webnovel

DAMBANYA KAFE

Hari ini tepatnya bulan Desember pada tahun 2008. Hatiku rasanya senang sekali mengingat bahwa sebentar lagi akan memasuki tahun yang baru, dan skripsiku sebentar lagi juga akan selesai.

Entah kenapa tahun ini begitu berbeda. Mungkin karena kehadiran seorang gadis yang baru saja ku kenal pada saat ini, ucapku sembari tersenyum.

"Mau pesan apa Kak,?" tanya pelayan kafe sembari menyodorkan menu-menunya.

"Hmm..Saya pesan Kopi Damba saja satu gelas sedang,!" pintaku padanya sembari tersenyum.

Oh iya..menghela nafas ku sejenak. Namaku bang Jem dan begitulah teman-teman biasanya memanggilku.

Ya Jemi Maxim dan nama panggilanku Bang. Ya aku mahasiswa jurusan sastra di salah satu perguruan tinggi ternama di kota Jakarta.

"Ayo Jem, kok bengong saja,!!" sahut kawan-kawan Kribos ku pada waktu berada disana.

"Sebentar ya," jawabku kepada Kribos sembari ku lihat kantong celana, karena ku sering terlupa juga jikalau bepergian seringnya tidak membawa dompet.

Pertemuanku dengan Kenia tidak pernah ku sangka akan sebahagia ini kurasa. Dia sosok wanita yang pintar, tinggi cantik serta kulitnya yang putih seperti bengkoang.

"Putihnya bagaikan bengkoang sehingga membuatku terbayang-bayang."

Terlebih lagi pembawaannya yang sedikit lucu serta hidungnya yang mancung bagaikan Pinokio namun berwajah cantik, cantik dengan pipi kembang merona yang mencerahkan pendambanya.

"Wah-wah, Jemi terlihat ceria sekali ada apa ya,?" tanya Kribos sewaktu kami mengumpul di kafe dan terkesima.

Nia adalah nama panggilannya. Kenia dan Risa sama-sama berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta ternama juga di kotaku.

Pertemuan kami di awali di sebuah kafe kopi di kotaku Jakarta. Kafe tersebut bernama ''Dambanya Kafe,'' begitu orang-orang mengenalnya serta ramai dikunjungi oleh kaum muda-mudi di kotaku.

"Ayo..,ayo yg lainnya,! kita kumpul, Jemi dan yang lainnya sudah hadir," sahut kawan Kribosku untuk berkumpul di meja bersama-sama.

Tak begitu mewah hidangan yang disajikan namun khasnya cita rasa kopi itu dapat dinikmati dengan santai, santai bersama dengan teman-teman sejawat. Begitulah kira-kira dambanya para pendamba cita rasa kopi yang dapat dinikmati selagi bersantai. Baik dalam bekerja ataupun libur menjelang.

"Santailah Jem, cerita-ceritalah sama kita-kita,!!" ujar Kribos dan kawan-kawan.

Pikirku, sembari bercengkerama bersama dalam kebersamaan yang ada, dapat terhibur juga diri ini di sela hari-hari. Cukup moderat sembari bercanda dengan teman sejawat dan terkadang pun rasanya tak cukup waktu. Begitulah kira-kiranya mendamba apa yang ku jumpa. Tertawa dan senyum lagi mereka menatapku.

"Ayolah Jem tak usah malu-malu,?" tanya mereka padaku.

Pada awalnya Nia datang bersama dengan temannya yang bernama Risa. Dia Risa yang mengenalkanku kepada Nia. Risa sudah cukup lama kenal denganku. Risa dan diriku telah lama berteman sejak kami masi satu sekolah dahulu kala. Orang tuanya pun begitu sudah mengenalku dengan sangat baik sehingga kami mengobrol pun seakan sudah biasa saja.

" Ya silakan duduk Nia dan Risa, ya silakan,!!" ujarku bersama Kribos dan kawan-kawan ketika mereka baru saja tiba."

Diriku pun pernah berbicara dengan ibunya apa adanya, sebagaimana diriku seorang mahasiswa yang sedang beranjak, terkadang diriku suka ceplas ceplos seperti Kribos yang sedang mencari Kokolatos. Namun ku coba menyeimbangkan diri ketika mengobrol dengan beliau.

Dia sudah cukup tua namun masih bergairah walaupun terkadang ku lihat sering sakit-sakitan juga rupanya. Ya "Kribos", bahasa persahabatan kami ketika sedang berkumpul dan bermain bersama di waktu-waktu selang dan pada hari libur menjelang. Beliau pernah meminta bantuan kepadaku untuk mengawasi Risa jika sedang jauh darinya.

Maklum, mengingat beliau sudah tua dan sepertinya beliau cukup lengah waktu dalam memperhatikan Risa, dan aku pun menyadari akan hal itu.

"Mau pesan apa mbak,?" tanya pelayan kafe pada waktu itu kepada Nia dan Risa.

"Kami pesan dua Kopi Damba ya Kak, yang manis ya..," pinta mereka berdua kepada pelayan kafe.

Disaat itu aku bersama dengan teman akrabku. Entah angin apa yang menerpaku pada waktu itu sehingga seakan-akan diriku terpana dan terlena pada pandangan pertama olehnya.

"Siapakah gadis ini?."

Diriku terpesona dan kenapa dia begitu mempesonakan diriku. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta atau hanya kekagumanku semata, ataukah juga hanya sebuah perasaan saja. Entahlah diriku pun juga tak mengetahuinya.

"Bang Jem sibuk apa sekarang,?" tanya Nia padaku sembari tersenyum setelah selesai memesan minuman.

"Coba kamu lihat Bobi dan Risa!, sepertinya cocok ya,!"ujarku bercanda kepadanya.

