19 Perasaan yang tak disadari

"Putri, tunggu!"

Tama berlari mengejar Kirana yang lebih dulu masuk ke dalam Villa.

"Apa sih, aku capek tau", kata Kirana.

"Kenapa putri pergi bersama Devan? Putri pergi kemana?", tanya Tama.

"Ke Restoran, di BSD"

"Wah, kenapa jauh sekali?"

"Memangnya kenapa kalau jauh?"

"Aku khawatir jika putri pergi jauh - jauh dengan Devan"

Dari pos satpam, Denok dan Limbur mengintip Tama dan Kirana. Mereka senyam - senyum melihat tingkah Tama yang cemburu pada Devan.

Sedangkan Tama masih terus mempertanyakan Kirana yang hari itu pergi bersama Devan.

"Jadi sebenarnya kau khawatir aku pergi jauh - jauh, atau kau khawatir aku pergi bersama Devan?" tegas Kirana terhadap Tama.

"Wah di skak mat mbur sama putri", kata Denok kepada Limbur.

"Ia tinggal bilang aja, aku cemburu, susah bener ya" balas Limbur.

Sementara itu Tama masih terdiam membisu karena kebingungan. Ia sendiri mempertanyakannya di dalam hati, apakah ia khawatir karena Kirana pergi jauh - jauh, atau karena Kirana pergi bersama Devan.

"Tuh kan, tidak menjawab. Yasudah aku capek mau tidur!", Kirana pergi meninggalkan Tama.

"Ehhh,, Putri!!!"

Tama tidak bisa menghentikan Kirana. Ia berjalan menuju kamarnya dalam keadaan bingung. Apa yang terjadi pada dirinya, mengapa ia merasa khawatir jika Kirana terlihat dekat dengan Devan.

Di Pos Satpam, Denok merasa kecewa karena Tama tidak menjawab pertanyaan Kirana, padahal menurutnya itu adalah saat yang tepat bagi Tama untuk mengakui perasaannya pada Kirana dan mengatakan bahwa Nadia hanya sebatas obsesi nya. Sesungguhnya di hati Tama, hanya ada Kirana seorang.

"Seharusnya mas Tama bilang kaya gitu! sebal!", kata Denok.

"Sabar, ning ayu. Mungkin mas Tama masih belum memahami hatinya sendiri", kata Limbur sambil menepuk pundak Denok yang sedang emosi.

Malam semakin larut, semua penghuni Villa tertidur nyenyak. Namun ada yang tak biasa dari mimpi Tama. Ia bermimpi ada seseorang yang datang melapor kepada seorang pangeran bahwa Putri Kirana telah menjadi korban bencana alam. Di dalam mimpinya, wajah pangeran itu terlihat samar sehingga Tama tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas.

"Ya, jika seperti itu mau bagaimana lagi. Kita batalkan pertunangannya", kata Raja yang duduk di samping pangeran.

"Tapi ayahanda, saya kira kita perlu mengunjungi kerajaan mereka untuk memastikan apakah Putri Kirana benar - benar sudah meninggal", Pangeran itu belum dapat mempercayai berita itu.

"Ya silahkan kau datang ke negri sebrang dan tanyakan pada Prabu Sanjaya secara langsung"

Pengawal kerajaan yang melapor, pergi meninggalkan aula pertemuan raja. Setelah itu, sang pangeran menyiapkan kudanya beserta pasukan untuk pergi ke kerajaan tempat dimana Kirana tinggal.

Sesampainya di kerajaan itu, Pangeran yang wajahnya tidak terlihat jelas di mimpi Tama itu datang menghadap Prabu Sanjaya dan mempertanyakan kebenaran atas informasi yang ia terima. Kemudian Prabu Sanjaya didampingi putranya yaitu Pangeran Wardhana menjelaskan bahwa Putri Kirana memang benar - benar menjadi korban bencana alam.

Pangeran Wardhana membawa Pangeran itu ke Puri yang ditempati Kirana, dan Puri itu sudah tenggelam. Pangeran Wardhana menepuk punggung sang Pangeran negri sebrang yang seharusnya menjadi tunangan Kirana itu. Pangeran Wardhana berusaha untuk menenangkan hati Pangeran itu, dan memintanya untuk segera merelakan kepergian kakaknya yang secara tiba - tiba.

"Awalnya, saya pun tidak percaya bahwa Puri tempat tinggal kakak saya, telah tenggelam. Tapi kami harus merelakannya". Kata Pangeran Wardhana.

Pangeran Wardhana meninggalkan Pangeran itu lebih dulu. Pangeran itu duduk dan mengeluarkan selembar kertas. Ia menulis sebuah surat untuk Kirana dalam tulisan bahasa sansekerta.

