Gabio kembali keruang kerjanya setelah Bello makan malam. Lelaki kecil tersebut terlihat sangat bahagia setelah mendengar keputusan Gabio. Bahkan hanya dengan menyetujui keinginannya saja sudah mampu membuat Bello sangat penurut. Ditambah saat makan pun, ia terlihat lebih lahap dari biasanya.
Gabio tak habis pikir mengenai pengaruh wanita itu pada anaknya. Betapa besarnya wanita itu membawa perubahan pada Bello hanya dalam waktu singkat. Ia berdiri dihadapan jendela Paris menatap pemandangan diluar mansion miliknya. Dito berjalan dibelakangnya sambil membawa beberapa laporan ditangannya.
"Tuan Gabio. Ini data yang saya kumpulkan mengenai Nona Sariel seperti yang Tuan inginkan."
Gabio berbalik sebentar meraih dengan cepat kertas-kertas yang sudah di laminating tersebut. Ia membukanya dengan perlahan serta membaca laporan tersebut dengan seksama. Kemudian mengangkat kepalanya sambil berpikir keras.
"Pertemuan kalian sudah dua kali terjadi. Dan kamu pasti melihat secara langsung bagaimana dia memperlakukan Bello," ucapnya tanpa menatap Dito yang berdiri tepat dibelakangnya.
"Benar tuan. Ini pertama kalinya Tuan Kecil begitu akrab dengan orang asing. Bahkan ia merasa sangat nyaman dengan Nona tersebut. Saya sendiri merasa sangat aneh karena tidak biasanya tuan Kecil mudah akrab seperti itu dengan orang lain."
Gabio mengangguk sembari menyimpan kembali berkas tersebut. Matanya kembali bergerak menatap kearah luar jendela.
"Kamu keluarlah. Temui Roni dan suruh dia kemari."
"Baik, Tuan."
Setelah Dito keluar dari ruang kerja Gabio. Tidak lama setelahnya Roni masuk keruang kerjanya menemui Gabio.
"Malam ini kamu masukkan data ini kedalam komputer milikmu. Aku ingin data ini sudah dikirim padaku setelah 15 menit," pintanya sambil menyerahkan kertas-kertas laporan tadi.
"Baik, Tuan. Akan saya buatkan dengan segera," sahut Roni.
Gabio mengangguk. Ia segera keluar ruang kerjanya diikuti oleh Roni. Gabio bergerak kearah kamar Bello. Ia ingin melihat keadaan anaknya tersebut.
Saat ia masuk kedalam kamar tersebut, Bello sudah tampak tertidur pulas. Ditangan kanannya terdapat sebuah gantungan kunci pemberian Sariel. Sedangkan ditangan kirinya terdapat sebuah permen dengan bentuk buah jeruk.
Gabio meraihnya pelan, memperhatikannya dengan seksama. Ia memutar-mutar permen yang berada ditangannya tersebut. Matanya bergerak melihat kearah Bello.
"Aku memutuskan untuk bekerja sama denganmu untuk mengasuh Bello," gumamnya pelan seolah berbicara dengan Sariel.
***
Keesokan harinya setelah istirahat siang, Gabio sedang duduk diruang kantornya bersama Arkan sahabatnya.
Sejak tadi mata Gabio tak lepas menatap data laporan tentang Sariel yang terpajang di etalase kaca berjarak 2 meter dari meja kerjanya. Tatapan matanya tajam, tangannya sibuk menyangga dagunya.
"Aku benar-benar merasa aneh pada Bello. Bertahun-tahun aku mengenalnya dan juga begitu baik padanya, bahkan tangannya saja aku sentuh tidak boleh," ucap Arkan tanpa menatap Gabio yang masih pada posisi semula.
Sedangkan Arkan tampak sibuk dengan handphonenya. Melihat rekaman yang dibuat oleh anak buah Gabio saat Bello bersama dengan Sariel. Rekaman yang sengaja mereka ambil untuk menganalisis Tuan Kecil mereka.
"Lihat! Lihat dirimu. Bahkan kamu juga keheranan dengannya. Begitupun aku yang baru mendengarnya sekarang," sahut Arkan. Sambil menyodorkan handphone yang ada ditangannya pada Gabio.
"Aku penasaran, gadis peri mana yang sudah berhasil menaklukkan dua gunung es keluarga Delano."
Tetapi Gabio tampak acuh mendengarnya, matanya tetap awas memperhatikan data tersebut. Ia tak habis pikir mengenai Sariel yang aneh dimatanya.
"Lahir di pinggiran kota Marabahan. Dari keluarga yang berkecukupan. Ibunya meninggal saat melahirkan dirinya. Dan dia lulus SMA tahun..."
