Hari telah kembali berganti menjadi malam, saat ini semua orang telah tidur lelap namun ada pula beberapa orang yang masih lembur untuk bekerja. Seorang laki-laki tampak memarkirkan mobilnya tidak jauh dari sebuah gedung apartemen dan diam memperhatikan sekitar. Beberapa jam berlalu dan dia tidak menemukan peremsxpuan yang dia cari lewat padahal ia tahu perempuan itu akan lewat jalan ini untuk pulang. Mikha sering pulang dari mini market untuk me re stock cemilannya untuk dia makan pada keesokan harinya. Dia masih tidak mau menyerah dan terus menunggu tapi Mikha tetap tidak kunjung muncul.
"Udah ku duga dia bakalan jadi target yang sulit."
Ujar Mahesa sambil menghela nafasnya frustasi. Mikha adalah target yang terlalu sulit untuknya dia dan Aileen sama sama orang yang sulit di hadapi. Sementara Reyna meski wajahnya polos dia juga cukup peka, mulutnya tajam sama saja seperti Aileen tapi yang lebih parahnya lagi dia akan tetap tersenyum seakan yang dia katakan bukan apa-apa separah apapun sindirannya. Kalau tidak benar-benar terpaksa dia tidak ingin berurusan dengan ketiganya tapi dokter gila itu malah memilih salah satu dari mereka. Ia hanya bisa berharap tidak di beri tugas seperti ini lagi oleh Herry, lain kali ia harus memeriksa ulang semua pilihan foto wanita di katalognya. Ia tidak mau berurusan dengan Mikha dan mantan anggota geng motornya.
'Kenapa juga aku bisa lupa ngehapus foto Mikha? Ah terserahlah semuanya udah terjadi, untung foto Aileen sama Reyna sudah aku hapus duluan.'
Gerutunya dalam hati, Mahesa terus menunggu sampai pukul dua pagi namun Mikha tetap tidak muncul, hanya ada beberapa orang yang tampak memindah mindahkan barang dari gedung apartemen itu dan memasukkannya ke dalam sebuah truk. Sepertinya ada seseorang yang pindah dari apartemen ini dengan terburu-buru sampai orang-orang itu memindahkan barangnya semalam ini. Mungkin Mikha tidak pergi ke mini market seperti biasanya dan sudah tidur saat ini. Namun karena besok hari minggu dia memutuskan untuk tidur di dalam mobilnya.
Keesokan harinya tepatnya pada hari minggu Mahesa terbangun merasakan matahari pagi yang masuk melewati kaca mobilnya. Ia mengambil handphonenya dan menemukan kalau sekarang sudah pukul tujuh dini hari. Ia menatap sekelilingnya menemukan beberapa orang tampak sudah olahraga seperti joging dan bersepeda tapi ada juga yang tampak berjalan-jalan dengan teman, pacar atau keluarga mengingat ini adalah hari libur. Setelah merapikan diri ia memutuskan untuk keluar dan masuk kedalam gedung apartemen untuk menanyakan keberadaan Mikha. Mahesa masuk kedalam gedung dan dia mulai bertanya pada petugas resepsionis yang duduk dan tampak bicara dengan seorang pria paruh baya.
"Mbak maaf, saya mau ke temen saya kira-kira orangnya ada gak ya?"
Tanyanya sambil memperlihatkan foto Mikha. Wajah wanita itu tampak agak memerah dan dia tampak mau menjawab sesuatu sebelum kemudian pria paruh baya itu mengambil foto mikha dari tangan wanita itu. Pria itu menatap Mahesa sekilas sebelum kemudian menjawab.
"Dia emang tinggal di sini mas tapi dia udah pindah. Saya pemilik apartemen ini jadi saya tahu."
Jawaban itu tidak dia sangka. Mikha pindah setelah ia mencoba bicara padanya kemarin. Apa mungkin Mikha mencurigainya?
