Meski kesal dan kehilangan selera makan, namun tubuh Qin Mu tidak sekuat pendiriannya. Karena tidak sarapan, asam lambung Qin Mu pun kambuh dan sakit hingga siang hari.
Qin Mu pun menidurkan kepalanya di atas meja, sakit yang dirasakannya ini membuatnya tidak bersemangat.
Kemudian Song Ruoci menepuk pundaknya, "Bagaimana dengan lambungmu sekarang? Mau ke dokter saja?"
"Tidak mau, aku juga tidak akan mati hanya karena hal ini!" Qin Mu menyangga dagunya dengan satu tangan, sedangkan tangan satunya masih mengelus-elus perutnya yang terasa sakit.
Song Ruoci melihat Qin Mu yang keras kepala, ia pun ingin menasehatinya. Sebagai teman akrab Qin Mu selama bertahun-tahun, Song Ruoci sangat tahu dengan situasinya di rumah keluarga Qin.
Song Ruoci ingin marah kepadanya namun juga tidak rela menasehatinya. Ia pun menuangkan air hangat untuk meringankan rasa sakit di lambungnya, "Nanti pulang sekolah kita pergi beli obat untuk lambungmu!"
Qin Mu menjawab "Ehmmm", kemudian minum air hangat yang diberikan Song Ruoci.
"Ugh... panas..." Qin Mu segera mengipas lidahnya yang kepanasan dengan tangannya.
Song Ruoci mendengus, "Siapa suruh kamu meminum secara langsung!"
"Oh ya, hari ini Yan Xun tidak masuk?" Qin Mu melihat ke meja Yan Xun yang ada di belakangnya.
"Aku rasa, semalam saat dia sampai di rumahnya, ayahnya sudah menunggunya sambil memegang cambuk di tangannya."
"Oo."
Namun dengan acuh, Qin Mu kembali menidurkan kepalanya di atas meja, "Hmmm.. Aku tidur sebentar."
*****
Setelah empat hari berlalu, ternyata selama satu minggu ini Yan Xun tidak masuk sekolah sama sekali. Sepertinya, ayahnya benar-benar telah menghukumnya hingga tidak dapat turun dari tempat tidurnya.
Selain itu, beberapa hari ini pun perilaku Qin Mu juga sangat baik. Gadis ini tidak bolos sekolah ataupun pergi untuk berulah di luar.
Tepat pada hari sabtu ini, secara kebetulan Qin Zezhang sedang tidak ada di rumah. Sepertinya ayahnya ini pergi berbisnis di luar kota. Qin Mu pun menghabiskan hari sabtunya dengan bermain video game di dalam kamarnya seharian. Saat hari sudah malam, ia baru keluar dari rumahnya dan kebetulan Song Ruoci yang sedang mengunjunginya.
Tidak melupakan Yan Xun yang sudah tidak memberi kabar, Song Ruoci pun menghubungi Yan Xun dan mengajaknya keluar. Sayangnya Yan Xun yang ada di ujung teleponnya juga hanya menjawab dengan nada lemas.
Nada lemas ini pun juga terdengar dari Qin Mu, apalagi ia selalu kalah saat sedang memainkan video game ini. Ia pun dengan sebal mematikan telepon selulernya, "Ya sudah, biarkan dia saja. Kita hangout sendiri saja."
Song Ruoci dan Qin Mu memang anak yang suka menghabiskan waktu bermain di luar rumah. Mereka berdua sering berkunjung ke bar yang dekat di sekolah itu.
Bar ini juga bukan bar yang memiliki banyak aturan seperti di klub Sembilan, banyak siswa-siswi suka berkumpul di tempat ini untuk sekedar ngobrol ataupun menghabiskan malam minggu yang menyenangkan.
Pelayan bar juga sudah mengenali hampir semua siswa yang berkunjung, bahkan dengan ceria menyapa kedatangan para siswa itu bila mengunjungi barnya.
