webnovel

Tale of The Sad Ghost

Tama adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di Universitas Banten. Saat perayaan wisuda nanti ia berniat untuk menyatakan cintanya pada seorang wanita bernama Nadia. Ia sudah jatuh cinta dengan Nadia sejak SD, hingga ia rela mengikuti Nadia dari SD sampai kuliah di jurusan yang sama. Sayangnya nasib naas menghampirinya, saat acara wisuda berlangsung, ia tertimpa tiang listrik dan akhirnya ia meninggal sebelum sempat menyatakan cinta nya. Setelah kematiannya, ia bertemu dengan siluman ular yang bisa mengubahnya menjadi manusia kembali setiap bulan purnama, tetapi dengan syarat ia harus rela menjadi budak nya. Apakah Tama berhasil menyatakan cintanya saat ia kembali menjadi manusia?

Sisca_sisi · Fantasy
Not enough ratings
168 Chs

Dua Nama dalam Satu Hati

Nadia telah pulih. Tama yang sudah 3 hari tidak pulang ke Villa, ia segera membantu membereskan pakaian Nadia. Orang tua Nadia sudah datang untuk menjemput mereka. Nadia pun segera dibawa pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah Nadia, Tama pamit untuk kembali ke Banten. Orang tua Nadia menawarkan untuk mengantar Tama pulang, tetapi Tama menolaknya. Tama mengatakan bahwa orang tua Nadia lebih baik tetap di rumah untuk menjaga Nadia, karena Tama baik - baik saja, jadi tidak perlu khawatir.

Tama mencium kening Nadia sebelum keluar dari rumah Nadia. Dan berkata "Jaga dirimu baik - baik", Nadia pun tersenyum. Tama mulai berjalan meninggalkan rumah Nadia sambil melambaikan tangannya.

Diperjalanan menuju Villa, Tama baru saja ingat bahwa selama tiga hari ia tidak pernah memberi kabar apa pun kepada Kirana. Bahkan Tama pun tidak bertanya bagaimana kabar Kirana dan penghuni Villa lainnya. Apakah mereka baik - baik saja? dan siapa yang menggantikan Tama bekerja selama ia meninggalkan Villa. Tama menyadari kesalahannya. Ia berniat untuk langsung meminta maaf kepada Kirana sesampainya di Villa nanti.

Perjalanan panjang dari Jakarta ke Banten telah di lalui, dan akhirnya sampailah Tama di Villa Putri. Namun gerbang Villa terkunci rapat, sepertinya tidak ada orang disana. Tama berusaha mendobrak pintu gerbang namun pintu itu dilindungi oleh sihir Kirana, sehingga pintu gerbang Villa itu hanya bisa dibuka oleh Kirana.

"Apakah mereka meninggalkanku dan pindah ke tempat lain?"

Namun sepertinya tidak mungkin mereka pindah ke tempat lain, mengingat Kirana beserta dayang dan pengawalnya mengalami kutukan di Villa itu. Kutukan tidak akan berakhir jika mereka meninggalkan Villa. Tiba - tiba Malaikat Maut datang sambil memegang kunci.

"Tadi si eneng nitipin kunci ke saya, nih", Malaikat Maut memberikan kunci itu pada Tama.

Tama pun akhirnya berhasil membuka pintu gerbang Villa Putri.

"Terima kasih ya om", ucap Tama.

"Ya, sama - sama. Kalau gitu saya mau lanjut kerja lagi, hari ini banyak orang meninggal yang baru saja dikubur", kata Malaikat Maut.

Malaikat Maut baru saja ingin terbang, namun jubah hitamnya ditarik oleh Tama.

"Tu.. tunggu dulu om, ada yang mau saya tanyakan", kata Tama.

"Eh?"

Tama bertanya kepada Malaikat Maut, kemana Kirana dan yang lainnya pergi? Malaikat maut mengatakan ia tidak tahu persisnya kemana, tetapi Kirana mengatakan kepada malaikat maut bahwa para penghuni Villa pergi untuk mempersiapkan festival sihir.

Setelah itu Malaikat Maut terbang dan menghilang. Tama masih ada di depan gerbang. Ia merasa bersalah karena tidak membantu apa - apa, padahal ia juga penghuni Villa, dan semua penghuni Villa sudah menjadi keluarga.

Lalu Tama mengingat perkataan Kirana ketika di Restoran Sunda, saat mereka bertemu setelah Tama dan teman - temannya mengantarkan Nadia ke Jakarta.

FLASH BACK

Ara dan Devan mendapatkan tugas dari Kirana untuk acara festival sihir, sementara Tama tidak diberi tugas apapun, dan Tama pun mempertanyakannya.

"Putri, aku jadi apa nya dong?", tanya Tama.

"Festival ini akan diadakan di bulan purnama, kau mana bisa diganggu saat bulan purnama", jawab Kirana.

****

Mengingat hal itu, Tama semakin merasa bersalah, apalagi selama tiga hari ini ia seolah melupakan Kirana dan para penghuni Villa yang lainnya. Ia membenturkan kepalanya ke gerbang hingga berdarah. Entah mengapa seorang arwah pun bisa mengeluarkan darah. Ia membuka pintu gerbang dengan perlahan.