'Itu tidak mungkin kan?...'
"Eh?! Kalau gitu bapak tau gak dia pindah kemana? Ada beberapa barang yang mau aku balikin ke dia pak."
Pria itu menggelengkan kepalanya dan berkata.
"Kurang tahu saya mas, lagian mbak Mikha juga gak bilang apa-apa. Saya juga kan bukan siapa-siapanya, buat apa juga mbak Mikha kasih tahu saya?"
Yang di katakan pria paruh baya di depannya ini tidak aneh, Mikha juga setaunya tidak mungkin memberitahukan kemana dia pergi kepada orang yang tidak terlalu dia kenal untuk sekedar basa basi.
"Oh kalau gitu, makasih ya pak."
"Iya mas sama-sama."
Setelah Mahesa pergi wanita petugas resepsionis itupun menatap bosnya dengan wajah yang tampak heran.
"Bos kok gak ngasih tahu dia sih? Kan bos tahu di mana mbak Mikha tinggal sekarang."
Pria itu menghela nafasnya mendengar perkataan bawahannya. Anak muda zaman sekarang benar-benar sangat mudah tertipu dengan penampilan fisik orang lain.
"Kamu ini, jangan cuma mentang-mentang orangnya ganteng kamu bisa kasih tahu informasi orang lain sembarangan. Bahaya tahu."
Wanita itu menatap bosnya dengan wajah yang tampak heran.
"Eh? Emang apa salahnya?"
"Kamu ini, dia itu bohong tahu, gak liat kamu dari tadi dia gak bawa apa-apa di tangannya?"
Seketika wanita itu baru sadar kalau yang di katakan bosnya memang benar, laki-laki itu tampak tidak membawa apapun selain handphone yang digunakannya untuk menunjukkan foto Mikha kepada mereka. Lagipula mana ada orang yang meninggalkan barang yang ingin dia kembalikan di dalam mobil? Kalau ukurannya besar akan jadi alasan lain juga untuk langsung membawa barangnya lagipula kalau iya dia tinggalkan di dalam mobil dia bisa minta bantuan dengan satpam yang berjaga di depan bukannya langsung masuk ke dalam. Menyadari semua itu kedua mata wanita itu membulat dan menatap bosnya.
"Kalau gitu mas yang tadi itu-"
Pria paruh baya itu mengangguk dan berkata.
"Dia berniat jahat, makannya kamu harus hati-hati. Jangan gampang percaya sama orang lain dari penampilan luarnya doang. Kamu harus pintar-pintar menebak apa yang di pikirin sama orang lain. Bisa-bisa bukan barang aja yang ilang tapi juga nyawa penghuni apartemen di sini."
Wanita itu menelan ludahnya sendiri saat mendengar perkataan bosnya, kalau saja dengan ceroboh dia memberitahukan keberadaan Mikha tadi dia mungkin akan berada dalam bahaya. Kesalahannya ini sungguh fatal, apa mungkin Mikha sudah tahu karena itu dia dengan buru-buru pindah semalam? Itu mungkin saja. Kemarin ia bahkan tidak melihat Mikha berpamitan ke tetangganya yang lain juga di sini dan hanya ada petugas pengangkat barang yang bolak balik ke apartemennya untuk mengambil barang-barang Mikha.
"Iya pak gak akan saya ulangi lagi, mulai sekarang saya bakalan lebih hati-hati lagi."
Pria paruh baya itupun tersenyum, setidaknya pekerjaannya ini pintar dan menyadari kesalahannya dan mau memperbaikinya tidak seperti beberapa pekerjaannya yang ia pecat sebelumnya.
"Bagus kalau gitu, bapak telpon dulu ya?"
Wanita itupun mengangguk dan kembali bekerja dengan lebih serius sementara pria itu pergi ke kantornya dan mengambil handphonenya untuk menghubungi seseorang.
