webnovel

28. Menepis Rayu

Sang Papa tersenyum miring, "ooh, jadi putra Papa ini sudah mencoba dan ternyata gagal? Lalu kenapa Papa yang harus kamu minta? Memangnya dia bisa patuh pada Papa?"

"Aku pikir dia tamu spesial Papa dan mengenal Papa lebih dulu. Aku rasa lebih dia hormati sih, Papa dan lebih bisa dipercaya serta bisa dianggap bapaknya, mengingat dia sudah tidak memiliki orang tua? Papa dan Mama bisa jadi orang tua angkat, 'bukan?" pinta Argan.

"Aku rasa dia takkan mau merepotkan orang lain, dia gadis yang mandiri, pekerja keras dan tidak suka dengan uluran tangan orang lain." Penilaian Sena.

"Aku rasa dia akan mempertimbangkan, bisa jadi dia akan sangat tersanjung dan bahagia memiliki orang tua lagi, seharusnya." Pandangan Argan.

"Humm, apakah putra Papa sedang jatuh cinta kepada gadis kampung itu? Hahaha!" To the point ucap Sena menjadi penyebab memerahnya pipi putranya yang ketahuan apa niat sesungguhnya.

"Bukannya begitu, Pa. Mana mungkin dalam hitungan dua hari, aku Papa tuduh jatuh cinta sama dia? Aku hanya merasa keluarga kita butuh dia, Pa. Bahkan rumah terasa nyaman dan bersih, apalagi pekerja rumah tangga kita masih empat hari lagi baru masuk? Nanti Melzy juga tidak akan berat lagi karena ada pekerja di rumah ini, 'kan?" jelas Argan mengalihkan rasa malu yang mungkin sudah diketahui sang Papa.

"Lalu, boleh Papa tahu kenapa malah kamu ingin mengantar dia ke kotanya, hum?" tanya sang Papa penuh selidik.

"Ya, namanya orang sudah berbuat banyak sama kita, sudah baik, sudah melakukan banyak hal, jelas sebagai rasa terima kasih kepada dia, bisa saling menjalin persaudaraan, 'kan, Pa? Apa salah? Lalu Argan juga ingin berkunjung ke banyak kota dan Negara seperti Papa, khususnya kota dia yang banyak jasa kepada keluarga kita dan yang paling mengetuk hati adalah ketulusan dia kepada Mama."

"Humm, baguslah. Melzy wanita yang cukup pintar, ya? Mengambil hati. Sekarang putraku telah ia ambil hatinya. Oke, kalau kamu bersikeras begini, akan aku coba besok bicara kepadanya. Siapa tahu dia mau tinggal lebih lama. Papa harus pergi dulu, Argan. Sejak tadi kita bicara masalah ini."

"Kapan Papa akan bicara kepadanya?" ulang Argan memastikan.

"Hahaha, kenapa terburu-buru? Besok, jagoanku! Kau minta Papa bicara sekarang kepadanya? Papa masih ada urusan kerja dulu, hahaha!" terang sang Papa sambil tertawa menyaksikan sikap anaknya yang kelimpungan.

"Baik, terima kasih, Pa." Argan memeluk Papanya dengan erat. Pemuda itu benar-benar tidak mencium gelagat aneh atau firasat aneh terhadap Papanya, dia sangat menghormati dan memercayai sang Papa.

[Melzy, nanti malam tolong berikan sedikit waktu untukku, kita bertemu dan mengobrol sebentar saja, bolehkah?]

Argan mengirim chat pribadi kepada Melzy yang telah berada di rumahnya.

Ia harap masih ada sedikit waktu untuk bertemu berdua karena Argan sekali lagi ingin menikmati waktu kebersamaan dengan Melzy, tetapi ia juga tak tahu apakah Melzy mau menyempatkan waktu bertemu dengannya.

[Di mana? Sepertinya aku tidak bisa kalau ke luar, karena ada Tuan, aku takut dikira berlaku yang tidak-tidak atau memanfaatkanmu atau tukang rayu kamu, Mas. Sebaiknya itu tidak terjadi, jadi aku rasa kita tidak perlu bertemu berdua lagi] balas Melzy untuk menjaga jarak.

