webnovel

Muda Tapi Berpikir Dewasa

Mendengar do'a dari sang supir Monika dan Ridho kompak tertawa lepas tapi di ujung-ujungnya mengaminkan juga, apalagi Monika yang usianya sudah tidak muda lagi. Dia berharap sangat cepat Ridho menanamkan benih subur itu di rahimnya.

"Bapak juga semoga laris manis!" balas Monika dengan sedikit berteriak karena si pengemudi segera melajukan mobilnya dan berlalu dari hadapan mereka.

Tangan Monika segera menarik Ridho yang celingak celinguk di seputar tempat tersebut sambil menjinjing tas berukuran sedang berisi pakaian dia.

"Ayo sayang kita masuk!" ajak Monika.

Dengan sedikit tergusur kaki Ridho pun mengikiti ke mana kaki Monika melangkah.

"Kamar nomor 205, oke kamarnya ternyata ada di lantai 2 jadi kita nggak perlu susah mencarinya," ujar Monika.

Tak ada protes atau pun sanggahan apapun, kaki Ridho pun ikut masuk ke kamar yang dibuka oleh Monika dengan kartu pasword.

Sebelum tiba di kamarnya terlebih dahulu Monika tadi ke ruang informasi untuk mengklarifikasi pesanan kamarnya yang dia order dari aplikasi jual beli tiket hotel.

Setelah berhasil dikonfirmasi maka petugas segera memberikan kartu paswordnya pada Monika lalu segera berjalan menuju kamar yang sudah disediakan.

"Wah, ini kamar atau rumah sih? Besar amat, "

Kali pertama Ridho injakan kaki. di hotel yang sangat mewah, dia bahkan bingung jika yang dia itu sedang ada di kamar hotel atau rumah saking luasnya.

"Sayang, ini kamar surganya kita! ayo sini!" .

Dari mulai turun dari pesawat sampai tiba di hotel, tangan Ridho terus saja ditarik-tarik. Sekarang dia tarik ke kamar mandi sebatas cuci muka, tangan juga kaki.

Setelah itu mereka keluar lagi, berbeda dengan Ridho yang hanya duduk diam manis di atas sofa. Sedangkan Monika segera mengganti bajunya persis di depan Ridho hingga Ridho yang semula hanya menyandarkan punggung ke punggung sofa kini dia berdiri lalu menyeret tubuh istri nya itu menuju ranjang.

"Apa jaminannya jika aku mampu menanam benih kembar di rahimmu?" bisik Ridho.

Alih-alih akan menjawabnya namun Monika malah mengigit daun telingeanya sampai basah dan merah.

"Jaminannya kamu tidak hanya sekedar jadi suami aku tapi pewaris dari keluarga Senjaya,"

Ridho terdiam sejenak, sebab yang dia tahu Monika sudah dibuang oleh keluarganya.

"Loh kok bengong, ayo sayang berikan benih unggulmu padaku sekarang juga! Aku sudah suka sama kamu pada pandangan pertama makanya almarhum Ayah sangat paham apa yang aku butuhkan,"

Ridho sangat tidak memahami makna bicara Monika kemana namun miliknya semakin membuat dia ingin menaklukan kamar hotel yang luas itu dengan racauan dari mulut Monika.

"Siapa takut, ayo siapkan cara supaya seranganku membuat kamu ciptakan lautan keringat! Jangankan satu benih, dua, tiga bahkan seterusnya aku mampu sayang!" tantang Ridho.

Spontanitas kata-kata dari mulut Ridho keluar begitu saja padahal dari pengalamannya setahun menikah dengan Rani tak ada sedikitpun tanda-tanda jika dia akan memiliki anak.

"Bersiap ya, kita lepaskan sama-sama!" ajak Ridho.

Monika pasrah namun dia cepat bergegas kembali dengan mandi besar saat itu juga lalu mengajak Ridho makan siang.

"Ayo sayang, perutku demo terus nih!"

Mereka sampai tidak sadar belum makan padahal waktu menunjukkan pukul 14.00.

"Kemana Makannya?" Ridho balik tanya.

"Ikut aku saja! " tegas Monika.

Mereka pun pergi ke sebuah restoran mahal di hotel lantai dasar tempat mereka menginap, Karena restoran cepat saji maka pasangan pengantin itu segera menyantap hidangan tersebut.

