"Sedang apa anda berjongkok di depan pintu?" tanya Richard Alexander. Kedua mata pria tampan itu menatap dengan Viona dengan tajam.
Viona buru-buru mengenakan kembali sepatu high heelsnya. Lalu, berdiri ketika melihat Richard berdiri di hadapannya. Tiba-tiba heels, Viona yang sebelah kiri patah
Selain itu karena terlalu buru-buru dan kaki salah satu kakinya lecet parah akibat berlari menggunakan sepatu high heels lama yang terbuat dari bahan kulit. Menyebabkan keseimbangan tubuh gadis cantik itu sedikit goyah.
Tubuh Viona kehilangan keseimbangan, terhuyung jatuh ke depan.
Buk!
Kepala Viona tepat terjatuh di dada Richard Alexander. Dada bidang dan kekar itu terasa hangat. Harum parfum mahal milik sang CEO benar-benar menggoda indera penciuman Viona.
Tanpa sengaja gadis itu berada di pelukan sang CEO.
1, 2, 3, keadaan membeku selama tiga detik.
Sebelum akhirnya Viona tersadar akan keadaan yang terjadi. Gadis itu cepat-cepat mengangkat kepalanya dari dada sang CEO. Viona tampak ketakutan dan salah tingkah.
"Ma-ma-maafkan aku Tuan Richard," ujar Viona.
Wajah gadis itu memerah karena malu. Sementara, Richard terlihat tenang dan tidak peduli. Pria itu malah menatap tajam ke arah Viona. Membuat gadis itu semakin merasa bersalah.
"Apa anda sedang tidak enak badan Nona Viona?" tanya pria itu.
"Atau anda belum sarapan pagi?" sindir Richard.
Rona merah merangkak naik di wajah putih Viona Ryders mendengar perkataan dari sang atasan.
Gadis itu merasa sangat malu sekali akan kejadian tak terduga ini. Ia tidak menyangka akan terjatuh ke dada sang CEO menyebalkan, yang kini berdiri ada di depannya.
"Ma-ma-maafkan aku Tuan Richard. Sa-saya tidak sengaja," jelas Viona sekali lagi dengan sedikit terbata.
"Saya kehilangan keseimbangan. Mohon maafkan saya," imbuh Viona dengan sedikit memelas.
"Sepertinya anda baik-baik saja," ucap Richard Alexander sambil memandang kedua kaki Viona nan jenjang dan mulus.
'Aduh ngapain sih, pake lihat-lihat segala! Gak tau apa heel aku sebelah kiri mau patah,' protes batin Viona.
Gadis itu merasa sedikit gugup dan salah tingkah saat mata biru Richard mulai memandangi kedua kakinya yang mengenakan sepatu high heels hitam butut. Sepatu itu tidak bermerk seperti kebanyakan sepatu para staf wanita di kantor ini. Hanya sepasang sepatu kulit high heels lama miliknya dulu saat kuliah.
"Mulailah bekerja sekarang! Jangan banyak alasan!" imbuh Richard.
Tanpa berkata apa pun, Richard Alexander berbalik, pria itu akan menuju ke ruangan kerja pribadinya. Dari belakang Viona bisa melihat bahu sang atasan yang lebar dan kokoh.
Viona memonyongkan bibirnya sedikit karena kesal dengan perintah sang atasan.
'Sabar, Viona kau tidak boleh kalah. Ingat pesan Nona Lewinsky, jangan bikin masalah dengan pria ini. Ayo Viona, Tunjukkan profesionalitas!' batin gadis cantik itu, mencoba untuk menyemangati dirinya sendiri.
Lalu, tanpa banyak bicara Viona memungut kardus berisi dokumen dan barang pribadinya yang tergeletak di lantai.
Kemudian, dengan langkah sedikit terseok-seok Viona berusaha mengikuti sang atasan. Keadaan heels sebelah kiri yang goyang dan hampir putus itu membuat langkahnya tidak imbang. Gadis itu berusaha agar heels sebelah kirinya tidak terlepas.
Viona melihat meja kerja besar, bentuknya mirip meja resepsionis yang terletak di depan ruangan kerja sang CEO. Sebuah komputer laptop sudah ada di atas meja tersebut.
"Letakkan barang-barang anda di meja itu!" perintah Richard Alexander sambil menunjuk sebuah meja kerja berwarna hitam.
"Itu meja kerja pribadi anda, Nona Viona," jelas CEO itu.
"Dan laptop itu adalah laptop khusus untuk kegiatan sekretariat yang bisa anda gunakan," imbuh Richard.
"Baik, Tuan Richard. Terima kasih banyak," balas Viona.
Gadis itu pun langsung meletakkan dan menata barang-barang pribadinya di meja kerja baru tersebut.
"Oh ya sebelum itu silahkan anda ambil sendiri file-file yang anda perlukan untuk dimasukkan ke dalam komputer. Di dalam ruangan saya. Besok saya akan menyuruh orang untuk membelikan lemari file baru untuk anda sendiri di depan," terang Richard Alexander.
"Baik, Tuan Richard," balas Viona dengan sigap.
Richard menganggukan kepalanya lalu kembali ke dalam ruangan kerjanya. Pintu ruangan itu masih dibiarkan terbuka oleh Richard.
