webnovel
#WEAKTOSTRONG
#CULTIVATION
#XIANXIA

Tanril: Telaga Api

Legenda satu orang yang bisa menahan kepungan ratusan ribu pasukan, menaklukkan puluhan ribu tentara elit, serta menghentikan Perang Saudara berkepanjangan. Wander Atale Oward adalah anak kelima dari Likuun dan Chiru’un. Sejak kecil ia adalah anak yang lemah dan sakit-sakitan. Ketika ia sudah bersekolah, ia menjadi bulan-bulanan anak-anak saudagar di sekolahnya, ditindas dengan licik, hingga dikeluarkan dari sekolah. Wander tetap berkeinginan untuk mempelajari “Rijeen” atau seni bela diri. Ia mendesak ayahnya untuk mencarikan lagi guru baginya, hingga akhirnya ia diterima sebagai murid tunggal seorang ahli Rijeen yang eksentrik bernama Kurt Manjare. Kurt tidak mengajarkan ilmu bertarung, tetapi mengajarkan Teknik mengelola dan menguasai Khici. Kurt tahu bahwa Wander adalah anak yang istimewa. Wander terlahir sebagai “Tanril’, atau ia yang memiliki telaga api Khici dalam dirinya. Untuk bisa memanfaatkan itu, Wander perlu diarahkan dengan benar. Dalam bimbingan Kurt, Wander mengalami kemajuan pesat. Kemudian, Kurt ternyata mengungkap bahwa ia bukanlah guru sejati Wander. Ia hanya dipesan untuk mengajari Wander hal=hal yang mendasar, tetapi ia perlu mencipta sendiri Rijeen-nya di bawah bimbingan guru sesungguhnya bernama Jie Bi Shinjin yang misterius. Pada usia belasan tahun, Kerajaan Telentium, tempat tinggal Wander mengalami pergolakan. Raja negeri itu mangkat. Takhta kerajaan menjadi perebutan berdarah, hingga negeri terbelah dan pecah perang saudara. Pasukan Pangeran Pertama yang penuh ambisi kini mengarah menuju kota kelahiran Wander, Fru Gar. Atas pesan gurunya, Wander berusaha mempertahankan kota ini sekaligus berusaha menyelamatkan keluarga dan para penduduk kota.

Jadeteacup · Fantasy
Not enough ratings
309 Chs
#WEAKTOSTRONG
#CULTIVATION
#XIANXIA

Air Mata Bidadari (2)

Topeng Segitiga tidak bisa memercayai pandangannya. Dua kali sudah ia menyaksikan keajaiban terjadi. Kali ini, jauh lebih menakutkan ketimbang yang pertama, hingga ia hampir saja mengakui bahwa sihir itu eksis. Bayangkan saja, ledakan yang seharusnya telah memusnahkan, setidaknya melumpuhkan musuh mereka, dalam tempo sekejab saja berhasil disedot keluar tak bersisa dalam waktu kurang dari semenit!

Hawa ledakan dan bara beracun itu ampuh! Mereka dipaksa mundur dan mengambil jarak aman, namun melihat senjata pamungkas mereka sirna bagaikan ditelan sihir…

[Pemuda itu lagi! Meski tampak jelas ia kini sudah kehabisan tenaga…]

Sekarang, tanpa senjata pamungkas yang tersisa, dengan musuh masih lengkap, ia tidak memiliki pilihan lain. Agaknya, maksud hatinya pun sama dengan rekan-rekannya.

Serangan massal tanpa ampun.

Tapi derap langkahnya maju melambat demi melihat semburat cahaya pelangi di hadapannya itu…

[Demi Dewa Kematian! Apa lagi itu?!]