webnovel

TERBIASA

Dua pemuda dewasa akhirnya saling jatuh cinta, karna selalu bersama dalam ikatan pekerjaan. Namun, salah satu dari mereka sudah bertunangan. Bisakah mereka berasama?

Altwp · LGBT+
Not enough ratings
38 Chs

Dua

Di dalam restoran, Tias dan teman-teman stafnya sedang menunggu kedatangan Eza. Berulangkali Tias  mendongakan kepalanya ke arah pintu restoran, ia merasa kesal karena yang ditunggu belum juga menampakan batang hidungnya.

Tias melihat arloji yang melingkar di pergelangannya, "aduh, lama amat si Eza," gerutunya. "Apa dandan dulu kali ya? Dia kan nggak bisa keluar kalo nggak rapih."

"Sabar sih, kayak nggak tau Eza aja. Cowok perfeksionis, nggak mau ada yang kurang sedikitpun sama penampilannya." Ucap salah seorang temannya.

"Ha... ha..!" Tias terbahak, "iya kadang aku tuh heran sama tuh anak, kerapihannya itu lho masak ngalahin aku sih?" Ujar Tias seraya menggeleng heran.

"Eh itu dia nongol." Ucap salah seroang dari mereka, yang membuat Tias dan yang lainnya langsung menatap ke arah pintu masuk, dimana ada Eza yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka.

Tias mengerutkan kening, menatap heran ke arah Eza yang tidak datang sendiri, melain bersama seorang pria yang ia sendiri belum mengenalnya. Yang membuat Tias mengerutkan kening, Eza berjalan sambil menggandeng tangan pria tersebut.

"Itu siapa yang sama Eza?" Tanya salah seorang teman Tias. "Sodara atau gimana? kok pake gandengan segala."

Tias menggelengkan kepalanya pelan, "nggak tau, belum pernah liat." Ucapnya.

Beberapa saat kemudian Eza dan pria yang belum diketahui namanya itu sudah berada di dekat Tisa dan teman-temannya. Semua pasang mata menatap heran, lantaran Eza masih belum melepaskan genggaman tangannya kepada pria itu.

Eza mengerutkan kening, menatap heran satu persatu teman-temannya. Ia belum menyadari kenapa teman-temannya seperti bingung saat melihatnya.

"Udah kayak truk aja ni, gandengan." Celetuk salah seorang teman yang membuat Eza sedikit tersentak, reflek melepaskan cekalannya.

Eza dan pria itu tersenyum nyengir, rona wajah mereka terlihat memerah dibuatnya.

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Eza hembuskan secara perlahan. Ia mencoba menetralkan perasaannya yang sempat dibuat canggung karena ulahnya sendiri.

"Lama amat sih su," protes Tias, "mau bikin kita-kita kelaparan?"

Eza tersenyum nyengir, ia merasa lega berkat pertanyaan Tias, ia seperti diselamatkan dari rasa gugup. "Sory, tadi ada insiden kecil," tutur Eza.

"Trus itu cowok siapa? temen? sodara? Sepupu? Atau apa? kita temenan udah lama tapi aku nggak pernah liat dia." Cecer Tias, dengan raut wajah yang jutek, efek dari kelaparan.

Eza menepuk keningnya sendiri, wajahnya berkerut, mulutnya tersenyum nyengir, ia mentertawakan kekonyolannya sendiri. Bisa-bisanya ia main gandeng orang tapi belum menanyakan siapa namanya.

Eza menepuk pelan pria yang ada disampingnya, "mas maaf namanya siapa?"

"Aih, belum tau namanya udah main gandeng aja," sergah salah seroang dari temannya.

"Sory tadi buru-buru, pasti kalian nungguin kan?" Bela Eza, ia kembali menoleh ke arah pria tersebut. "Siapa mas namanya?"

Yang ditanya tersenyum nyengir, ia sedikit salah tingkah dibuatnya, "Arga mas..." ucap pria itu dengan suara beratnya.

"Oh... Arga," ucap Tias, gadis cantik itu mengulurkan tangannya ke arah Arga, "kenalin aku Tias, temennya Eza." Ucapnya.

Arga meraih uluran tangan Tias, kepalanya mengangguk pelan. Secara otomatis Arga sudah tahu siapa nama pria yang sudah membawanya sampai ke tempat itu. Lantaran dari tadi ia sudah mendengar teman-teman Eza selalu menyebut nama itu.

"Jadi nanti Arga ini bakal gabung di perusahaan kita," ucap Eza penuh percaya diri. "Tap nanti aja dibahasnya, sekarang kita makan siang aja dulu. Udah pada laperkan."

"Banget," ketus Tias.

Eza mendaratkan bokongnya di lantai, di dekat Tias, disusul Arga juga duduk di lantai, setelah Eza mempersilahkannya duduk. Mereka duduk di lantai lantaran yang mereka memilih tempat duduk di lesehan. Lebih nyaman untuk makan bersama dengan jumlah orang yang lumayan banyak.

Awalnya Arga merasa canggung saat detik pertama ia menempelkan pantatnya di lantai. Namun karena sikap Eza yang supel, dan teman-teman Eza yang terlihat ramah, lambat laun perasaan canggung menghilang dalam dirinya. Yang ada kini Arga merasa lega, ia berharap, semoga apa yang dikatakan Eza bahwa ia akan bergabung di perusahaan itu benar adanya.

Beberapa saat kemudian, acara makan siang pun selesai. Satu demi satu teman-teman Eza mulai berpamitan untuk pulang ke rumah masing-masing. Kini di tempat itu hanya tinggal Eza, Arga dan juga Tisa. Rumah Eza dan Tias masih satu arah, jadi mereka kadang selalu berangkat dan pulang bersama.

"Mas tadi beneran saya bisa dapet kerja?" Tanya Arga kepada Eza. Ia merasa penasaran, dan belum yakin dengan pernyataan Eza sebelumnya.

"Ohiya sebentar," Eza merogoh kantong celana di bagian belakang untuk mengambil dompetnya, Eza megeluarkan kartu nama dari dalam dompetnya lalu diberikan kepada Arga. "Ini kartu nama saya, besok kamu dateng aja ke kantor tapi sebelum itu kamu hubungi saya dulu. Kebetulan ada posisi kosong di divisi saya, mudah-mudahan nanti cocok sama kamu."

"Eza ini baru diangkat jadi manajer pemasaran, jadi dia butuh orang buat bantu dia," celetuk Tias.

"Oh... gitu, selamat kalo gitu mas," ucap Arga, ia mengulurkan tangannya dan langsung disambut dengan baik oleh Eza.

"Terima kasih, jangan panggil mas. Eza aja, biar lebih akrab. Kayaknya kita juga seumuran." Ujar Eza.

Arga tersenyum nyengir, "iya mas... eh Za," ucapnya. "Oiya saya juga terima kasih nih, udah diajak ikut makan-makan."

"Nggak papa santai aja, trus ngomong-ngomong kamu mau kemana lagi?" Tanya Eza.

"Kayaknya langsung pulang aja, soalnya udah sore juga." Jawab Arga.

"Yaudah kalo gitu sampai ketemu besok, jangan lupa hubungi saya dulu." Pesan Eza.

Arga mengangguk pelan, "iya... terima kasih... Eza."

====

Tbc