96 Sabar Ada Batasnya

Typo...sorry ya guyssssssss

______________________________________________________________________________

Suasana ruang tengah itu menjadi mencekam akibat kemarahan dari Brian. Daffa merasa jika kedatangannya kesini malah membuat hubungan keluarganya dengan keluarga kakak iparnya memburuk.

" Kak! Sebelumnya Daffa minta maaf karena telah mengikuti permintaan Bang Arkan! Tapi Daffa tidak ada maksud apa-apa selain ingin melihat keadaan Kak Fatma saja!" tutur Daffa sambil menatap Brian.

" Sayang! Apa kemarahanmu tidak bisa kamu kurangi?" tanya Fatma lembut sambil memegang tangan suaminya itu. Hati Brian langsung merasa dingin saat Fatma menyentuh tangannya dan berbicara lembut kepadanya.

" Terserah kalian saja! Kamu Bre, pulanglah! Jika mau menemui kakak iparmu, telpon dulu!" kata Brian datar.

" Dan buat kamu Daffa! Aku beri kamu waktu 10 menit untuk berbicara dengan istriku!" kata Brian tegas lalu berdiri dan pergi ke ruang kerjanya. Fatma hanya bisa menatap kepergian suaminya dan menghela nafas panjang.

" Kakak!" rengek Briana sambil berpindah ke samping Fatma.

" Pergilah! Kamu tahu'kan sifat kakakmu? Datanglah besok, aku akan mencoba bicara dengannya!" kata Fatma menepuk-nepuk tangan Briana. Briana menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

" Aku pulang dulu, kak!" pamit Briana.

" Iya! Hati-hati!" jawab Fatma.

" Assalamu'alikum!" ucap Briana.

" Wa'alaikumsalam!" jawab Fatma dan Daffa bersamaan. Setelah kepergian Briana, Fatma mengajak Daffa untuk duduk di taman belakang yang terlihat dari jendela ruang kerja Brian.

" Bagaimana kuliahmu?" tanya Fatma.

" Baik, kak!" jawab Daffa.

" Kak!" panggil Daffa.

" Hmm?" sahut Fatma.

" Apa...kakak bahagia?" tanya Daffa yang sontak membuat Fatma sedikit heran, tapi dia tahu jika adiknya itu hanya mengkhawatirkannya. Brian mengamati mereka berdua dari dalam ruang kerjanya.

" Benar-benar itu Arkan! Bisa-bisanya dia menanyakan tentang keadaan istriku!" ucap Brian ambigu.

" Apa dia mencoba kesabaranku? Apa dia ingin membuat anak istrinya kelaparan?" ucap Brian lagi sambil mengepalkan tangannya dengan sempurna.

" Apa Daffa boleh bertanya?" tanya Daffa.

" Boleh! Tanya apa?" tanya Fatma balik.

" Apa kakak bahagia?" tanya Daffa. Fatma menggenggam tangan adik satu-satunya itu.

" Daf! Kakak tahu kamu khawatir sama kakak akibat apa yang terjadi kemarin. Dan kakak tahu kalian begitu karena kalian mau yang terbaik untuk kakak. Dan kakak juga sangat tahu jika kalian semua sangat menyayangi kakak. Tapi Alhamdulillah! Kalian juga harus tahu dan percaya jika Brian bisa dan pasti membahagiakan kakak. Karena apa? Karena kakak iparmu itu sangat mencintai kakak, mungkin bahkan melebihi cinta kalian semua pada kakak. Dan yang terpenting adalah...Kakak juga sangat mencintai dia dan juga calon keponakanmu ini!" tutur Fatma panjang lebar sambil mengelus perutnya yang terlihat membuncit dengan tersenyum.

" Maafin Daffa, kak!" ucap Daffa dengan wajah penuh penyesalan lalu memeluk Fatma yang segera Fatma balas walau secepat kilat, karena dia tahu jika suaminya pasti saat ini sedang melihat mereka, bisa-bisa dia akan muncul saat ini juga jika dia lama-lama memeluk adiknya itu. Daffa terkejut karena penolakan sesaat kakaknya, tapi dia pernah mendengar dari Briana jika kakaknya itu seorang yang posesif dan pencemburu, meskipun itu pada saudara kandung istrinya.

" Maaf, Nyonya Muda! Tuan Muda meminta Nyonya Muda untuk segera masuk, katanya udara disini tidak baik untuk kesehatan anaknya!" tiba-tiba Mira sudah ada di depan mereka dan pastinya itu karena Brian melihat kejadian barusan.

" Iya, Mira! Katakan pada suamiku kalo 10 menit lagi kami akan masuk ke dalam!" jawab Fatma dengan menghembuskan nafas.

" Iya, Nyonya Muda! Permisi!" jawab Mira lalu pergi.

" Kau lihat? Dia sangat posesif sekali padaku, terlebih saat aku sedang mengandung keponakanmu ini!" ucap Fatma kesal.

" Iya, Kak! Keponakanku pasti akan sangat tampan dan soleh!" ucap Daffa.

