webnovel

Tergoda Wanita Penggoda

Di usianya yang sudah 25 tahun, Anita tak kunjung menemukan juga seorang pria yang mau mempersunting dirinya. Bukan karena ia jelek ataupun tak sempurna, hanya saja para lelaki di desanya tidak berani untuk mendekati Anita karena Anita merupakan putri tunggal seorang juragan yang begitu kaya raya. Kesal karena tak ada lelaki yang mau dekat dengannya, akhirnya Anita pun seringkali bertindak duluan. Anita sering menggoda lekaki yang ia temui di jalan. Akbar, seorang pria beristri namun sudah lama ini istrinya tak pernah pulang ke rumah karena memilih pergi dengan pria yang lebih muda dari Akbar. Dia sudah berusia 40 tahun. Memiliki begitu banyak bulu tipis di sekitaran dada bidang miliknya. Akbar adalah lelaki yang menjadi korban Anita. Setiap kali Akbar berjumpa dengan Anita, pasti Anita selalu saja menggodanya membuat Akbar menjadi tergoda.

Euis_2549 · Urban
Not enough ratings
20 Chs

Jangan Fitnah Deh

"Yah ... kirain Anita, Anita bebas mau ngapain juga sama Abang. Hm," lesu Anita.

"Sudahlah, ini Abang udah selesai makannya," ucap Akbar.

"Abang, kenapa Abang tidak mau menikah dengan Anita? Anita kurang apa sih, Bang? Cantik sudah, baik iya. Kalau masalah setia, jangan ditanya lagi, Bang," cicit Anita.

"Ngomong apa sih kamu, Neng?" cuek Akbar.

"Abang, Anita setia loh, Bang. Anita wanita yang sangat setia. Di mana kesetian itu ada, di sana pasti Abang akan menemukan Anita. Aha, aw-aw ... Abangku sayang, menikahlah denganku. Yuk, Bang, nikah yuk!" ajak Anita yang tidak pernah menyerah.

"Ga mau!" tolak Akbar.

"Kenapa ga mau, Bang?" tanya Anita.

"Abang udah punya istri! Tolong mengertilah!" tegas Akbar.

"Anita gapapa kok, Bang, Anita siap jadi yang kedua. Oh Abang sayang ... Anita ga kuat ingin segera meremas roti sobek milik Abang. Aw ... sssshhhh ... Anita jadi pengen deh, Bang. Yuk, Bang, yuk," cicit Anita.

Kemudian tanpa diduga, Anita pun langsung saja duduk di atas pangkuan Akbar. Sontak saja Akbar langsung kaget.

"Astaga," kaget Akbar.

"Abang, sebelum jadi istri Abang, bolehkah Anita bertanya kepada Abang?" ucap Anita.

"Tanya apa? Tapi kamu turunlah dulu dari pangkuanku," titah Akbar.

"Makanan kesukaan Abang apa sih? Anita pengen tahu. Terus nih ya, biasanya kalau bangun tidur Abang suka ngelakuin apa sih? Yang tidak Abang sukai apa?" tanya Anita.

"Ga tahu! Cepat turun!" kesal Akbar.

"Ga mau! Anita maunya di sini, di lahunan Abang Akbar tersayangku," kekeh Anita.

Lalu tak lama kemudian, tiba-tiba saja Pak Amir datang. Dia melihat posisi Akbar dan Anita yang seperti itu. Pak Amir sangat kaget.

Anita pun menyadari kedatangan Pak Amir.

"Bapak! Bapak lihatlah, masa Bang Akbar tiba-tiba saja menarik Anita untuk duduk ke atas lahunannya," bohong Anita.

"Eh, apa? Nggak! Abang ga gitu! Kamu sendiri yang duduk di sini. Jangan fitnah deh," takut Akbar.

'Hihi ... gapapa deh aku tuduh Bang Akbar dulu. Maafin Anita ya, Abang sayang. Siapa tahu dengan begini, aku jadi nikah sama Bang Akbar, disuruh oleh Bapak'. Batin Anita.

"Iya loh, Pak, Anita ga bohong. Bang Akbar yang narik Anita. Bang Akbar nyentuh-nyentuh Anita. Cepat suruh Bang Akbar buat nikah sama Anita, Pak. Nanti takutnya Anita keburu hamil," celetuk Anita.

"Heh, astaga ... jangan ngasal kamu. Mana ada hamil, orang Abang aja ga ngapa-ngapain kok. Kamu sendiri yang duduk di sini," ucap Akbar.

"Nggak kok, Bang Akbar tadi yang narik aku. Ngaku aja atuh, Bang. Ga usah malah nuduh aku kayak gitu. Bang Akbar jahat ikh," cicit Anita.

Pak Amir hanya terdiam saja menyaksikan anaknya dan juga Akbar yang sedang berdebat.