Tiba-tiba, Viona teringat pesan dari Monica Lewinsky, seniornya tadi pagi.
Bahwa Ia harus bekerja dengan profesional dan sungguh-sungguh tanpa membuat masalah dengan Tuan Richard Alexander, jika dirinya ingin tetap bertahan di perusahaan itu.
Viona segara berdiri, berjalan menuju ke ruangan CEO untuk mengambil beberapa file dokumen untuk dimasukkan datanya ke komputer.
Gadis itu berjalan dengan sedikit menyeretkan kakinya di lantai. Karena, selain heels yang mau putus, kaki kirinya terasa perih dan sakit akibat lecet parah.
Sepatu high heels butut itu bagian dalamnya telah mengeras sehingga membuat luka tumit dan bagian jari kelingking kaki Viona.
Richard Alexander duduk dengan tenang di kursi kerja. Pria tampan itu tampak khusuk memeriksa laporan bulanan yang ada di laptopnya.
Sret, sret, sret. Suara gesekan sepatu Viona dengan lantai marmer di ruangan kerja menimbulkan suara pelan. Gadis itu berusaha agar heels sebelah kirinya tidak terlepas.
Richard mengamati Viona yang berjalan dengan pose tidak biasa dengan menyeret sebelah kakinya. 'Kenapa dia berjalan seperti itu? Apa dia cacat?' batin Richard yang merasa heran dengan cara berjalan sekretarisnya yang tidak biasa.
Sret, sret, sret. Suara gesekan sol sepatu lawas milik Viona yang sudah tipis itu menimbulkan bunyi yang mengganggu bagi Richard Alexander yang memiliki pendengaran dua kali lebih tajam dibandingkan orang pada umumnya.
'Sialan, bunyi sepatu ini mengganggu sekali!' maki Richard dalam hati. Suara itu mengganggu konsentrasi sang CEO. Pria itu diam-diam mengamati sepatu Viona.
'Sepatu burik gitu! Pantas saja bunyinya berisik! Itu pasti sepatu bekas atau sepatu murahan yang dibeli di pasar barang bekas. Sama sekali tidak berkelas,' hina batin Richard Alexander.
'Huft, sungguh memalukan sekali! Sekretaris CEO memakai sepatu burik seperti itu! Jangan-jangan dia terlalu miskin sehingga tidak mampu beli sepatu yang layak?' imbuh batin Richard Alexander.
Richard Alexander, adalah pria dengan selera fashion yang tinggi. Berasal dari keluarga bangsawan kaya raya memiliki barang dari brand-brand fashion ternama, seperti Gucci, Chanel, dan lain-lain. Sudah bukan barang asing baginya.
Hanya dengan sekali lihat pria bisa tahu bahwa sepatu milik sekretarisnya itu memang bukan dari merk terkenal.
Viona berjalan mendekati rak buku di sebelah meja kerja Sang CEO. Semakin mendekat, semakin terasa mengganggu suara itu di telinga Richard Alexander.
"Ehem!" CEO itu berdehem, karena merasa terganggu dengan suara sol sepatu Viona.
Viona masih saja berjalan menuju ke rak buku di samping meja Richard Alexander.
"EHEM!" Richard berdehem sekali lagi dengan suara keras.
Suara dehem sang atasan yang sangat keras itu membuat Viona terkejut. Gadis cantik berambut pirang itu hampir saja menjatuhkan binder file yang ada di tanganya karena terkejut.
Viona segera menoleh ke sang atasan. "Apa anda sakit flu Tuan Richard?" tanya gadis itu dengan polos. Kedua mata hijau emerald milik Viona mengerjap-ngerjap, memandang sang atasan.
Richard menjadi kesal karena pertanyaan Viona yang menganggapnya sakit flu. Padahal itu adalah kode atau sindiran halus yang diberikan Richard kepada Viona agar dia berhenti berjalan dengan cara tidak normal, yaitu menyeret sebelah kakinya.
'Sialan! Dia malah menganggapku sakit flu sekarang! Benar-benar tidak peka! Apa maksudnya dia memandangku dengan tatapan mata seperti itu? Sepertinya gadis ini kurang peka,' batin Richard jengkel.
Richard tersenyum sinis kemudian menatap Viona dan berkata, "Apa aku terlihat seperti orang yang sakit, Nona Viona?" sindir pria itu.
"Justru, aku yang ingin bertanya. Kenapa anda berjalan menyeret seperti orang cacat begitu?" tanya Richard Alexander dengan tatapan mata yang mengarah ke kaki Viona.
Deg! Hati Viona bagai teriris ratusan pisau, mendengar pertanyaan sang atasan. Kedua alis Viona terangkat bersamaan saat mendengar kata cacat.
'Apa c.a.c.a.t? Wah, tega sekali kau Tuan Richard berkata seperti itu kepada bawahan anda,' protes batin Viona. Gadis itu merasa sedikit kesal dengan perkataan sang atasan.
Namun, Viona memilih untuk diam saja dan tidak berkata apa-apa. Seulas senyuman sinis tersungging di bibir Richard Alexander.
Bersambung...
Hi semuanya! Saya sudah up date untuk bab 10 ini. Semoga suka ya jalan ceritanya.
Creation is hard, cheer me up!
Like it ? Add to library!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.