22 The Lonely Boy

Tama terlihat begitu emosi menanggapi pernyataan Devan mengenai Kirana yang cantik tapi Jomblo, padahal dari raut wajah Devan nampak jika Devan hanya bercanda, namun Tama menanggapinya dengan serius.

"Kok lu ngatain gue setan sih bro, kan setan nya elu"

"Eh ia ya, kan gue van setan nya".

"Lu si gak nyantai.. Cemburu ni yeee", ledek Devan.

Tama mengelak dan mengatakan bahwa ia tidak cemburu. Ia hanya khawatir Devan akan menyakiti hati Kirana, karena sekarang Kirana sudah seperti keluarga bagi Tama.

"Tenang bro, itu kan gue cuma lagi ada projek buat acara gue, makanya gue jadiin Kirana narasumber gue", jelas Devan.

"Acara apaan? Tapi kok jadi sering makan bareng sih"

"Tuh kan cemburu nih, buat acara cerita misteri, tentang siluman ular".

"Cemburu? engga lah, gue kan cintanya sama Nadia". Tegas Tama.

"Elu mah sama Nadia bukan cinta bro, itu obsesi! Coba sekarang, lo lebih khawatirin Kirana ketimbang Nadia, kalo Nadia di embat orang gimana?"

Tama terdiam sejenak dan memikirkan perkataan Devan. "Benar juga kata - kata si somplak ini, Nadia, apa yang dia lakukan sekarang?", ucap Tama dalam hati.

Tidak disangka Limbur, Denok, dan malaikat maut sedang asyik menonton perbincangan Tama dengan Devan melalui baskom ajaib berisi air milik Malaikat maut di pos satpam, tempat Limbur berjaga.

"Tuh kan, mampus dah si Tama di skak mat sama Mas Devan", kata Denok dengan gemas.

"Sudah - sudah, sini baskom nya mau saya bawa balik", kata Malaikat Maut.

"Ah, pelit nih. Lagi nanggung ini", kata Limbur.

"Tidak bisaaaa, ini buat saya nyari arwah penasaran yang kabur dari alam baka, bukan buat nonton sinetron Tama mencari cinta", Tegas Malaikat Maut sambil mengambil baskomnya.

Sementara itu Kirana yang baru saja keluar ruang kerjanya mendengar ribut - ribut di pos satpam. Ia langsung datang menghampiri Limbur, Denok dan malaikat maut.

"Apa sih ini ribut - ribut? Hmmmm rupanya ada malaikat maut yang mampir kesini", kata Kirana.

"Maaf neng, ini nih baskom abang dipake nonton sinetron", kata Malaikat Maut.

"Sinetron? Sinetron apa? coba liat", tanya Kirana sambil mengintip baskom yang di pegang Malaikat maut.

Dengan cekatan Denok dan Limbur langsung menutupi baskom itu dengan tangan mereka. Kirana pun menjadi kesal dan akhirnya kembali ke kamarnya.

Sementara itu Tama masih ada di rumah Devan, ia bertanya kapan proyek Devan dan Kirana akan selesai. Devan pun menjelaskan bahwa proyek nya akan selesai setelah Devan pergi diajak ke dunia siluman ular di hari sabtu nanti.

Akan tetapi Devan dan Kirana masih ada proyek lainnya yaitu membuat festival sihir di malam bulan purnama bulan depan.

"Loh kok putri gak bilang apa - apa soal festival itu?"

"Kan elu setiap bulan purnama selalu nemuin Nadia, ya jadinya gue lah sama Ara yang dimintain tolong". Tegas Devan.

"Sama Ara juga?", tanya Tama.

"Yes!"

Tama terdiam kembali dan sejenak berpikir. Mengapa rasanya ia seperti seseorang yang sedang poligami. Disatu sisi ia ingin bersama Nadia, tetapi disisi lain ia tidak ingin meninggalkan Kirana. Tama bertanya - tanya dalam hatinya sendiri, apakah dia benar - benar telah berbagi hati.

Setelah puas meluapkan kehawatirannya pada Devan, Tama pun kembali ke Villa. Ia berjalan kaki dan melewati pos satpam yang mana ada Denok, Limbur dan Malaikat Maut.

"Wei, mas Tama?" teriak Limbur.

Tetapi Tama seperti tak mendengar. Ia terus berjalan, dan akhirnya malaikat maut mengikutinya dari belakang, lalu memanggilnya.