"Bang Amir, saya sungguh tidak melakukan hal itu, Bang. Saya sama sekali tidak menarik Neng Anita. Bang Amir, tolong percayalah pada saya," ucap Akbar dengan begitu takutnya. Akbar takut kalau sampai Pak Amir lebih mempercayai putrinya dibandingkan mendengarkan kata-kata darinya.

"Tuh kan, Bang Akbar bicaranya kayak orang yang ketakutan gitu, Pak. Itu menandakan bahwa Bang Akbar itu memang salah," kekeh Anita.

'Ya ampun, aku sungguh tidak menyangka dan tidak habis pikir dengan anak ini. Tak hanya tukang goda dan centil, tapi dia juga tukang fitnah. Awas saja ya kamu. Aku harus segera menjauh dari bocah pecicilan ini'. Batin Akbar.

Kini Akbar pun jadi semakin merasa kalau Anita itu bukanlah gadis yang baik. Akbar jadi berpikir untuk segera menjauh dari Anita.

"Tidak, Bang Amir, tidak seperti itu. Saya takut bukan karena saya salah. Tapi, saya merasa takut karena, takutnya nanti Bang Amir tidak percaya kepada saya. Saya tidak seperti itu, Bang. Bang Amir kan tahu sendiri bagaimana sikap saya ini, Bang. Kita sudah saling mengenal sejak dua puluh lima tahun lalu," tutur Akbar.

"Wah ... jadi, Bapak sama Bang Akbar sudah saling kenal selama dua puluh lima tahun ya? Hm, itu kan sama dengan usia Anita saat ini. Hm, ada apakah ini? Apakah ini suatu pertanda? Apa mungkin sebenarnya aku dan Bang Akbar sudah ditakdirkan untuk bersama dari sejak aku lahir? Mungkinkah seperti itu?" oceh Anita.

"Nggak, mana ada kayak gitu, Neng. Ga usah ngaco," sanggah Akbar.

"Ya, kalau menurutku sih mungkin saja, Bang," kekeh Anita.

"Sudah, sudah! Cukup kalian berdua. Kok malah pada berdebat kayak gitu sih?" kesal Pak Amir.

"Bang, Bang Amir percaya kan sama saya?" tanya Akbar.

"Nggak! Bapak pasti percayanya sama Anita, kan? Anita ini kan putri Bapak. Putri satu-satunya," ucap Anita dengan begitu percaya dirinya.

"Iya, Anita, kamu memang putri Bapak. Putri satu-satunya sekaligus juga putri kesayangan," ucap Pak Amir.

Saat Pak Amir mengatakan hal itu, seketika saja Akbar menjadi kehilangan harapan kalau dirinya akan dibela oleh Pak Amir.

'Sudahlah, kalau sudah seperti ini, pasti aku yang akan jadi sasarannya'. Batin Akbar.

"Tapi ... tapi, kalau untuk hal ini, Bapak lebih percaya kepada, Akbar. Soalnya Bapak itu tahu sikap kamu, Nak. Ck, ck, kamu itu kan wanita penggoda. Haha ... sementara, Akbar, dia adalah lelaki yang begitu setia dan tidak pernah memiliki pikiran jahat kepada seorang wanita," tutur Pak Amir

Akbar langsung tersenyum senang saat mendengar perkataan itu dari Pak Amir.

'Tuh kan, bapaknya sendiri aja bilang kalau dia itu adalah wanita penggoda'. Batin Akbar.

"Ikh ... Bapak mah," kesal Anita.

"Haha ..." tawa Pak Amir.

Anita pun akhirnya menjadi cemberut dan mengerucutkan bibirnya ke depan.

Lalu tak lama kemudian, seorang pemuda yang tak dikenal datang di tengah-tengah mereka.

Anita yang saat itu masih berada di atas pangkuan Akbar, dia pun seketika saja langsung beranjak dari sana. Anita langsung menatap pemuda yang saat ini tengah berdiri di belakang Pak Amir.

'Aw-aw ... siapakah lelaki itu? Tampan sekali. Hihi ... mangsa baru nih. Jika Bang Akbar terus saja jual mahal padaku, maka aku akan lari ke pelukan lelaki lain'. Batin Anita.

Tanpa banyak bicara lagi, Anita dengan cepat langsung menghampiri lelaki tampan tersebut.

"Ekhm ... ganteng boleh kenalan ga? Aku Anita, si wanita yang masih berstatus gadis. Maukah kamu menjadi orang pertama yang menghapus statusku itu? Maukah kamu jadi suamiku?" tanya Anita yang mulai berulah kembali.

"Apa?" kaget lelaki tersebut.

"Em ... aku manggilnya Mas ganteng aja ya. Hehe ... aw-aw Mas ganteng, mau aku godain ga? Aha, godaan maut dari Anita akan membuat Mas ganteng tergoda," celoteh Anita.

'Memang dasar gadis genit. Setiap ada lelaki yang nganggur, pasti deh akan habis digoda olehnya. Dasar wanita penggoda! Aku tidak akan pernah tergoda olehnya! Kalau bisa, aku harusnya segera menjauh darinya'.