105 Gelisah

Brian menatap dingin eneng, seperti dejavu, ingatannya melayang pada peristiwa dia sedang bermain solo di sebuah hotel lalu eneng masuk dalam keadan toples. Brian mengabaikan pertanyaan Eneng dan berjalan ke arah meja makan. Eneng sangat kecewa dengan sikap Brian yang seakan tidak mengenal dirinya. Apa seperti ini sikap orang kaya? Tapi kenapa dia ada disini? batin Eneng. Eneng pun menggantikan Brian ke arah kamar mandi, karena dia memang bermaksud untuk buang air kecil.

" Ummi masak khusus untuk kamu, lho!" kata Fatma yang duduk disamping Brian. sedangkan Abi dan ummi juga bersebelahan bersama Daffa disebelah Abi. Brian diam saja saat Fatma berbicara padanya, pikirannya melayang ke sosok Eneng, dia sedikit gelisah karena kehadiran gadis itu. Dia tidak mau keharmonisan keluarganya terusik dengan adanya Eneng.

" Habib!" panggil Fatma pada Brian yang masih diam, Fatma heran melihat sikap suaminya yang berbeda dengan saat dia datang tadi.

" Habib!" panggil Fatma sambil menyentuh tangan suaminya itu. Brian terkejut mendapat sentuhan istrinya.

" Eh, iya!" jawab Brian gugup.

" Kamu kenapa, habib? Apa ada masalah di kantor?" tanya Fatma khawatir.

" Tidak..."

" Eh, Neng! Kenalin ini suami mpok! Namanya Brian! Nanti kamu akan kerja di perusahaan dia!" kata Fatma. Eneng tersenyum senang, karena dia bisa terus bertemu dengan Brian setiap hari. Eneng duduk disamping Brian padahal ada kursi kosong di dekat Daffa. Dan Brian merasa risih duduk bersebelahan dengan gadis itu, bukan karena dia berasal dari desa, tapi karena dia pernah toples didepan Brian dan Brian pernah memeluk tubuh gadis itu.

" Eeee, saya panggilnya apa ya, pok?" tanya Eneng tanpa malu lagi.

" Panggil saja Kakak kalo diluar, di kantor kamu tetep panggil dia Pak Bos!" kata Fatma tersenyum.

" Baik! Terima kasih, Kak, atas pekerjaannya. Saya janji akan bekerja dengan rajin! Saya butuh bimbingan Kakak!" kata Eneng.

" Jangan khawatir, Neng! Suami mpok orang yang sabar dan baik, dia pasti akan membimbing kamu! Dia juga akan membayarkan kuliahmu dan kamu bisa naik jabatan nantinya!" tutur Fatma.

" Benarkah?" tanya Eneng berbinar.

" Iya! Benarkan, Habib?" tanya Fatma.

" Sepertinya saya tidak bisa ikut makan siang! Maafkan saya Abi! Ummi! Ada telpon dari Danis katanya ada tamu penting di kantor!" kata Brian kemudian berdiri dari duduknya.

" Ya sudah! Nanti ummi akan simpankan buat kamu!" kata Ummi.

" Tidak usah, Ummi! Saya sepertinya akan lembur!" kata Brian tanpa menatap istrinya, dia takut jika istrinya akan melihat kebohongan dimatanya.

" Ya sudah!" jawab Ummi.

" Permisi!" kata Brian, Fatma yang merasa diabaikan hanya diam saja, dia menerka-nerka apa yang terjadi pada suaminya.

" Fatma! Apa kamu tidak akan mengantar suamimu?" tanya Abi.

" He? Eh, iya!" jawab Fatma lalu dia berdiri dan berjalan ke arah pintu rumah. Sementara Eneng merasa jika Brian berusaha menghindari dirinya. Kenapa hatiku terasa sakit saat dia pergi? Kenapa aku merasa cemburu jika Mpok Fatma bersamanya? Ada apa denganku? batin Eneng.

" Aku akan menunggu dikamar nanti!" kata Fatma saat dilihatnya suaminya berjalan mondar-mandir sambil berkacak pinggang. Brian menghentikan langkahnya dan menatap sekilas istrinya dan perut buncit istrinya. Aku harus menceritakan semuanya pada Zahirah! Aku tidak mau dia mendengarnya dari perempuan itu atau dari orang lain.

" Aku pergi dulu!" kata Brian lalu meninggalkan Fatma sendiri tanpa memeluk atau mengecup istrinya. Fatma merasa ada yang aneh pada sikap dan tingkah laku suaminya, membuat mata Fatma berkaca-kaca dan butiran air menetes dipipinya.

" Ada apa denganmu, Habib?" tanya Fatma ambigu.

" Mpok!" panggil Eneng pada Fatma yang akan pergi ke kamarnya setelah makan siang.

" Ya, Neng?" jawab Fatma.

" Eneng pengen cerita-cerita sama Mpok!" kata Eneng.

