula.

"Silakan menemui kedua orang tua anda," ucap Haidar sopan kemudian ia kembali menutup pintu ruangan.

Keysa duduk berhadapan dengan Mark. Di sebelahnya ada kedua orang tuanya. Sama halnya dengan Mark yang di sebelahnya ada kedua orang tuanya.

"Baiklah, selamat atas pertunangan putra dan putri kita," ucap Ayah Gavin mengangkat gelas berisi sirup mewah. Semua orang yang ada di meja makan ikut mengangkat gelasnya.

"Selamat ya sayang, impian kamu tercapai," Mamah Clara tersenyum pada Keysa.

Keysa tersenyum palsu, itu bukan impiannya. Itu impian Kaysha. "Terima kasih Mah. Aku senang bisa tunangan sama Kak Mark." Keysa menatap Mark.

Mark tersenyum tipis, "Itu juga impian saya, Tante."

"Eh jangan panggil Tante. Kamu sudah resmi menjadi tunangan Kay. Panggil saja, Mamah ya," pinta Mamah Clara lembut.

"Key juga panggil saja Ibu ya," ujar Ibu Mia mengeluarkan suaranya.

Ayah Gavin dan Ayah Darel asik berbicara mengenai bisnis. Keduanya memang sudah akrab dan kebetulan mereka lulusan dari almamater yang sama.

"Baik, Bu," tanggap Keysa tersenyum manis.

"Kay, gimana pendapat kamu tentang Mark?" tanya Ayah Darel tiba – tiba sembari menatap Keysa.

Keysa sedikit terkejut, ia memasang ekspresi setenang mungkin, "Ah ya. Mark itu…" Keysa menggantungkan ucapannya sembari menatap Mark yang tersenyum padanya.

"Orang penting di hidup aku," Keysa tidak tau apa yang merasuki saat ia dengan berani mengkode Mark untuk menerima suapannya.

'Di hidup Kak Kay.' Batin Keysa miris.

Mark menerima suapan dari Keysa dengan senang hati. "Aku senang dengan jawaban Kay," ucap Mark mengacungkan jempolnya.

"Hahaha, saya tidak menyangka Kay akan menjawab begitu," tanggap Ayah Darel.

"Kay itu memang penuh kejutan, Rel," ucap Ayah Gavin santai.

Mamah Clara berbisik pada Keysa pelan, "Kerja bagus!"

Keysa tersenyum sebagai balasan. Ia menatap Ibu Mia, "Bu, aku penasaran gimana rasanya kerja di dunia televisi."

"Ah itu…" Ibu Mia tampak bingung saat mendapat pertanyaan dari Keysa. Ibu Mia menatap Mark meminta bantuannya. Sayangnya, Mark ikut bungkam.

Mamah Clara menyenggol lengan Keysa, ia bingung akan pertanyaan Keysa. Keysa hanya melirik Mamah Clara, ia kembali fokus menatap Ibu Mia dengan wajah penasaran. Keysa dengan tenang memotong steaknya.

'Ibu sebenarnya gak kerja di dunia televisi kan?' Keysa diam – diam tersenyum kecil.

"Haha maaf, Kay sepertinya terlalu penasaran karena dari dari fakultas komunikasi," ucap Mamah Clara tak enak.

"Iya, Mah. Aku penasaran. Tapi, kita bahas nanti lagi aja ya," tutu Keysa masih tersenyum manis.

Mark menatap Keysa, ia menyinggungkan senyumnya, "Kamu hebat udah nanya tentang dunia kerja."

Keysa menyinggungkan senyumannya sebagai balasan.

'Gue lakuin ini soalnya nyokap lo mencurigakan.' Batin Keysa.

"Kalian sudah berencana untuk menikah?" celetuk Ayah Gavin.

Keysa nyaris saja tersedak ludahnya sendiri. Untungnya, ia bisa mengendalikan dirinya.

"Masalah pernikahan kita belum membahasnya, Yah," jawab Mark sopan.

"Loh kenapa?" tanya Ibu Mia ikut bingung.