[Please, Melzy. Jangan begitu, besok malam kemungkinan kita takkan bertemu lagi, sedangkan besok pasti kamu sibuk prepare kembali ke kotamu? Aku sangat sedih mengatakan topik ini. Malam ini kita bicara seperti biasanya saja, kita ngobrol dengan secangkir kopi. Titik!]

balas Argan.

Melzy dijemput oleh suruhan Sena di saat Argan masih belum sampai di rumah, Sena meminta bertemu dengannya sebelum Argan pulang tadi. Melzy yang hanya bisa pasrah dengan muka memelasnya itu ikut serta dengan Tanto_suruhan Sena, sekaligus pengawal Sena dan menghantui bulatan tempurung kepala Melzy adalah, semoga tuannya itu tidak meminta jatah lagi, mengingat pagi tadi sudah sangat hot bersamanya, Melzy lelah jiwa raga dan sangat benci kejadian demi kejadian.

Melzy tak berhenti membatin, ke mana si supir Melzy yang notabene seorang pendampingnya? Sama sekali tak tampak batang hidungnya itu, chat yang sedari kemarin juga masih centang abu, belum dibuka, apalagi dibalas. "Ngapain saja sih, orang itu? Kerjanya ngapain kalau begini jadinya? Balas kagak! Nyahut juga kagak! Nyebelin! Apa fungsinya lelaki itu sebenarnya!" umpat Melzy kesal sendiri.

"Hallo, Wanita cantikku, kau berpakaian tidak seksi saja menggetarkan jiwaku, apalagi seksi?" Orang itu segera mencium telinga Melzy di depan umum. Melzy sangat geram.

"Tempat umum ini, Tuan. Ada pak Tanto juga, jangan aneh-aneh!" sentak Melzy tegas. Dia hanya bisa melawan dengan verbal, karena dia tak mampu berbuat apa-apa. Dia terkunci oleh dompet dan tarif yang sudah dibayarkan.

"Hahaha, aku semakin senang melihatmu marah, semakin menawan. Duduklah, ayo! Terima kasih atas kedatanganmu, Wanitaku! Tenang saja, aku belum pernah melayani dengan kasih sayang, maafkan jika aku selalu memintamu dengan paksa, ssssst ... yang paksaan itu lebih menantang dan nikmat." Suara yang tadinya nada biasa jadi berbisik di telinga Melzy.

"Katakan saja apa keperluan anda, Tuan. Basa-basi hanya membuang waktuku! Aku ingin segera pulang dan berkemas." Melzy makin dingin.

"Tak usah lah buru-buru, besok malam tanggal pengembalianmu, sekarang lakukan quality time bersamaku atau kau sudah ingin pulang dan memilih berkencan dengan yang lebih muda dan segar, Putraku itu? Gimana, dia tampan, 'kan?" celetuk lelaki itu dan manik mata Melzy membesar seketika.

"Ke mana arah pembicaraan kita, kenapa berputar-putar tak jelas arah?" singkatnya.

"Hahaha, tenang! Tenang, Sayang. Aku hanya menjamu kamu di sini, niatku hanya mengobrol ringan mengingat aku belum pernah memperlakukanmu dengan manis, aku takut perlakuan manis putraku yang justru membawamu ke sebuah rasa mendalam. Aku juga mau, dong memperlakukanmu dengan manis. Karena itu kita makan bersama, aku jamu dengan istimewa karena kamu sudah banyak menyenangkan Joni-ku tiada tara. Hahaha!" Dengan tanpa rasa malu Sena Hadikusuma membelai ujung kepala Melzy hingga melewati raba hidung, bibir nude Melzy, dagu, leher, lalu tangan dia itu lanjut hendak mengelus dada menyembul Melzy, segera ditepis oleh Melzy dengan kasar.

"Mungkin kau nilai aku tak punya harga diri, setidaknya aku punya rasa malu dan benci dengan hal pelecehan seperti ini, apalagi di depan umum!" bentak Melzy.

"Aish! Apa di otaknya hanya ada hal menjijikkan saja? Ruhnya sudah dikuasai iblis, berbanding terbalik dengan putranya yang bak malaikat!" umpat Melzy dalam hati dan dia hanya menyuguhkan diam kata.

"Humm, sikap yang bagus, jinak-jinak merpati, judes di tempat umum, lembut dan bitch saat berduaan, aku rindu yang begitu," gesah orang itu diikuti menjulurkan lidah.