Tama sudah berada di kamarnya, ia memberanikan diri untuk menelpon Kirana. Tetapi Kirana tidak juga mengangkat telponnya. Tama semakin khawatir jika Kirana marah dengan nya dan akan bersikap cuek padanya untuk waktu yang lama. Tama memang tidak menyukai sikap Kirana yang kasar. Tetapi kini ia mulai terbiasa. Ia lebih memilih untuk dimarahi Kirana dibanding melihat Kirana diam tanpa kata dihadapannya.

Namun yang terjadi sesungguhnya. Kirana terlalu sibuk dengan persiapan festival sihir. Kirana, Devan, Ara, Limbur dan juga Denok sedang sibuk dengan tugas nya masing - masik. Devan sedang sibuk mengeprint kartu tiket masuk, sementara Ara sedang menelpon beberapa supplier yang menyuplai perlengkapan untuk festival sihir. Limbur sedang mebuat tenda - tenda di pinggir pantai, dan Denok menyediakan makanan untuk mereka yang bekerja.

Kirana memantau pekerjaan mereka. "Sepertinya semua berjalan dengan lancar", kata Kirana. Dan akhirnya ia pun duduk dan beristirahat di pinggir pantai, sambil meminum es kelapa yang disediakan oleh Denok. Kirana membuka tas, dan mengambil handphone nya, ia melihat panggilan tidak terjawab sebanyak 20 kali dari Tama. Tetapi Kirana tidak memperdulikannya. Kirana berpikir bahwa Tama menelponnya karena mendapati Villa yang terkunci, padahal Tama menelponnya untuk minta maaf dan menawarkan bantuan.

"Ah, biarlah, nanti juga malaikat maut datang dan memberi kuncinya"

Kirana kembali melanjutkan untuk bersantai.

"Hei semuanya, jika sudah selesai mari kita bersantai!", teriak Kirana.

"Baik Putri", kata Limbur dan Denok

"Ok, Kirana", kata Ara dan Devan.

Hari itu adalah hari minggu, namun kawasan summer hotel sedang tidak ramai pengunjung. Sehingga hotel itu seperti milik mereka saja.

Hari mulai gelap, dan pekerjaan persiapan pun telah selesai. Bulan purnama akan datang di hari sabtu minggu depan. Tugas selanjutnya adalah Devan yang harus mempromosikan acara festival tersebut. Tetapi karena Erick telah mengizinkan Devan untuk memasang iklan di Stasiun TV tempat mereka bekerja, Devan jadi tidak khawatir lagi mengenai promosi yang harus ia lakukan.

"Ok semuanya, terima kasih untuk hari ini. Kalian semua kembali lah ke rumah masing - masing dan beristirahat", kata Kirana.

Sebelum pulang, mereka semua melakukan tos terlebih dahulu. Mereka terlihat sangat kompak. Manajer hotel melihat dari jauh.

"Sudah lama aku tidak melihat anak - anak muda yang bersemangat", kata Manajer Hotel.

****

Kirana, Denok dan Limbur, sudah tiba di Villa Putri. Mereka bertiga sudah sangat kelelahan. Mereka pun segera masuk kamar masing - masing. Kirana sangat lelah. Ia segera mengganti baju nya dan merebahkan badannya di kasur. Namun ia merasakan ada yang aneh dengan kasurnya. Ia meraba - raba sekitar kasurnya dan kemudian menarik selimutnya. Ternyata di atas kasur Kirana ada Tama yang tertidur pulas.

"Hei, apa yang kau lakukan disini?", teriak Kirana.

"Pu.. Putri sudah pulang?", tanya Tama sambil mengucek matanya.

Kirana meminta Tama untuk segera turun dari kasurnya. Kirana sangat marah saat itu. Namun Tama mengatakan bahwa ia telah lama menunggu Kirana. Tama ingin meminta maaf karena ia tidak memberikan kabar selama tiga hari, ia juga tidak membantu Kirana mempersiapkan festival sihir.

"Kau tidak perlu minta maaf, aku tidak perduli dengan kabarmu jadi kau tak perlu mengabari aku, selain itu, aku juga tidak butuh bantuanmu. Silahkan keluar dari kamarku", tegas Kirana.

Tama merasa hatinya tengah tertusuk oleh ribuan jarum. Ia merasa sedih sekali setelah mendengar perkataan Kirana.

"Baiklah putri, selamat beristirahat", kata Tama.

Tama keluar dari kamar Kirana. Ia terus saja meremas dadanya yang terasa sesak. "Apakah hati ku terluka?". Seharusnya Tama sudah biasa di marahi oleh Kirana, namun kali ini rasanya berbeda ketika Kirana berkata bahwa Kirana sudah tidak perduli dengan Tama.

"Apakah ini yang dinamakan sakit hati?"

Tapi Tama tidak merasa jika ia mencintai Kirana, mengapa ia harus merasa sakit hati?