*Jika dikehidupan ini kita tidak berjodoh, aku berharap kita akan berjodoh di kehidupan mendatang*

Pangeran itu melipat kertas suratnya menjadi bentuk pesawat terbang, lalu menerbangkannya ke danau.

****

Tama tersadar dari Mimpinya. Namun hari masih gelap. Ia terbangun jam 3 pagi.

"Mimpi apakah ini? Ternyata laki - laki di hidup putri bukan hanya Jendral John Willem".

Tama penasaran dengan mimpinya. Ia berniat untuk tidur kembali agar bisa mendapatkan mimpi itu lagi, dan Tama pun kembali tertidur nyenyak.

Lalu apa yang terjadi setelah Tama tertidur nyenyak? Tama tidak mendapatkan mimpi itu lagi, ia malah bermimpi datang ke sebuah pesta pernikahan. Lokasi tempat pesta pernikahan itu adalah di Villa Putri.

Namun ada yang berbeda dari yang biasanya. Di dalam mimpi Tama, Villa Putri telah muncul ke permukaan, bukan lagi tenggelam di dalam danau. Banyak tamu yang hadir di pesta pernikahan itu. Semua tamu yang datang mengenakan pakaian berwarna putih.

Tiba - tiba ada Denok datang menghampirinya, dan mengajaknya masuk.

"Mas Tama, ayo! Kamu sudah ditunggu tuan putri dan Mas Devan", kata Denok.

"Hah, Devan?"

Tama berjalan mengikuti Denok dari belakang, ia pergi menuju tempat dimana mempelai pria dan wanita berada. Tama tercengang saat ia berada di depan pengantin. Ternyata pesta pernikahan itu adalah pesta pernikahan Kirana dan Devan.

****

"TIDAAAAAAAAKKKKK!!!!", Teriak Tama dengan keras hingga membangunkan penghuni Villa.

"Aduh, siapa sih teriak - teriak", Kirana terbangun.

Kirana, Denok dan Limbur datang ke kamar Tama untuk memastikan bahwa Tama baik - baik saja.

"Maaf, saya hanya mimpi buruk", kata Tama.

"Mimpi macam apa itu hingga kau berteriak dan membangunkan kami semua?", tanya Kirana.

"Anu putri, itu...", Tama malu untuk mengatakan yang sebebarnya.

"Yasudah, bubar - bubar", perintah Kirana.

Akhirnya, semua kembali lagi ke kamar masing - masing.

Tama bertanya - tanya di dalam hati, apakah Devan adalah reinkarnasi dari pangeran itu? Mengapa setelah Tama memimpikan pangeran itu lalu di mimpi yang kedua ia memimpikan Kirana menikah dengan Devan.

"Apakah mungkin Devan adalah cinta sejati putri yang merupakan reinkarnasi dari pangeran yang pernah hendak bertunangan dengannya?", kata Tama sambil merenung.

Perasaan Tama kali ini tak menentu. Pada saat ia mendapati kisah Kirana dengan Jendral John Willem, Tama merasa biasa saja dan malah bersemangat untuk membantu Kirana untuk menemukan reinkarnasi Jendral John Willem. Tetapi mengapa kali ini hati Tama sepertinya tidak rela, apabila Kirana menikah dengan Devan.

"Perasaan macam apa ini, mengapa dadaku tiba - tiba sesak", kata Tama sambil meremas dadanya yang sesak.

Tama memikirkan bagaimana caranya untuk bertanya pada Kirana, siapakah pangeran yang ada di dalam mimpinya. Apakah pangeran itu memang benar - benar seseorang yang pernah mengisi hari - hari Kirana dimasa lalu? Ia sangat penasaran sekali.

Matahari mulai terbit dan Tama tidak tidur semenjak ia terbangun dari mimpi yang keduanya di malam itu. Ia terlihat sangat lelah dan sepertinya kantung matanya membengkak.

Tidak lama kemudian, Denok datang membawakan sarapan untuk Tama.

"Mas Teng... eh maksudnya Mas Tama ganteng, Denok datang nih, bawa sarapan lezat", kata Denok.

"Masuk aja mba Denok"

Denok masuk dan menyiapkan makanannya di meja. Tama sudah tidak sabar untuk bertanya tentang pangeran yang akan menjadi tunangan Kirana. Akhirnya, ia bertanya pada Denok.

"Oh, itu. Namanya Pangeran Lingga"

"Pangeran Lingga?"

Ternyata mimpi Tama benar adanya.

avataravatar
Next chapter