Bagaikan terbuai dalam angan-angan dan damba yang perlahan meningkat. Ku beranikan diri dalam membuai suasana menjadi lebih terasa dalam asa. Gadis ini seolah-olah ku pernah mengenalnya.

"Tapi dimana?."

Seperti seseorang yang pernah ku kenal. Ah entahlah, mungkin hanya ingatan saja tapi apalah daya sepertinya begitulah adanya, sekilas ku memandang wajahnya dan hal itu pun terasakan.

Seakan-akan secangkir kopi pun ikut tertawa melihat tingkahku yang giguk, kaku beku seperti orang yang sedang kebingungan. Teman baikku Sendi pun ikut tertawa.

"Kenapa kamu ketawa-ketawa Sen,?" tanyaku padanya yang sedikit keheranan.

"Tak ada, lagi menikmati suasana saja Jem hehe," ujarnya padaku.

Sen,ya dirinya biasa dia dipanggil dengan sebutan itu. Dia teman baikku dari kecil hingga perguruan tinggi pada saat ini. Dia juga seorang penghobi game dan anime tingkat akut sehingga kuliahnya pun sering terabaikan.

Namun tak mengapa justru itu yang kupikir menambah suasana menjadi lebih bermakna, atau makna yang malah mengaburkan suasana.

Ah, lagi lagi gumamku berkata. Seru juga pikirku dalam pergulatan makna membahas teman karib tanpa terasa.Ya Kribos memang pencinta game atau dengan kata lain penggamer sejati.

Rumah kami berdua tidak begitu jauh. Sendi cukup tinggi dan pintar namun sedikit kurus. Sekiranya layangan mungkin dia akan cepat terbang meraih langit-langit sehingga bertemu dengan awan.

Bagaimana tidak, jika dia di traktir makan ataupun minum maka dia lebih banyak berdiam dan dia tidak akan mau, namun jika di traktir dengan voucher game, bioskop ataupun semacamnya, maka mungkin dialah orang yang paling nomor satu untuk itu. Sungguh aneh bukan, adakah orang yang seperti itu dalam benakku berkata, adakah ini nyata.

"Cobalah lihat yang lain, jangan game terus, atau kau ke kasir sebentar, bawa lagi menu tadi kemari,!" ujar dan seruanku padanya.

"Ah kau ini Jem, aku lagi asik main game nih, wataw..," ujarnya padaku.

Sungguh rupanya kemajuan teknologi canggih dan hadirnya aplikasi mumpuni telah membawa kami menjadi lebih sedikit tak perduli kepada tubuh jiwa raga ini, metabolisme, ataupun pergulatan batin dan raga mengenai asupan gizi tubuh, jiwa dan raga ini.

Sungguh modern rasanya sampai-sampai kami pun terlupa, giziku, gizinya, maupun gizi-gizi yang ada atau apalah semacamnya.

Walaupun begitu, teknologi telah banyak juga menghadirkan kemudahan-kemudahan yang ada, termasuk kemudahan di saat ku ingin mengenal dirinya. Rupanya kemajuan teknologi jugalah yang telah membawa kami menjadi lebih mengenal dan seakan-seakan mau perduli kepada apa yang ingin dikenal.

Tak banyak kata yang terucap pada saat itu, semua waktu mengobrol dan bercerita pun ku habiskan hanya untuk memandangi Nia saja. Nia pun juga begitu, lebih banyak berdiam diri dan memperhatikan namun terlihat ada sedikit senyuman manis dan rona bahagia di raut wajahnya.

"Kamu mempesona sekali Nia hari ini," rayuku padanya karena telah terpesona olehnya.

"Ah biasa saja Bang," ujarnya padaku.

Berseri-seri cerah bagaikan sebuah kembang yang harum dan wangi. Serasa diriku ikut terbawa dalam nyamannya suasana. Diriku bisa merasakan bahwasanya dia pun juga merasakan hal yang sama, gumamku.

Ternyata setelah melihatnya diriku pun terbangkitkan gairah rasa ingin mengenalnya dengan lebih jauh. Nyatanya dan nyatanya diriku pun terbawa suasana yang menyemangatkan rasa dalam cerita dan obrolan bersama.

"Penuh ya meja kita dengan Kopi Damba," ujarku kepada Kribos dan juga Nia.

"Iyalah Bang Jem, kita gitu loh," ujar Risa yang mendengar seruanku.

Bersama dengan sedikit canda dan tawa, tergugalah selera yang ada. Seperti layaknya sebuah keindahan, tertegun juga diriku dibuatnya, memperhatikannya dan memandangnya dengan penuh rasa.

Entah rasa apalah, mungkin rasa suka atau hanya ingin tahu saja. Namun diriku seakan-akan terbawa begitu saja dalam hanyutnya suasana.

"Aku belum tahu nih nomor kalian, bagi ya,?" pintaku pada Nia walau ku berkata kalian.

Setelah bertukar nomor telepon kami semua pun pulang dengan wajah yang begitu ceria. Aku pun juga begitu kurasa dan dalam hati ku bertanya.

"Apakah diriku akan bertemu dia lagi?."

Apakah dia tahu akan getar rasa di hatiku ini padanya sewaktu ku berjumpa dia tadi. Apakah dan bagaimanakah menghadapinya, tanyaku dalam dada yang telah terbangkitkan gairah.

"Bagaikan melodi yang indah ku terbawa dalam pesona bayang-bayang damba dari apa yang ku jumpa, dan dia pun seperti membawakan melodi yang tenang, sehingga ku terbawa ke dalam pesona angan-angan yang kurasakan, dalam jumpa atas apa yang telah ada."

"Apakah diriku akan bertemu dia lagi?."