webnovel

Bab 2 Pertemuan (2)

Malam Di Adelaide sungguh sangat mempesona, banyak bintang yang muncul malam ini memamerkan keindahannya. Mungkinkah mereka muncul untuk menemani Amber merayakan keberhasilannya setelah menekan kontrak kerja tadi siang?

Setelah pertemuan dengan Malven, Kepala Editor di Australia, Amber pergi jalan jalan mengitari jalanan di Adelaide hingga ke Hotel tempatnya menginap karena temannya, Kevin tidak bisa menjemput dan menemaninya untuk menikmati kue yang sudah ia beli. Kota Adelaide memang sangat indah. Setelah melihat video YouTube Raditya Dika yang sedang berlibur di Kota Adelaide membuat Amber semakin jatuh cinta. Ditambah setelah menonton drama Korea dan melihat adegan bernuansa kota dan alam membuat Amber rakus ingin mengunjungi semua kota kota indah nan sejuk yang mirip dengan kota kota yang ada di Negara Swiss.

Amber merasa beruntung karena mengikuti rencana awal untuk pergi ke rooftop Hotel dan membawa kue yang ia beli tadi siang. Suasana malam di atas rooftop lebih terasa sejuk , ia pun memotret langit malam yang dipenuhi Bintang dengan ponselnya, sesekali mengambil pose Selfie dirinya dengan latar belakang langit dan mengirim hasil foto tersebut melalui pesan messenger ke salah satu temannya Axel yang sedang berada di Korea.

Amber memotret Bintang malam yang tampak indah dan sangat berkilau. Setelah kembali dari cafe dan berjalan jalan sebentar. Amber kembali ke hotel dan tertidur pulas. Tanpa sengaja ia malah tidur kebablasan dan membuatnya bangun pada saat sunset sudah terbenam. Lgi pula ia juga hanya akan memakan kue sendiri malam ini untuk merayakan kebahagiaan nya. Selesai mandi ia pergi ke atap untuk menikmati udara malam sambil memandangi langit malam. Jika melihat dari balkon kamar terasa kurang puas. Ia memutuskan melihat dari atap hotel seperti yang biasa ia lakukan untuk merilekskan dirinya.

"Baiklah, aku akan membunuhnya malam ini."

seperti sebuah timer penghenti waktu, Suasana malam yang tadinya berisik karena angin sepoi-sepoi yang berhembus kencang mendadak berhenti, bagai kalimat penghenti waktu. Amber pun terdiam dan tanpa sengaja menoleh ke sumber suara yang ia dengar, berharap kalimat yang ia dengar barusan hanyalah ilusi dari ingatannya tentang kalimat itu.

Amber memiliki kebiasaan buruk yang sering kali ikut campur bahkan untuk hal yang tidak perlu sekalipun, kerap kali Amber juga ikut menoleh ketika mendengar orang memanggil sebuah nama meskipun bukan namanya sendiri. Amber pun menoleh ke sumber suara, tatapan matanya langsung bertemu dengan sosok laki laki yang sedang menggenggam ponsel di telinganya setelah menutup pintu darurat—satu satunya pintu yang menuju rooftop dan pintu untuk kembali ke Hotel— begitu Amber menolehkan kepalanya.. Rasanya seperti sedang tertangkap basah karena habis makan kue padahal sedang bulan puasa.

Apa yang didengar Amber barusan sungguh bukan urusannya, namun ia sudah terlanjur menoleh dan irama jantungnya mulai berdegup kencang, karena takut canggung dengan situasi yang ia lakukan, Amber langsung melambaikan tangan dan menyapa lelaki tersebut. "Hello Mr, sedang mencari udara segar?"

Lelaki itu masih diam dengan ponsel yang masih di tempelkan di telinganya, dan beberapa saat kemudian ia melanjutkan obrolannya sambil berbisik di ponsel yang ia gunakan.

Lega. Tentu saja! AmBer merasa sangat lega karena lelaki itu tak memperdulikannya. dan kembali ke posisi awal sambil terus memandang langit. Pikirannya kacau, degup jantung terus berdetak dengan kencang.

