webnovel

Terlahir Kembali: Dokter Genius Cantik

“Fariza… Fariza-ku yang malang. Kenapa kamu begitu bodoh?” Suara tangisan tersedu-sedu membangunkan Fariza dari tidurnya. "Di mana aku?" Yang dia ingat hanyalah dia telah memenangkan Hadiah Nobel pertama dalam pengobatan tradisional, dan tertabrak oleh sebuah truk besar saat perjalanan pulang. Kini dia mendapati dirinya terlahir kembali pada tahun 1980an di tubuh orang lain yang memiliki nama yang sama dengannya. Ternyata kehidupannya sebagai Fariza yang baru saat ini ternyata sangat buruk. Dia, adik, dan ibunya diperlakukan tidak adil oleh ayah kandungnya serta keluarga dari selingkuhan ayahnya. Dengan kecerdasan dan pengalamannya dari abad 21, Fariza yang sekarang tidak takut menghadapi semua permasalahannya dan perlahan-lahan membereskannya satu per satu.

MikaZiyaddd · Urban
Not enough ratings
119 Chs

Sebuah Perpisahan

Pria itu adalah Edi, adik laki-laki Wulan. "Lepaskan aku, kejahatan apa yang aku lakukan? Kenapa kalian menangkapku?" Ketika dia melihat bahwa dia dibawa ke pintu kantor polisi, Edi sedikit panik dan berjuang mati-matian.

Petugas polisi yang bernama Hendra itu menerima berita tersebut, dan kini sedang menunggu di pintu masuk kantor polisi setelah makan siang. Saat ini, dia dengan cepat melangkah maju dan menjemputnya. "Seseorang melaporkan bahwa kamu menganiaya seorang wanita, kami akan melakukan pemeriksaan padamu."

Edi tidak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun, "Anda salah, bagaimana saya bisa menganiaya wanita?"

"Apakah kamu melakukannya atau tidak, jelaskan semuanya saat di dalam." Setelah mengatakan ini, Hendra langsung memborgol Edi dan membawanya ke ruang interogasi khusus. Pak Mahesa sudah lama memerintahkan Hendra untuk bekerja sama dengan Satria saat melakukan interogasi. Jadi, setelah membawa Edi ke ruang interogasi, Hendra langsung pergi dan membiarkan Satria melakukan tugasnya.

"Apakah kamu paman Fariza?" tanya Satria. Ini benar-benar terkait dengan Fariza!

Edi tersenyum sekilas, "Ya, tapi untuk apa kamu bertanya tentang ini?"

"Dia hampir diperkosa oleh para gangster, kamu tahu ini?" Satria menyalakan sebatang rokok dan menyipitkan mata ke arah Edi.

Saat berbicara tentang ini, Edi juga sedikit marah. Siapa yang tahu bahwa orang-orang yang disuruh oleh saudara perempuannya itu begitu tidak dapat diandalkan, sehingga mereka ingin menikmati Fariza sendirian. Orang-orang itu benar-benar berani mendahuluinya. Pantas saja mereka dibawa ke kantor polisi.

Namun, Edi tidak bisa mengakuinya. Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat dan berkata, "Aku tidak tahu."

"Tidak mau jujur? Kenapa nenek Fariza bilang kamu yang membayar?"

Suara Satria tiba-tiba menjadi dingin dan tegas. Tangan Edi bergetar, dan dia buru-buru berkata, "Aku benar-benar tidak tahu. Aku memang telah memberikan uang, tetapi uang itu adalah hadiah untuk nenek Fariza. Aku sangat menyukai Fariza, jadi aku ingin menikahinya. Bagaimana aku bisa membiarkan para gangster itu memerkosanya?"

Edi mengatakan kebenaran yang campur aduk. Tanpa bukti yang jelas, orang-orang di kantor polisi pun tidak bisa menangkapnya.

"Satria, dia terlalu tidak tahu malu. Dia berani mengganggu kakak ipar!" Adimas menatap Edi dengan jijik.

"Kamu mungkin tidak tahu, Fariza adalah anak tiri kakakku, tidak ada hubungan darah denganku. Reputasinya sangat buruk, jadi tidak ada yang ingin menikahinya. Aku ingin menikahinya adalah sebuah berkah untuknya."

Adimas mengangkat kepalanya dan berkata dengan heran, "Kamu juga menyukai Fariza?"

Tidak heran. Fariza cantik, tubuhnya sangat indah, dan pinggangnya yang kecil tampak menawan saat dia berjalan. Dia tampak seperti seorang dewi bagi siapa pun yang melihatnya.

Ekspresi Satria agak jelek, dan dia memukul dahi Edi dengan kepalan tangan. Dia berkata dengan keras, "Kamu membuat semuanya berantakan, percaya atau tidak, aku akan membunuhmu!"

"Jangan! Berhenti! Aku tidak mau, aku tidak mau. Aku benar-benar tidak tahu apa-apa. Ini adalah rencana dari Keluarga Juwanto, aku dijebak." Edi memeluk kepalanya dan memohon.

Satria memutuskan untuk tidak berbicara omong kosong dengannya, dan mengedipkan mata pada Adimas, "Mari kita tunjukkan fotonya."

"Oke!" Adimas mengeluarkan foto hitam putih kekuningan dari sakunya dan meletakkannya di depan Edi, "Aku ingin bertanya, apakah kamu kenal orang ini?"