"Ananda Pratama, apakah anda arwah yang meninggal hari ini? Mari ikut saya ke alam baka"

Tama langsung menoleh, dan terkejut karena ada malaikat maut.

"Loh, om pencabut nyawa?"

"Duh, arwah penasaran ini, kok melamun aja"

Tama teringat akan ucapan nenek indigo yang ia temui ketika kesasar, ia pun penasaran dengan penjaga pintu alam baka yang diceritakan oleh si nenek, lalu ia menanyakannya pada malaikat maut.

"Penjaga pintu alam baka? Dia memang rekan kerjaku", kata Malaikat Maut.

"Apakah benar dia menjual hand phone untuk para hantu?", tanya Tama.

"Ya benar, tapi hantu yang menginginkan hand phone itu harus menjawab pertanyaannya, jika tidak berhasil menjawab, maka hantu itu tidak akan bisa keluar dari alam baka".

Kirana tidak sengaja lewat dekat Tama dan malaikat maut, lalu ia mendengar kata alam baka.

"Apa, alam baka? awas kalau kau berani membawa budak ku ke alam baka!", tegas Kirana.

"Eh.. enggak neng, abang cuma nyeritain doang ke Tama, bukan mau ngajak ke alam baka"

"Ini lagi hantu alay, ngapain kepo - kepo segala", kata Kirana memarahi Tama.

"Iya, maaf"

Setelah itu, malaikat maut pun pergi. Semua penghuni Villa kembali ke ruangannya masing - masing.

****

Hari ini adalah hari sabtu, hari dimana Devan dan Kirana sudah janjian untuk ketemuan dan pergi ke dunia siluman ular. Kirana terlihat sangat cantik dengan busana casualnya. Ia sudah bergegas keluar dari Villa. Denok mengantarnya sampai ke permukaan danau. Devan pun datang menjemput Kirana.

"Waduh mas Devan ini ternyata ganteng juga ya, Mas Tama mah lewaattt", kata Denok.

"Ah mba bisa aja", kata Devan.

"Yaudah nok, titip Villa ya"

"Siap tuan putri, have fun yah", kata Denok sambil melambaikan tangannya.

Kirana dan Devan sudah jauh meninggalkan Villa, sementara itu Tama hanya bisa bersembunyi dibalik pohon sambil mengintip mereka.

Tama sudah menyelesaikan pekerjaannya dimalam hari. Ia berencana untuk pergi ke jakarta dan melihat Nadia. Meski ia tidak bisa berubah menjadi manusia saat masih ada matahari, ia hanya ingin mengamati aktivitas Nadia untuk menghilangkan kerisauan hatinya.

****

Jam 8 pagi di Jakarta, Nadia sedang berlari pagi di kawasan Senayan Jakarta. Ia berlari sendirian memutari stadion gelora bung karno. Setelah berlari memutari stadion sebanyak dua puluh kali, ia sejenak berhenti untuk beristirahat.

Hosh .. hosh ..

Nadia sudah bercucuran keringat dan jantungnya berdebar kencang. Tiba - tiba ada seseorang yang menawarkan minuman ion dalam kemasan botol.

"Silahkan diminum"

Nadia menoleh dan ternyata yang memberikan minuman itu adalah Lee Yeon Oppa, pemilik restoran korea favorite Nadia dan temannya bernama Dewi.

"Loh, Sajang Nim?"

"Panggil saja Lee Yeon Oppa, jangan Sajang Nim"

"Ah, Ok deh kalau begitu"

"Kamu sendirian?"

"Engga dong, kan ada oppa"

"Oh begitu ya, kalau begitu mari kita lari sama - sama"

"Ok Oppa, ayo balapan"

Nadia dan Lee Yeon Oppa berlari bersama.

****

Tama baru saja tiba di Jakarta, ia datang ke rumah Nadia namun Nadia tidak sedang di rumah. Tetapi ia mendengar percakapan ibu Nadia dengan tetangganya, Ibu Nadia berkata bahwa Nadia sedang berlari pagi di senayan.

Setelah mendengar informasi itu, Tama langsung pergi ke Senayan. Ia terus terbang mengelilingi jalan di Senayan untuk mencari Nadia, hingga akhirnya ia melihat Nadia sedang berlari bersama dengan seorang pria tampan.

"Siapa pria itu", kata Tama.

avataravatar
Next chapter