Rileks, Amber! Rileks. Pikirnya mencoba menenangkan dirinya sendiri sambil memejamkan mata kemudian menarik nafas dan menghembuskan ya secara perlahan.

Samar samar Terdengar suara langkah kaki yang berjalan mendekati posisi amber duduk.

"Hai, kau sendirian?" Tanya lelaki itu dengan bahasa Jerman sambil berjalan menghampiri Amber. Beruntung sekali Amber pernah belajar sedikit tentang bahasa Jerman dan beberapa kalimat dalam bahasa Jerman yang perlu dihafalkan untuk berjaga jaga jika bertemu dengan orang Jerman yang tersesat nantinya. Setidaknya ia sangat mengerti ucapan lelaki itu , dan juga kalimat yang diucapkannya dalam telepon tadi saat memasuki atap hotel. Entah kenapa amber merasa sedih bisa memahami bahasa yang diucapkan lelaki tersebut.

"Apa yang kau katakan? Maaf! Bisakah kau menggunakan bahasa Inggris?" Amber mencoba berpose dengan sepolos mungkin agar rasa gugup nya saat ini tidak terbaca oleh pria itu. Mendengar kata 'membunuh' apalagi di negara asing membuat jantung nya berdegup kencang. Jika saja itu idol K-Pop ia dengan senang hati membiarkan jantung berdegup secara tak karuan.

Amber menarik nafas perlahan, masih menatap pria yang kini menghampirinya berharap ia memberikan jawaban yang Amber ingin dan menganggap bahwa Amber memang tidak mengerti bahasa yang diucapkan saat menelpon tadi. Lelaki itu kembali menjawab panggilan telepon yang masih tersambung dan bergumam pelan lalu menjawab ucapan Amber tadi.

"Oh, ya aku hanya ingin menyapa, hai!"

Merasa diperhatikan, Amber mencoba mengatur nafasnya dengan posisi yang masih memandang langit. Walau dalam pikirannya muncul berbagai bayangan buruk mengenai apa yang akan dilakukan lelaki itu.

Sekali lagi, Amber melirik ke Amber lelaki tadi berdiri dan tersenyum meskipun tak dibalas. Kemudian, mengambil telpon dan menekan tombol telepon ke salah satu temannya. Kali ini ia akan berpura sedang menelpon temannya dan mengatakan kalau besok saat ia kembali dan sampai di rumah , berharap temannya mau menyambutnya karena ia sudah selesai liburan di swiss.

Selesai menelpon, Amber menaruh ponsel di saku celananya dengan keadaaan yang masih menyala dan baru tersambung dengan nomor seseorang yang ia telpon tadi.

Bernafas lega setelah berhasil melewati pintu dan meruni tangga. Terdengar suara pintu yang terbuka dari atas dan berkata.

"Hey! Lady! Ponselmu jatuh!" Teriak lelaki itu dari balik pintu darurat.

Merasa dipanggil. Amber menoleh ke Amber lelaki yang memanggilnya dan merogoh rogoh kantung celananya, setelh menemukan ponselnya yang masih ada di kantong, Amber dengan santai menunjukkan ponsel dengan tinggi ke lelaki di atas kalau ponsel yang dipegang lelaki tadi bukanlah ponselnya .

"Oh bukan, ponselku… ". Namun, belum selesai mengucapkan kalimatnya, Amber terdiam sesaat setelah menyadari apa yang akan ia katakan. Lelaki itu barusan mengatakan dengan bahasa Jerman, dan bodohnya ia malah menanggapi perkataan lelaki misterius itu!

Merasa ketahuan berbohong, Amber langsung berlari menuruni anak tangga sambil sesekali melihat ke atas. Benar saja lelaki itu langsung mengejar Amber setelah mendengar jawabannya tadi. Bagaimana tidak? karena masih gugup dan takut ia malah merespon ucapan lelaki misterius itu, seharusnya ia mengabaikannya atau menjawab tidak mengerti. Bagai menginjak kotoran cicak, dan terjatuh ke kandang buaya. Amber sudah memberi informasi kalau ia berbohong padahal mengerti bahasa lelaki misterius itu.