Setelah melihat orang di foto, wajah Edi berubah dalam sekejap, lalu dia batuk dua kali dengan cepat. "Tidak… Aku tidak tahu."

"Edi, kamu pikir dengan kamu mengatakan bahwa kamu tidak tahu akan membuatmu bebas? Aku menyarankan kamu untuk bekerja sama dengan kami dengan patuh agar kamu tidak menderita!" Satria tiba-tiba mengulurkan tangan dan menjambak rambutnya.

"Aku pernah melihatnya. Ya… Aku tahu. Dia hanya orang biasa." Sebelum dia bisa menyelesaikan kata-katanya, Satria tiba-tiba mengeluarkan pistol. Dia memasukkan peluru, menempelkannya ke kepala Edi. Lalu, dia berkata dengan dingin, "Aku memintamu untuk mengatakannya. Orang yang berbohong di sini akan berakhir dengan hasil yang menyedihkan!"

Edi merasa ketakutan dengan ancaman kematian. Begitu Satria selesai berbicara, dia langsung menangis dan mengangguk, "Ya, ya, aku kenal dia! Aku kenal dia!" Segera, dia menjelaskan semua hal yang diketahui secara lengkap.

Setelah itu, Satria dan Adimas berjalan keluar dari ruang interogasi. Adimas tampak santai, "Satria, tugas di sini akhirnya selesai, kapan kita akan pergi? Tinggal di tempat ini membuatku ingin muntah saja."

"Besok. Gadisku itu harus pergi ke sini untuk melihatnya, dan semuanya selesai." Satria mengeluarkan korek api dan menyalakan rokok, mengisapnya dengan keras.

"Satria, apakah kamu enggan menyerahkan kakak ipar pada orang lain?" Adimas bertanya tanpa takut mati.

"Pernahkah kamu merasakan bagaimana rasanya mati?"

Adimas tersedak, lalu hanya bisa melontarkan satu kata, "Tidak."

Ada tiga saudara laki-laki di keluarganya. Adimas yang termuda. Karena ibunya menyukai anak perempuan, Adimas telah dibesarkan layaknya seorang gadis sejak kecil. Setelah menjadi tentara, akhirnya dia mendapatkan sedikit kejantanannya.

"Orang sepertimu yang tidak memiliki pacar tidak akan mengerti suasana hatiku. Kamu cari pacar dulu saja, baru bicara lagi denganku." Satria meliriknya dan berkata dengan dingin.

Mata Adimas tiba-tiba menjadi kesal. Siapa yang tidak punya pacar? Memangnya Satria dan Fariza resmi berpacaran? Mengapa temannya ini selalu membuat dirinya tampak sangat menyedihkan?

Fariza pergi lebih awal keesokan harinya. Kali ini dia tidak menjual apel goreng karena musim apel sudah berakhir. Dia menjual daging rebus yang telah dibuat menjadi saus daging yang dibuat oleh Arum. Dia sengaja meminta neneknya untuk memanggang puluhan roti pipih dan menaruh sedikit saus daging di dalamnya. Itu untuk bekalnya.

Seperti dua hari sebelumnya, Satria dan Adimas masih menunggunya di pintu masuk desa. Ketika Fariza naik mobil dan melihat tas di sebelah Adimas, dia bertanya dengan heran, "Kalian… Apa kalian akan pergi? Ke mana?"

Satria mengangguk, "Ya, tugas di sini sudah selesai, kami akan kembali menjadi tentara sekarang, tetapi di kota. Aku akan kembali menemuimu ketika aku punya waktu. Aku harap kita bisa bertemu lagi."

Satria bilang akan kembali, bukan datang, seolah-olah ini adalah rumahnya. Fariza yang terkejut akan fakta ini merasa wajahnya sedikit panas. Dia merasa sepertinya dia telah dipermainkan oleh Satria. Namun, Satria sangat tampan, jadi tidak heran dia merasa tergoda hanya dengan melihatnya.

Fariza menegaskan pada dirinya untuk tidak membenci Satria. Sebaiknya jalani saja dulu. Bagaimanapun, dia masih muda sekarang, bahkan jika dia tidak bisa bertemu Satria lagi, dia bisa mencari pria baik lainnya. Sepertinya perpisahan ini tidak akan menjadi masalah baginya.

Saat memikirkan hal ini, Fariza mengangguk dengan senang, "Oke, aku akan mengundang kalian untuk makan malam lain kali. Aku akan memasak banyak hidangan yang kalian suka."

Satria tidak tahu bahwa Fariza telah memikirkan tentang perpisahan dengannya. Senyum cerah muncul di wajahnya. "Oke, aku akan menunggu undangan darimu."

Waktu perpisahan selalu berlalu sangat cepat. Jelas sekali bahwa Satria mengemudikan mobil dengan sangat lambat agar bisa berlama-lama dengan wanita yang dicintainya, tetapi mereka tiba di pusat dalam waktu 40 menit saja.

"Oke, turunkan aku di sini saja. Aku akan ke tempatku berjualan." Fariza keluar dari mobil, mengeluarkan beberapa kue dari kotak. Dia mengolesinya dengan saus daging dan menyerahkannya kepada mereka, "Ini buatan nenekku. Makanlah saat kalian lapar di siang hari. Semoga kalian suka dengan rasanya."