webnovel

MELEPASKAN 2

" Akhirnya kamu pulang juga, sayang!" sambut Dania saat melihat Evan datang.

" Papaaaaaa!" panggil Shakira berlari kearah Evan dan memeluk pria dengan wajah dingin itu.

" Halo, sayang!" balas Evan menggendong putrinya.

" Papa kemana aja? Ai kangen sama papa!" kata Shakira manja mengalungkan tangannya ke leher Evan.

" Papa ada kerja di luar kota, jadi baru aja pulang!" jawab Evan.

" Pergilah ke kamarmu, sayang! Mama mau bicara sama papa!" kata Dania yang melihat ekspresi dingin dari suaminya.

" Tapi, ma..."

" Shakira!" kata Dania dengan mata membulat.

" Iy...iya, ma!" kata Shakira takut.

" Ai ke kamar dulu, pa!" kata Shakira dengan wajah sedih.

" Pergilah! Nanti kita bermain!" kata Evan.

" Janji?" tanya Shakira senang.

" Janji!" balas Evan menurunkan putrinya dan Shakira berjalan ke lantai atas menuju ke kamarnya.

Dania berjalan mendekati suaminya, dia memeluk Evan dengan erat.

" Aku merindukanmu! Dari mana saja? Kenapa nggak kasih kabar?" tanya Dania menahan amarahnya.

" Ada sedikit masalah di perusahaan cabang, jadi aku harus secepatnya kesana!" jawab Evan sambil menahan amarah di dadanya yang rasanya ingin meluap karena sandiwara istrinya selama ini.

" Apa semua sudah selesai?" tanya Dania mengusap-usap punggung Evan.

" Sudah!" jawab Evan risih.

Ingin rasanya dia menepiskan tangan dan tubuh Dania, tapi dia harus sabar karena dia tahu jika istrinya itu seorang wanita yang licik.

" Aku merindukanmu!" bisik Dania dengan tangan yang telah meraba bagian bawah Evan.

Evan merasa ingin muntah mendengar bisikan Dania dan sentuhan wanita itu, dia hanya memejamkan mata dan mengepalkan kedua tangannya menahan gejolak dihatinya.

" Apa kamu tidak merindukanku?" tanya Dania menjilat leher Evan.

" Shakira bisa melihat!" kata Evan berusaha tenang.

" Dia tidak akan berani keluar dari kamar!" sahut Dania mencoba membuka ikat pinggang Evan.

" Ada PRT!" kata Evan lagi.

" Mereka tidak akan berani melihat!" sahut Dania lagi.

" Aku lelah!" akhirnya Evan mengucapkan kalimat pendek itu karena membayangkan wajah cemburu Bella.

Dania menghentikan gerakannya, lalu dia mengurai pelukannya dan menatap tajam suaminya.

" Apa disana ada yang telah membuatmu puas?" tanya Dania langsung.

" Aku hanya lelah!" jawab Evan.

" Katakan dengan jujur! Apa ada wanita lain?" tanya Dania yang terlihat marah.

" Kamu ingin aku jujur?" tanya Evan.

Evan menatap tajam istrinya dan Dania bergidik melihat tatapan suaminya yang begitu mengerikan sama seperti malam dimana dia...ah, tidak! Dia tidak mungkin...

" Tidak! Lebih baik kamu istirahat dulu! Aku akan menyiapkan air hangat untuk mandi!" kata Dania.

Dania meninggalkan Evan dan berjalan ke arah tangga menuju ke kamarnya dengan berbagai tanya di kepalanya. Ai! Ya, Ai! Dia satu-satunya harapanku! batin Dania.

Evan menyandarkan tubuhnya di kursi yang terdapat di ruang kerjanya. Dia memejamkan kedua matanya dan mencoba mengingat kepingan-kepingan memorinya yang sedikit berserakan....dih! Bahasa apa'an tuh, thor?...xixixi...au a elap...

Dia menekan tombol yang ada di bawah mejanya lalu meraih ponselnya yang berada di dalam saku celananya. Dinyalakannya ponsel tersebut lalu di bukanya aplikasi hijau itu. Nama My Ara ditekannya dengan mode video.

" Hai, sayang!" sapa Evan. saat terlihat wajah kekasihnya.

" Sayang! Kenapa lama sekali?" tanya Bella manja.

" Maaf, sayang! Biasa gangguan kecil!" jawab Evan tersenyum melihat wajah cemberut Bella.

" Sebel!" kata Bella kesal.

" Jangan seperti itu! Nanti dia mencari rumahnya!" kata Evan memperlihatkan juniornya yang masih berada di balik celana panjang dan boxernya.

" Awas aja kalo berani cari rumah lain!" ancam Bella.