Merasa semakin dekat dengan kejaran lelaki misterius itu, Amber langsung membuka pintu tak peduli menuju lantai mana. ia lupa dimana lantai kamar hotelnya berada. Ia hanya berdoa semoga tuhan mau menolongnya dari kejaran lelaki misterius itu. Namun, belum sempat membuka pintu, lelaki misterius dengan cepat mencengkram bahu Amber dan hendak memukulnya. Untung saja karena kepekaan dan kesiapannya dalam situasi darurat. Amber langsung merosotkan tubuhnya dan memukul kaki lelaki tadi dengan kunci pintu kamarnya. Saat lelaki tersebut fokus karena sakit akibat tusukan di kakinya, Amber langsung mendorong pria tersebut dan melarikan diri.

Sialnya laki laki itu masih mengejarnya. Entah kenapa ia merasa habis sudah keberuntungannya kali ini. Berkali kali Ia terus menekan tombol buka lift yang masih posisi berjalan, berharap pintu lift dapat terbuka. Sayangnya lift sudah turun melewati lantai tempat ia menunggu. Terlihat dari tulisan di atas lift yang menunjukkan lantai 26 sedangkan lift sedang bergerak dan menuju lantai 24.

Melihat lelaki misterius itu masih mengejar dan hampir mendekat, Amber kembali berlari ke Amber lain. Saat itu, tepat seorang lelaki baru akan masuk ke dalam kamarnya setelah membuka pintu dengan card keynya. Lelaki itu hanya bingung begitu tangannya ditarik oleh seorang wanita tak dikenal yang ikut masuk ke dalam kamar hotelnya.

"Sorry" Amber lalu menarik tangan lelaki itu agar masuk bersama ke dalam kamarnya– Tak peduli dengan ekspresi yang penuh tanya dan terkejut dari laki laki yang ia masuki kamarnya–kemudian menutup pintu. Amber ingin memastikan bahwa lelaki misterius tadi tidak lagi mengikutinya. Meskipun lelaki yang kamarnya ia masuki itu sudah mulai memakinya tanpa henti.

Merasa aman, Amber membalikkan badannya membelakangi pintu dan menghembuskan nafas lega karena tidak diikuti.

"Sialan! Apa yang kau lakukan?!" Tanya lelaki pemilik kamar geram begitu keduanya sudah berada di dalam kamar dan pintu ditutup. Sedangkan Amber terus melihat melalui lubang kecil yang ada di pintu memastikan apakah ada lelaki misterius itu akan mengetahui persembunyian nya. merasa diabaikan oleh Amber pemilik kamar itu mencengkram pundak Amber, mendorongnya ke dinding lalu menodongkan pistol ke Amber Kepala Amber.

Amber terkejut, netra matanya bertatapan dengan mata indah warna hijau yang mirip dengan seorang lelaki yang tak sengaja ia menabrak saat di cafe siang tadi dan membuat Amber terpana. Namun, realita sungguh sangat nyata ketika todongan ujung pistol yang dikeluarkan oleh lelaki itu mengenai dahinya. .

"Tunggu! Please! Don't kill me!" Amber langsung memohon dengan kedua tangannya sambil memejamkan, sambil menahan rasa sakit akibat cengkraman pria itu di bahunya. Bagaikan pepatah bebas dari kandang buaya kemudian masuk ke kandang Harimau, dalam hati ia sangat menyesal pernah mengatakan kalau Adelaide adalah kota yang indah.

"Siapa kau?" Tanya lelaki itu.