"Kenapa nafsu makan aku tiba-tiba aneh begini ya?" gumam Monika.

Sebelumnya Monika pernah konsumsi obat diet hingga dia bisa mengontrol nafsu makannya supaya tidak berlebih

"Apa obatnya sudah tidak manjur lagi atau mungkin karena cukup lama tidak mengkonsumsinya?" tanya Minika kemudian di dalam batinnya.

Rasa aneh yang terlihat dari ekspresi wajah Monika, Ridho pun segera mencari tahu sebab ditakutkan hal tersebut berasal dari dirinya.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Ridho sambil menempelkan telapak tangan ke bahu Monika.

Hati Monika tiba-tiba kaget karena dia terhanyut dalam lamunan.

"Aku kenapa? Aku nggak apa-apa, cuma merasa aneh saja kok aku makannya bsnyak aku takut gemuk. Terus jelek dan kamu ninggalin aku deh,"

Terbata-bata karena kaget namun akhirnya lega meski sedikit gengsi dia ungkapkan hal itu.

"Ya ampun sayang, aku nggak masalah kok kalau kamu gemuk. Justru aku penasaran jika kamu gemuk masih bisa mengimbangi aku nggak?" sahut Ridho sambil mengedipkan sebelah matanya.

Mata Monika terbelalak, dia cubit hidungnya dan bertanya balik.

"Maksud kamu mengimbangi dalam hal apa?"

Ridho terkekeh lalu menyeruput jus jeruk yang dia pesan, setelah itu dia bisikkan sesuatu.

"Kura-kura dalam perahu,"

Ingin tertawa tapi malu, tapi faktanya memang Monika sangat malu dan paham ke mana arah bicara Ridho.

"Kalau masih lapar jangan malu minta tambah lagi, kita ini suami istri sayang. Hal sepele pun jika ditutupi akan berakibat buruk. Atau aku saja yang pura-pura pesan ke prlayannya ya!"

Lagi-lagi Monika merasa ditembak secara terus terusan, mukanya memerah menahan malu.

"Pelayan, tolong buatkan menu seperti yang istri saya pesan tadi!" seru Ridho pada pelayan.

Selama ini Monika merasa selalu dieluh-eluhkan, dihormati dan disegani. Tapi kali ini kekurangannya benar-benar dikuliti oleh suaminya sendiri.

Di sisi lain dia pun nyaman dengan cara Ridho, namun sepertinya dia perlu waktu untuk membiasakannya.

"Nah ini dia pesanannya sudah datang dengan cepat kembali!" ujar Ridho.

Meski makanannya sudah dipesan Ridho dan sudah sampai di meja juga, tak lantas makanan tersebut disimpan di depan Monika.

Sebagai suami Ridho sangat ingin menutupi apa yang jadi kekurangan istrinya di depan umum, supaya tidak terlihat jika Monika yang menginginkan tambahan pesanan itu maka Ridho menawarkan untuk menyuapi Monika.

"Kamu aku suapi ya! Supaya orang tahu jika kamu cuma nyicip saja dan sebenarnya akulah yang memesannya,"

Hati Monika sungguh terharu lantaran pembelaan Ridho sebegitu luar biasanya meski itu hal kecil.

"Terimakasih sayang ya!" sahut Monika.

Ridho hanya mengangguk dan mengedipkan mata, lalu dia menyarankan sesuatu pada Monika supaya dia bebas makan.

"Lain kali kalau kamu gengsi, pesan saja makan untuk diantar ke kamar hotel! Kamu bisa bebas kan, makan dengan cara apapun dan sebanyak apapun, "

Idenya Rudho tersebut semakin membuat Monika tambah malu saja, sekaligus kagum luar biasa.

Usianya yang sepuluh tahun lebih muda ternyata pemikirannya jauh lebih dewasa dari dia yang lebih dewasa.

"Oh iya, jika kamu setuju. Kita cari panti asuhan di seputar sini!"

"Untuk apa?" Monika balik tanya.

Ridho memegang tangannya lalu menjelaskan maksud dari pertanyaannya.

"Kalau kamu masih punya banyak tabungan, kita donasikan ke panti asuhan tersebut! Kita minta do'a pada mereka untuk kebahagiaan dan keselamatan Ayah di alam sana! Sekaligus untuk kebahagiaan pernikahan kita!"

Cup

Ridho mengakhiri bicaranya dengan mengecup tangan Monika.