" Boleh! Ayo ikut mpok ke kamar mpok!" kata Fatma. Eneng menganggukkan kepalanya senang, dia akan menghirup lagi aroma Brian di kamar itu. Aroma yang menenangkan jiwanya dan membuatnya sangat merindukan pria tampan itu. Apa bisa dia memiliki pria itu walaupun hanya sebagai simpanan atau mainan dia! Ah! Aku rela jadi apapun yang dia mau asal aku bisa memeluknya lagi! batin Eneng.

" Masuklah!" kata Fatma pada Eneng. Eneng masuk dengan tubuh bergetar, dia benar-benar bisa mencium aroma Brian yang menguar dari dalam kamar itu. Hatinya berdebar melihat ranjang besar dikamar itu, mereka pasti melakukan hubungan itu disana! batin Eneng.

" Aku ke kamar mandi dulu ya, neng!" kata Fatma.

" Iya, Mpok!" jawab Eneng. Sesaat setelah Fatma menutup pintu, dengan cepat Eneng berlari ke arah ranjang dan mengusap-usap bantal yang dia yakin adalah bantal Brian karena aroma yang dihisapnya dari bantal tersebut. Dipeluknya bantal itu seakan -akan dia memeluk tubuh Brian, entah kenapa dia merasa bagian intimnya menjadi basah. Eh, apakah aku ngompol? batin Eneng yang meletakkan lagi bantal tersebut dan duduk di sofa.

" Boleh aku ke kamar mandi, mpok?" tanya Eneng saat dilihatnya Fatma keluar dari kamar mandi.

" Tentu saja!" jawab Fatma.

Brian yang merasa bersalah pada istrinya segera menelpon ke Daffa.

" Assalamu'alaikm, Kak!"

- " Bisa minta tolong kasih ponselmu ke kakakmu?" -

" Iya, Kak! Matikanlah dulu, nanti aku miss call!"

Brian mematikan panggilannya dan menunggu beberapa menit.

" Bos! Pak Jack nunggu di ruang meeting!" kata Danis.

" Tunggu sebentar! Aku masih telpon istriku!" kata Brian, lalu ponselnya berbunyi.

" Halo, sayang!"

- " Assalamu'alaikum!" -

" Maaf, sayang! Wa'alaikumsalam!"

- " Pasti hal itu sangat berat hingga membuatmu melupakan semuanya!" -

" Maafkan aku, Qolbi! Bukan maksudku untuk..."

" Mpok! Apa mpok punya pakaian rumah? Pakaianku basah!" kata Eneng melongok dari balik pintu. Celana dalam Eneng memang basah akibat membayangkan tubuh Brian terutama boo-boo Brian yang terlihat menegang didepannya saat itu. Dan Brian masih bisa mendengar suara perempuan itu.

" Kenapa dia bisa ada di kamar kita?"

" Sebentar, Neng! Mpok sedang telpon!" kata Fatma.

" Zahirah! Jawab kalo suamimu sedang bertanya!"

- " Astaghfirullah! Ada apa denganmu? Kita bicara jika kamu sudah tenang!" -

Fatma mematikan panggilannya, hatinya sangat sakit mendengar amarah Brian. Dia tidak pernah melihat suaminya berbuat kasar seperti sekarang ini. Kemudian dia berdiri dan akan mengambilkan pakaian daster miliknya di almari.

" Biar aku saja yang mengambil, mpok! Mpok duduk saja biar tidak capek!" kata Eneng yang keluar dengan memakai handuk saja. Fatma terkejut melihat keadaan Eneng yang tidak malu padahal saat itu ada Daffa sedang duduk dibalkon.

" Eneng! Ada Daffa!" teriak Fatma. Daffa yang tadinya tidak tahu, langsung memutar tubuhnya mendengar teriakan kakaknya dan tanpa bisa dihindari, dia melihat Eneng yang hanya berbalut handuk.

" Ada apa, Kak? Astaghfirullahaladzim!" ucap Daffa sambil memutar tubuhnya memunggungi Eneng.

" Ma...maaf, Kak! Aku tidak tahu jika ada kak Daffa disini!" kata Eneng ketakutan karena teriakan Fatma. Secepat kilat Eneng masuk lagi ke dalam kamar dan menangis disana.

" Astaghfirullahaladzim!" ucap Fatma menyesali tindakannya yang kasar pada Eneng.

" Keluarlah, Daf!" kata Fatma lalu memberikan ponselnya pada Daffa dan segera saja Daffa berlari keluar kamar Fatma.

" Keluarlah, Neng! Maafkan aku yang berteriak padamu! Aku hanya tidak mau auratmu terlihat laki-laki selain suamimu!" kata Fatma membuka pintu kamar mandi dan melihat Eneng duduk diatas closet.

" Tapi sudah ada yang melihat auratku, Mpok!" jawab Eneng polos.

" Apa? Siapa?' tanya Fatma terkejut.

avataravatar
Next chapter