Amber membuka kedua matanya, detak jantungnya mulai berdetak normal secara perlahan mendengar pertanyaan sang pemilik kamar. Ini kesempatan bagi Amber, ia pun menjelaskan situasinya yang tengah dikejar oleh seorang lelaki misterius saat berada di atap hotel tadi karena tak sengaja mendengar percakapan di telepon yang akan membunuh orang. Namun sang pemilik kamar tak percaya dan mengira kalau Amber hanyalah kiriman dari teman temannya yang sengaja membawakan seorang gadis panggilan

Tak terima dengan perkataan lelaki tersebut Amber hanya berujar satu kata. "gila"

Tak peduli dengan hujatan Amber, lelaki itu mencoba membuka pintu kamarnya untuk mengusir Amber, tapi ditahan. Amber masih bertahan dengan posisi membentangkan kedua tangannya untuk menghalangi lelaki itu membuka pintu dan berakhir ditarik paksa tangannya ke belakang dirinya sekaligus untuk mematikan jika memang penjelasan Amber benar.

Benar saja, begitu membuka pintu dan melirik keluar lorong hotel, dari sisi kanan seorang lelaki dengan jaket hitam dan topi yang hampir menutupi wajahnya langsung menodongkan pisau yang digenggamnya ke Amber lelaki yang membuka pintu barusan. Untung saja ia berhasil menghindar dan langsung melumpuhkan tindakannya hingga pisau yang dipegangnya terlempar.

Namun, lelaki misterius itu juga berhasil menghindar sebelum pukulan lanjutan hampir mengenai perutnya dan mengambil sebuah pistol di saku jaketnya, menodongkan ke pelipis lelaki yang berusaha melawannya.

Dengan sigap sang pemilik kamar berhasil melawan dan akhirnya melumpuhkan lelaki misterius yang berusaha melukainya dengan membuatnya terjatuh terjerembab di hadapannya.

Amber merasa seperti baru saja melihat aksi film menegangkan antara seorang pahlawan dengan penjahat yang sedang beradu untuk saling melumpuhkan.

"Jangan" teriak Amber seketika begitu melihat lelaki itu mengambil pistol yang jatuh tergeletak dan menodongkan ke Amber belakang kepala lelaki misterius dan mengambilnya.

Tak peduli dengan teriakan Amber, pemilik kamar langsung menarik pelatuk ke Amber kepala lelaki misterius itu.

"Tidak! Jangan dibunuh!" Pinta Amber dengan sigap mendorong tangan lelaki pemilik kamar hingga terkejut dan pistol yang di pegangnya terlempar. Sang pemilik kamar menoleh ke Amber Amber dengan geram tak habis pikir dengan tindakannya yang malah menahannya untuk membunuh orang yang akan melukai dirinya.

Sayangnya di sela itu, lelaki misterius yang dikira pingsan ternyata masih dapat bergerak dan diam diam mencoba mengambil belati yang berada di dekatnya dan mengAmberkan ke punggung kaki lelaki pemilik kamar

Untung Amber melihatnya, dan langsung menarik sang pemilik kamar agar tidak mengenainya hingga membuat kedua lelaki itu terkejut. Kesal karena tindakan Amber, Lelaki misterius itu pun melempar belatinya asal kemudian bangkit berlari keluar kamar setelah menutup pintu kamar dengan keras.

Seperti terlatih, belati itu dengan mulus menancap di paha Amber. rasanya amber mengerti dengan baik perasaan sepotong daging ayam mentah yang ditusuk pisau untuk di potong dadu untuk dimasak. Daging lembut yang masih mentah dan mudah ditusuk dengan pisau yang tajam, tubuhnya terasa berat dan aneh, tubuhnya mendadak tegang karena dAmber yang tiba tiba mengalir perlahan dan terasa lembut seperti aliran air yang terasa lembut di kulitnya. Meskipun ia memakai celana panjang , ia dapat merasakan dengan jelas kalau dAmber yang keluar itu bagaikan rembesan Air yang menembus celananya hingga mengenai kulitnya tangannya meraba raba udara mencari sesuatu untuk di genggam hingga dalam sekejap amber jatuh terduduk di lantai sebelum sempat meraih sesuatu untuk dipegang.