webnovel

Kebaikan Bryan

Bryan mencoba mengalihkan pembicaraan dengan mengatakan dirinya lapar dan ingin memakan sandwich. Dia hanya berkilah supaya Elisa tidak mendekat ke arah ponselnya yang menunjukkan gambar kemesraan diantara Jihan dan Jonathan. Bryan sangat kaget ketika melihat gambar tersebut untuk pertama kalinya. Bryan tidak tahu kalau Jonathan masih berhubungan dengan Jihan karena dia telah menikahi Elisa. Dan lagi Jihan memang sedang menempuh pendidikan di luar negeri.

"Sandwich? Memangnya dimana ada sandwich?" tanya Elisa yang menoleh ke sekeliling untuk menemukan penjual makanan yang dimaksudkan oleh Bryan. Bryan pun segera memasukkan ponsel ke dalam sakunya dan berpura-pura mencari sandwich.

"Sepertinya tidak ada disekitar taman. Bagaimana kalau kita berjalan sedikit lebih jauh, apakah kamu mau?" tanya Bryan dengan penuh perhatian.

Elisa hanya bisa mengangguk karena sejujurnya dia senang karena memiliki teman sebaik Bryan. Pemuda itu tidak pernah meninggalkan Elisa dalam keadaan kesulitan. Bagi Elisa, Bryan seperti pahlawan yang selalu ada untuknya. Setiap saat dan setiap waktu.

"Memangnya selama hamil kamu tidak ngidam atau menginginkan sesuatu secara berlebihan?" tanya Bryan ketika mereka sudah berjalan keluar dari area taman kota. Mereka berdua berjalan bersama dan nampak serasi. Pengalaman yang tidak pernah diberikan oleh Jonathan yaitu berjalan bersama sambil olahraga. Hanya Bryan yang pernah menemani dirinya.

"Ehmmm mungkin pernah sih tetapi tidak terlalu sering. Lagipula untung bayiku ini pengertian sehingga tidak terlalu merepotkan mamanya," jelas Elisa dengan mata berseri-seri. Dia selalu bahagia setiap kali membahas janin di dalam kandungannya. Meskipun Elisa tidak mengetahui siapa ayah dari bayinya tetapi dia tetap menyayangi anak tersebut sebagai hadiah terindah dari Tuhan.

"Jonathan beruntung karena memiliki istri sepertimu. Kamu tidak pernah meminta hal yang aneh-aneh padanya dan dia pun bisa pergi kemana saja sesuai kemauan hatinya. Benar-benar lelaki yang menyebalkan," umpat Bryan karena dia teringat foto yang baru dilihatnya di media sosial milik Jihan.

Jonathan memang tidak mengupload foto bersama mereka namun Jihan menunjukkan di depan umum. Apa jadinya kalau Elisa sampai melihat foto-foto tersebut. Bukankah hal tersebut akan berpengaruh pada kesehatan kandungannya.

"Kalau boleh tahu kenapa kamu dan dia selalu bertengkar? Maksudku apakah kalian mempunyai masalah yang belum selesai?" tanya Elisa.

Bryan menatap wajah Elisa dengan penuh tanya. Dia tidak enak kalau diminta membahas masa lalu karena pasti berhubungan dengan Jonathan karena mereka bertiga bersama Beni adalah sahabat sejak kuliah.

"Tidak, kami tidak bermusuhan kok. Mungkin kamu hanya salah sangka saja. Kami baik-baik saja meskipun Jonathan memang sering marah padaku karena sebuah kesalahpahaman. Dia tidak pernah mau percaya padaku," ungkap Bryan dengan pandangan kosong. Dia jelas merasa kehilangan sosok sahabatnya sendiri karena masa lalu mereka.

"Benarkah? tetapi yang kulihat tidak begitu," sanggah Elisa yang sukses membuat Bryan mengernyit keheranan. Dia tidak menduga dengan tatapan yang tajam dari seorang Elisa.

"Sepertinya kamu mulai merasa cemburu pada kedekatan diantara kami ya," goda Bryan untuk mengalihkan pembicaraan. Dia hanya tidak mau membahas masa lalu mereka di depan Elisa apalagi perempuan itu sedang mengandung. Bisa berbahaya kalau dia mengetahui cerita yang sebenarnya.

"Benarkah? Kenapa aku tidak merasa begitu ya?" Tanya Elisa. Dia sebenarnya penasaran dengan masa lalu Bryan namun pemuda itu belum mau terbuka. Lantas apa yang bisa dilakukannya sekarang.

