“Tan, lo yakin mau ngelakuin ini?” bisik Nurhayati di telinggaku, saat aku akhirnya menyetujui usul Guntur.
“Iya, Tan. Nggak sebaiknya aja lo telepon Pak Dika atau tanya langsung dia aja. Lo tahu ‘kan, gimana Guntur?” Nurbaeti pun ikut berbisik.
Aku memutar mata jengah, sebelum mengedikkan bahu agar kedua tangan mereka jatuh dari bahuku.
Berat sekali!
“Dan kalian tahu ‘kan, gimana misteriusnya Pak Dika selama ini? Dia nggak pernah mau cerita sama gue soal masa lalunya. Nah, mumpung sekarang lagi ada yang mau nunjukin semuanya dengan senang hati, kenapa enggak ya ‘kan?” tukasku yakin.
Nggak terlalu yakin sebenarnya. Cuma ya ... mau bagaimana lagi? Tunggu Pak Dika ngomong sendiri, kayaknya butuh waktu ratusan tahun dan aku belum tentu bisa hidup selama itu. Soalnya ....
Maaf, aku bukan salah satu keluarga cullen.
“Ya, tapi nggak gini juga, Tan! Lo tahu ‘kan, gimana Guntur selama ini? Kalau dia macam-macam, gimana?” Nurhayati memberi peringatan.