Qin Mu dan Song Ruoci pun mengunjungi bar tersebut. Tidak disangka, mereka pun melihat Gu Mengzi dan kawan-kawannya yang biasanya akrab dengan Qin Sichu.
Saat Qin Mu menyadari keberadaan mereka, dirinya pun langsung bergumam kesal, "Percaya tidak, hari ini pasti akan ada pembuat onar lagi!"
Song Ruoci yang mendengar itu hanya melebarkan matanya karena kaget dengan gumaman sahabatnya ini.
Ya, Qin Mu memang termasuk anak bebal, berbeda dengan saudara tirinya, Qin Sichu.
Qin Sichu sebenarnya adalah gadis yang baik di mata semua orang, ia cantik, memiliki prestasi akademik yang baik, dan yang paling penting adalah ia tidak pernah berbuat onar.
Berbeda dengan Qin Mu, siswa yang suka membuat masalah.
Jangankan bolos sekolah, Qin Mu juga suka merokok, minum minuman keras dan berkelahi. Rasanya seluruh perilaku buruk sudah menempel pada dirinya.
Para guru sekolah juga merasa pusing kepala saat mengungkit namanya itu. Namun sepertinya juga tidak dapat menemukan solusi yang tepat. Lagi pula, hal ini juga dikarenakan Qin Mu memiliki seorang ayah yang kaya raya dan berkuasa.
Qin Mu dan Qin Sichu sama-sama adalah putri dari keluarga Qin. Tetapi dalam pandangan orang-orang di lingkungan mereka berdua, kedua anak ini memiliki perbedaan yang mencolok.
Sayangnya, gadis baik yang ada di mata semua orang itu juga sebenarnya tidak terlihat spesial dan bahkan terlihat munafik, terutama bagi Qin Mu. Qin Mu yang tahu sifat aslinya juga tidak terlalu memedulikannya, ia pun tidak mencari tahu lebih lanjut ataupun mengganggunya.
Menurut Qin Mu, hal yang paling baik adalah untuk tidak memperdulikannya. Akan lebih baik bila berpura-pura tidak melihat keberadaan mereka.
Di bar ini, Qin Mu dan Song Ruoci memilih tempat yang tenang untuk duduk. Setidaknya jauh dari gerombolan Gu Mengzi.
Mereka berdua pun memesan dua botol bir kepada pelayan dan memilih tempat duduk yang kosong. Sayangnya, Gu Mengzi dan gerombolannya malah mendatangi mereka berdua.
Kenyataannya, walaupun mereka berdua tidak bermaksud mau mencari masalah, namun masalah itu sendiri tetap akan menghampiri mereka berdua.
Karena Gu Mengzi akrab dengan Qin Sichu, maka secara alami hubungannya dengan Qin Mu juga tidak baik. Sejujurnya, di antara mereka justru sering terjadi konflik yang tidak penting.
Kejadian yang terjadi di warnet beberapa waktu lalu juga karena Gu Mengzi yang mencari masalah pada Qin Mu.
Tepat sesuai dugaan Qin Mu, Gu Mengzi tampak sedang melangkah dengan angkuh untuk berjalan menuju ke tempat mereka berdua. Tidak lupa bahwa kedua tangannya pun dilipat dengan sombong di depan dadanya, "Kebetulan sekali kita bisa bertemu di sini!"
Qin Mu berusaha tidak memperdulikan gerombolan orang bermasalah ini dan meminum satu teguk bir. Ia pun tidak menanggapi pernyataannya itu.
Sudah jelas, ia tidak ingin menghiraukan keberadaan segerombolan orang bermasalah ini.
Gu Mengzi yang berdiri tepat di sampingnya, langsung memandangi Qin Mu yang tidak menghiraukannya. Ia pun marah dan berkata keras, "Qin Mu, apa yang kamu sombongkan? Kamu kira..."
Seketika Qin Mu memotong kata-katanya dengan menolehkan kepalanya kepada Song Ruoci, "Eh, Kak Ci, apa kamu mendengar suara gonggongan seekor anjing?"