"Itu ada penjual sandwich, bagaimana kalau kita ke sana?" Ajak Bryan sambil menggandeng tangan Elisa.

Elisa merasa jantungnya seolah berhenti berdetak karena kaget dan bahagia.

Elisa tidak mampu berbicara melainkan hanya bisa mengangguk dengan pasrah. Setidaknya dia bisa berduaan dengan lelaki setampan Bryan.

Elisa belum pernah pacaran dan pengalaman bersama Bryan bisa menjadi yang pertama baginya.

Elisa menurut saja pada makanan yang dipesan oleh Bryan. Apalagi dirinya belum pernah kesana juga.

"Sandwich yang istimewa untuk perempuan yang istimewa," kata Bryan sambil menundukkan kepala seolah Elisa bagai ratu di sebuah kerajaan.

"Terima kasih," jawab Elisa dengan mata berbinar. Dia sangat senang dengan perhatian yang diberikan oleh Brian padanya.

Setidaknya lelaki itu tidak pernah menyakiti dirinya seperti Jonathan. Namun, Elisa juga tidak berhak menyalahkan Jonathan karena pernikahan mereka selama ini hanya sebatas kontrak. Elisa dan Jonathan hanyalah dua orang asing yang tiba tiba bersama sehingga wajar jika ada ketidak cocokan satu sama lainnya.

"Makanan ini enak sekali," puji Elisa

"Makanlah yang banyak supaya bayimu sehat," imbuh Bryan.

Elisa langsung menatap ke arah Bryan, serasa ada yang menggenang di matanya. Elisa tidak mau menangis di depan Bryan. Setidaknya dia tidak ingin terlihat cengeng. Namun, perhatian Bryan memang telah membuat Elisa sangat bahagia.

"Kamu baik sekali," tanggap Elisa.

Bryan hanya tersenyum. Dia tidak memasang ekspresi yang berlebihan di wajahnya. Hanya senyuman penuh ketulusan dan kebaikan.

"Aku tidak sebaik itu. Aku hanya berusaha melakukan apa yang ingin kulakukan saja," sahut Bryan dengan mantap.

"Boleh aku menanyakan sesuatu padamu?" Tanya Bryan. Dia berusaha menata lalat supaya tidak menimbulkan kemarahan Elisa.

"Apa?" Tanya Elisa heran.

"Apakah kamu sangat mencintai Jonathan?" Tanya Bryan yang membuat Elisa terdiam. Dia tidak mau berkata apapun jika menyangkut tentang perasaan. Rasanya mustahil Elisa akan berani mengakui perasaannya yang sebenarnya. Dia masih terikat pernikahan kontrak dan rahasia mereka tidak boleh terbongkar.

"Menurutmu?" Tanya Elisa. Kembali dirinya kembali mengalihkan pembicaraan. Masalah hati bukan sesuatu yang menyenangkan untuk dibatas di tempat umum. Dia tidak mau menimbulkan bermacam dugaan karena hal tersebut.

"Aku tidak tahu, makanya aku bertanya," jelas Bryan.

"Mungkin untuk saat ini cukup kamu tahu kalau kami menikah karena cinta. Sudah cukup hanya itu saja," tegas Elisa.

Sebenarnya Elisa merasa bersalah karena membuat Bryan berpikir yang macam macam padanya.

Sikap Elisa justru menampakkan keanehan yang lebih lagi.

Bryan segera mengajak Elisa untuk meninggalkan tempat itu. Brian akan mengajak Eliza ke tempat lain yang lebih indah dan baik untuk perkembangan kehamilannya.

"Kita mau ke mana lagi memangnya?" Tanya Elisa penasaran. Perempuan itu merasa senang dengan ajakan dari Brian. Apalagi sekarang Jonathan sedang ada di luar negeri, sehingga Eliza bebas pergi ke manapun tanpa ada yang marah.

"Hari ini sangat menyenangkan. Kapan-kapan Aku ingin berjalan-jalan lagi bersamamu," tanggap Elisa ketika mereka sedang berada di dalam mobil.

Bryan tersenyum dan mengerlingkan matanya. Mereka sangat bahagia.

"Mungkin kita bisa berjalan-jalan lain kali saat Jonathan ada di sini. Aku yakin dia juga senang berjalan-jalan bersama calon bayinya," kata Brian.

Elisa terpaksa tersenyum karena dia tahu hal itu tidak mungkin terjadi. Jonatan tidak mencintainya sehingga tidak mungkin bersikap baik pada anaknya.