" Nggak akan, sayang! Dia hanya bereaksi jika melihatmu!" kata Evan lembut.

" Rado mernanyakanmu!" kata Bella.

" Bawa dia besok ke kantorku!" kata Evan.

" Apa tidak apa-apa?" tanya Bella khawatir.

" Aku membuka kantor baru dan hanya Ferdi yang tahu!" kata Evan.

" Kamu menemui dia?" tanya Bella.

" Ya! Dia menceritakan semua yang dia tahu tetang hubungan kita!" kata Evan.

" Darimana kamu tahu tentang dia?" tanya Bella serius.

" Aku sudah mengingat semuanya, sayang! Dan jika kamu tahu aku sangat marah saat ini! Rasanya aku ingin membunuh seseorang!" kata Evan dengan wajah menggelap.

" Babe! No! Kamu sabar, ya! Apa kamu mau masuk penjara dan meninggalkan kami?" kata Bella meredakan amarah Evan.

" Tentu saja tidak, sayang! Kalian adalah segalanya buatku! Aku akan segera menyelesaikan semuanya!" kata Evan lagi.

" Aku percaya kamu pasti bisa!" kata Bella.

" Iya, say..."

Tok! Tok! Tok! Ada suara pintu diketuk dari luar ruang kerja Evan.

" Siapa, sayang?" tanya Bella yang mendengar juga.

" Sebentar, sayang! Masuk!" kata Evan lalu menekan tombol lainnya dibawah mejanya.

" Sayang! Airnya sudah siap! Mandilah!" kata Dania mendekati meja Evan.

" Pergilah dulu, aku akan selesai sebentar lagi!" kata Evan cepat sebelum Dania sampai di mejanya.

" Oh, baiklah! Aku tunggu di kamar!" kata Dania melihat ke arah meja Evan.

" Ada lagi?" tanya Evan mengagetkan wanita itu yang melamun menerka-nerka apa yang dilakukan suaminya dengan ponsel yang diletakkan di hand stand.

" Nggak ada! Kalo gitu aku pergi!" kata Dania lagi.

Evan menatap risih kepergian Dania dan kembali melihat layar ponselnya.

" Apa kamu akan mandi bersama dia?" tanya Bella kesal.

" Aku memang mandi, sayang! Tapi hanya sendiri! Apa kamu ingin aku melakukan VC saat aku mandi?" tanya Evan menggoda.

" Iya! Eh...ti...tidak!" jawab Bella dengan wajah yang telah merona.

" Yakin? Telponlah aku jika kamu penasaran, sayang! Aku dengan senang hati akan menerimanya!" goda Evan lagi.

" Cihhh! Dasar mesum!" kata Bella lalu mematikan panggilan Evan.

" Hahaha! Kamu sangat menggemaskan jika malu dan marah! Aku sangat merindukanmu, Ara!" kata Evan meraih ponselnya dan membawanya keluar dari ruang kerjanya.

Evan memasuki kamarnya, dia tidak melihat Dania disitu, dia kemudian membuka kancing kemejanya dan berjalan menuju ke kamar mandi. Evan terkejut dan kesal saat dilihatnya Dania telah berada di dalam bathtub.

" Aku sudah menyiapkan semuanya, sayang!" sambut Dania pada Evan.

" Tidak bisakah aku mandi sendiri? Aku butuh merilekskan tubuh dan pikiranku sendiri!" kata Evan membuat Dania yang tadinya sudah merasa senang dan yakin dengan segala pikirannya menjadi terkejut. Dia merasa marah, kecewa dan malu dengan perkataan Evan yang seakan menganggap dirinya ini bukan siapa-siapa.

" Apa ada yang terjadi, Van? Kenapa kamu berubah seperti ini?" tanya Dania keluar dari bathtub dengan tubuh polos penuh busa sabun.

Ingin rasanya Evan mengatakan semua isi hatinya pada wanita di depannya itu, tapi sekali lagi, dia tidak mau terburu-buru.

" Katakan, Van! Apa aku benar? Adawanita lain?" tanya Dania dengan nada tinggi.

" Aku bukan tipe pria brengsek yang membuang percuma cairanku dimana-mana!" sahut Evan dingin.

" Lalu? Kenapa kamu berubah dingin?" tanya Dania lagi.

" Aku lelah! Apa kamu tidak dengar?" tanya Evan kesal.

" Aku istrimu! Kamu sangat senang jika kita mandi bersama dan aku memijatmu seperti biasa!" kata Dania.

" Apakah sangat sulit memahami jika aku ingin sendiri? Apa aku tidak boleh memiliki privasi disini?" sindir Evan.

" Lebih baik katakan sejujurnya, Van!" kata Dania.