Arkan ikut memperhatikan data tersebut. Ia hanya mengangguk saja.
"Tidak pernah meninggalkan kotanya sama sekali. Tidak ada latar belakang pendidikan universitas luar negri. Bahkan dia tidak memiliki frestasi yang gemilang," gumam Gabio.
"Tidak ada pengalaman kerja. Bahkan yang utama adalah sifat dan karakternya yang sangat tidak stabil. Tempramental."
Arkan diam saja mendengarkan Gabio.
"Jika dilihat secara kedepan dan melakukan pengembangan kerjasama dengannya, baik kerjasama jangka pendek ataupun jangka panjang. Maka aku akan banyak mengalami kerugiannya." Gabio bergerak menatap Arkan.
"Analisismu ini sudah bisa dibuat diagram," sahut Arkan.
"Tentu saja. Bahkan sudah aku pertimbangkan untuk menggunakan diagram dengan manajemen fortopolio atau model 7S untuk menganalisisnya. Tetap aku sadar bahwa data yang dibuat tidak akan bisa mendukungnya."
"Wow. Kamu benar-benar cerdas," sahut Arkan bertepuk tangan.
"Tapi Yo. Tidak semua orang dan semua hal bisa diinterpretasikan menggunakan data," sahut Arkan.
"Kau salah Arkan. Aku dan dia memiliki hubungan pertukaran nilai gaji dan bakat yang setara."
"Lalu, kamu sudah bertemu dengannya dua kali. Seperti apa orangnya?" tanya Arkan yang terlihat sangat penasaran dengan sosok Sariel.
Gabio diam, ia mengingat pertemuan pertama mereka saat Sariel ikut serta mengantar Bello ke kantor dan juga saat Sariel membujuk Bello untuk diperiksa oleh dokter fsikiater. Wanita itu terlihat sangat penyayang tetapi ceroboh. Ditambah dengan sikapnya yang sembarang saat bertemu Bello tetapi ia terlihat cukup cakap menanggapi anak kecil.
"Cukup istimewa juga," sahut Gabio.
Arkan tampak kagum mendengarnya. "Coba ceritakan," pintanya antusias.
"Gadis yang sangat aneh," sahut Gabio setelah menegakkan duduknya. Membuat wajah Arkan tampak masam dan langsung berpaling menatap Bello yang tampak tertidur pulas di sofa panjang yang ada di ruangan tersebut. Ditangannya masih menggenggam erat permen dan sapu tangan pemberian Sariel.
"Tapi Bello sangat menyukainya," sahut Arkan kembali memindai wajah Gabio yang datar.
"Bello anak yang sangat cerdas bahkan dia sama cerdasnya dengan papanya. Hanya saja ia mengalami gangguan bicara. Aku yakin dia tidak pernah salah dalam memilih orang. Dia pasti memilih orang yang tepat untuknya," tambah Arkan.
Gabio beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri Bello yang masih tertidur pulas. Lelaki tampan tersebut berjongkok, tangannya bergerak membetulkan selimut yang menutup tubuh kecil tersebut. Kemudian menatapnya lama hingga matanya bersinggungan dengan permen yang ada di tangan kanan Bello.
Gabio meraih permen berbentuk jeruk tersebut, menatapnya lama.
"Bello adalah prioritas utamaku. Ia berhak ikut andil dalam memilih orang yang tepat untuk mitra kerjasama untuk mengasuhnya. Itu semua demi kenyamanan Bello."
Gabio kembali berdiri dari posisi semula, berjalan menjauhi Bello. Tangannya dimasukkan kedalam saku celana miliknya.
"Jadi, aku akan mempercayai wanita itu untuk sementara waktu." Gabio kembali duduk ke kursinya.
"Apakah aku harus mengirimkan surel untuknya?" gumam Gabio.
Arkan langsung tertawa mendengarnya, melihat kearah sahabatnya dengan tatapan lucu. Ia berdiri sambil berjalan menghampiri Gabio yang masih duduk pada posisinya.
"Kamu terlalu kaku, Yo."
Gabio tidak menanggapi ucapan Arkan. Ia memencet tombol yang ada di atas mejanya. Tidak lama setelahnya, Roni langsung masuk kedalam ruangannya.
"Ada apa, Tuan?" tanyanya begitu ia berhadapan dengan Gabio.
"Kirim email permintaan kerjasama dengan gadis yang kumaksud tadi malam. Dan jangan lupa untuk menuliskan juga keuntungan yang didapatnya kalau ia bekerjasama dengan pihak kita."
"Baik, Tuan," sahut Roni beranjak dari tempatnya. Lelaki berpenampilan rapi tersebut segera keluar dari ruang kantor Gabio.
***