" Aamiin!" jawab Fatma.

" Kalau begitu Daffa pamit dulu, Kak!" kata Daffa.

" Tunggu dulu! Kakak mau bertanya tentang satu hal!" kata Fatma.

" Apa kak?" tanya Daffa, perasaannya tidak enak dengan pertanyaan yang akan diajukan kakak perempuan satu-satunya itu.

" Apa kamu menyukai Briana?" tanya Fatma, Deg! Sesuai prediksi Daffa, kakaknya itu pasti akan menanyakan tentang hal itu. Daffa terdiam sejenak, dia bingung akan perasaannya saat ini. Briana memang cantik, sangat cantik malah, dia baik, lembut dan sangat pintar. Tapi dia adalah adik Brian, dia tidak mau nantinya keluarganya dan keluarga kakak iparnya akan semakin terpecah.

" Jawab dengan jujur, Daf! Kakak nggak mau kamu berkorban demi keluarga dan melupakan kebahagiaanmu!" kata Fatma.

" Abi dan Ummi sudah memilihkan Daffa calon istri, Kak!" jawab Daffa pelan.

" Apa? Kenapa kakak tidak tahu?" tanya Fatma kaget.

" Kemarin mereka baru mengatakannya pada Daffa!" jawab Daffa lagi.

" Siapa dia?" tanya Fatma. Daffa terlihat ragu untuk mengatakannya.

" Jawab Daf!" kata Fatma.

" Nanti kakak akan tahu dari Abi dan Ummi!" jawab Daffa akhirnya.

" Apa kamu sekarang sudah tidak percaya pada kakak? Apa kamu sekarang sudah tidak lagi menganggap kakak tempatmu mengadu?" tanya Fatma sedih.

" Bukan seperti itu, Kak! Sejak kakak menikah dengan Kak Brian, Daffa jadi kesepian dan tidak ada tempat untuk berbagi!" jawab Daffa akhirnya, dia telah menyimpan perasaan ini lama. Fatma terkejut mendengar pengakuan adiknya itu, dia merasa bersalah mendengarnya. Fatma tahu selama pernikahannya dengan Brian, Brian sangat posesif padanya sehingga untuk berjumpa dengan keluarganya saja dia harus menunggu Brian memiliki waktu luang.

" Maafkan kakak, ya, Daf! Kakak belum bisa menjadi kakak yang baik buat kamu!" kata Fatma dengan mata yang telah berkaca-kaca.

" Kak! Nggak pa-pa, kak! Tolong jangan menangis, nanti Kak Brian bakal marah sama Daffa!" kata Daffa panik.

" Sudah lebih dari 10 menit!" kata Brian yang tiba-tiba datang mendekat. Daffa dan Fatma terkejut melihat kedatangan Brian.

" Sayang? Kenapa...apa yang kamu katakan hingga membuatnya menangis?" tanya Brian marah pada Daffa. Fatma lupa jika Brian tidak seharusnya melihatnya sedang menangis atau dia akan murka.

" Ini tidak seperti yang kakak pikir!" jawab Daffa berdiri. Tapi tanpa di duga, Brian melayangkan tinjunya ke wajah Daffa. Bug!

" Aaaaaa!" teriak Fatma ikutan berdiri. Daffa terjerembab mendapat pukulan keras Daffa. Fatma segera berlari mendekati Daffa.

" Brian, hentikan! Apa kamu ingin jadi petinju?" teriak Fatma. Seketika Brian terdiam ditempatnya.

" Kamu tidak apa-apa, Daf?" tanya Fatma sambil melihat wajah adiknya, darah menetes daro sudut bibir Daffa yang sobek.

" Astaghfirullah! Kamu berdarah, Daf!" kata Fatma panik.

" Daffa nggak pa-pa, Kak!" jawab Daffa pelan.

" Apa kamu mau aku pulang ke rumah abi?" tanya Fatma marah pada suaminya. Brian menatap sayu istrinya, dia sangat takut jika Fatma akan bemar-benar melakukan itu.

" Tolong jangan mengatakan itu, sayang!" jawab Brtian mendekati Fatma.

" Stop disitu!" kata Fatma pada suaminya yang membuat Brian diam seketika.

" Ayo, Daf! Kakak akan mengobatimu!" ucap Fatma kemudian. Daffa bangun dan berdiri, lalu berjalan mengikuti kakaknya ke dalam rumah. Brian mengikuti mereka dengan langkah gontai, dia sangat menyesal telah membuat istrinya kecewa. Fatma mengambil kotak P3K dan mengobati Daffa dengan penuh kelembutan. Brian duduk di depan mereka dengan wajah kesal dan cemburu karena Fatma memegang wajah Daffa terus-terusan dan meniup-niup luka Daffa. Daffa tidak berani melihat kakak iparnya itu.

" Sudah! Apa tidak ada yang menyadari kesalahannya dan meminta maaf?" sindir Fatma.

avataravatar
Next chapter