"Aku berniat lulus kuliah dulu," jawab Keysa berani. Keysa pura – pura tak sadar akan tatapan tajam dari kedua orang tuanya.

"Kamu mau menjadi menantu Mamah kan, Mark?" tanya Mamah Clara.

Mark tersenyum, "Tentu saja, Mah," jawab Mark yakin.

'Coba aja lo tau kebenarannya Mark. Lo bakalan benci gue.' Batin Keysa sedikit miris.

***

Mark membukakan pintu untuk Keysa. Keduanya kini berada di rumah yang asing di mata Keysa. Keysa menoleh pada Mark yang kini berdiri di sampingnya.

"Ini…"

"Rumah impian kamu. Harusnya kita tempatin pas udah menikah," kata Mark menjelaskan.

Keysa menatap bangunan megah itu. Jika rumah kembarannya saja sudah besar, rumah asing di depannya dua kali lipat lagi.

"Aku sama sekali gak berkontribusi dalam pem-"

Mark menyela, "Gak apa, sayang. Aku dulu pernah bilang akan buat rumah untuk kamu."

Keysa menatap Mark. Pikirannya berkecamuk karena perlakuan baik Mark padanya. Seharusnya yang melihat rumah ini adalah kembarannya.

"Tapi, aku –"

Mark menggenggam tangan Keysa dan menariknya untuk masuk ke dalam rumah mewah itu. "Ayo, kita lihat dulu,"ajak Mark semangat.

Keysa menatap sekelilingnya. Begitu masuk ke rumah yang baru, ruang tamu dengan sofa warna cokelat di tengah dan kursi di samping kanan dan kiri sofa. Keysa menatap langit – langit ruang tamu ada lampu gantung yang terpasang dengan indah. Beralih ke ruang keluarga, terdapat wallpaper dengan motif abstrak yang indah.

"Di dapur belum ada perabotan sama sekali," Mark menunjuk dapur.

"Aku bisa beli alat untuk dapur ga?" tanya Keysa semangat.

Mark mengangguk, "Kamu tinggal bilang total biayanya berapa. Entar aku ganti."

Keysa menggeleng tak setuju, "Dapur biar jadi tanggung jawab aku. Boleh ya?"

Mark terdiam beberapa saat, "Oke. Hati – hati kalau di dapur."

"Padahal barangnya juga belum ada. Kamu udah khawatir duluan," Keysa sedikit terkekeh.

Mark menghentikan langkahnya, ia melepaskan genggaman tangannya, kemudian berdiri di depan Keysa.

"Kenapa, Kak?" tanya Keysa menatap Mark bingung.

"Aku serius, Kay," ucap Mark serius.

Keysa menyinggungkan senyum simpulnya, "Oke. Aku akan hati – hati."

Mark menghela napas lega, lelaki itu menarik Keysa ke dalam pelukannya, "Janji sama aku. Kamu jangan pernah lukain diri kamu sendiri lagi."

Keysa yang berada di dalam pelukan Mark mengerutkan dahinya, 'Kak Kay ngapain?!' Keysa terkejut mendengar ucapan Mark.

Keysa melepaskan pelukannya, "Aku ngapain?"

"Kamu gak ingat?" Mark menarik tangan Keysa untuk duduk di sofa yang terletak di ruang keluarga.

Keysa menggeleng ragu, "Aku bingung."

Mark mengelus punggung tangan Keysa. Ia menarik napasnya perlahan sebelum menjawab.

"Kamu pernah lukain bagian ini dengan silet," Mark menunjuk letak nadi tangan bagian kiri Keysa. Baginya, kejadian itu adalah ingatan yang tak ingin ia ingat.

"Aku…kaya gitu?" tanya Keysa. Keysa tak menyangka kalau kembarannya bersikap seperti itu yang nyaris menghilangkan nyawanya sendiri.

"Alasan kamu bertingkah begitu…" Mark menjeda ucapannya kemudian menatap Keysa, "kamu bilang ada masalah sama sahabat kamu."