"Halo?, iya benar orang yang anda maksud datang kemari. Saya tidak memberitahukan apapun sesuai permintaan anda."
Orang yang di telpon oleh pria itu, Daniel tampak sedang duduk di sebuah cafe bersama Mikha dan memakan sarapan mereka ketika di pemilik apartemen yang Mikha tinggali menelpon.
"Terimakasih sudah bekerja sama, serahkan sisanya kepada kami."
Setelah itu Daniel memutuskan panggilan telponnya dan beralih menatap Mikha.
"Semalem kamu tidur di sofa kan? Apa gak pegel?"
Sebenarnya kemarin Mikha terpaksa harus pindah ke apartemen lain yang agak jauh dari tempat tinggalnya. Daniel yang sudah berjanji untuk menjaganya benar-benar menempati janjinya dan mengawal Mikha selama dua puluh empat jam. Karena ruang apartemen barunya saat ini sedang di bereskan Daniel dan Mikha jadi harus menginap di sebuah hotel. Mikha sendiri merasa tidak keberatan di gosipi kalau seseorang melihat mereka bersama tapi dia lebih khawatir dengan Daniel. Reputasinya bisa menjadi buruk karena dirinya dan hal itu yang membuatnya khawatir.
"Agak pegel sih, aku juga masih ngantuk tapi bukan gara-gara itu aku ngantuk"
Ujar laki laki itu sambil menutup mulutnya saat ia menguap dan meminum secangkir kopi yang ada di atas mejanya.
"Biasanya ini jam tidurku jadi aku ngantuk. Gak kayak orang biasa yang tidur malam hari aku tidur di siang hari gara-gara aku bekerja di malam hari."
Mikha hanya mengangguk mengerti. Sekarang dia mengerti kalau Daniel tidak sekali dua kali menyusup seperti saat dia masuk ke kampusnya. Dia berkeliaran setiap malam dan menyusup ke berbagai tempat mungkin untuk mendapatkan informasi atau melakukan tugas lainnya.
'Aku makin ngerasa bersalah sama dia...'
Sudah Dua hari Daniel menjaga Mikha dan itu artinya dia kehilangan waktu tidurnya selama dua hari. Tidur itu penting jadi dia pasti tidur tapi tidak terlalu lama.
"Sebentar berapa lama kamu tidur belakangan ini?"
"Paling lama mungkin tiga jam."
"Maaf karena sudah merepotkanmu."
"Tidak pekerjaanku memang begini."
Daniel yang menanggapi ucapan Mikha dengan santai malah membuat Mikha merasa makin tidak enak padanya.
"Jangan terlalu di pikirin, habisin makanan kamu. Apa yang mau kamu lakuin hari ini?"
"Gimana kalau kita ke apartemen baruku? Aku mau liat tempat seperti apa yang kamu sewain buatku"
"Oh, oke"
Mikha tersenyum, dengan begini setidaknya Daniel bisa kembali tidur hanya itu yang ada dalam fikiran Mikha, ia sama sekali tidak memikirkan apartemen seperti apa yang Daniel sewakan untuknya. Lagipula karena ini hari libur sebaiknya ia diam di rumah saja jadi Daniel bisa istirahat. Sementara itu Daniel yang memperhatikan pergerakan Mahesa lewat gps melihat laki-laki itu sepertinya pergi ke arah suatu tempat. Laki-laki itu mengernyitkan dahinya sementara Mikha yang penasaran langsung bertanya.
"Daniel, ada apa?"
Mendengar pertanyaan Mikha Daniel memperbesar gambarnya dan menggerakkan jarinya membuat sebuah hologram berukuran tiga puluh kali tiga puluh sentimeter muncul di hadapan mereka. Hologram itu memperlihatkan sebuah bangunan yang belum pernah ia lihat sebelumnya yang berarti bangunan itu masih sangat baru.
"Mikha apa kamu tahu tempat apa ini?"
Melihat hologram rumah tersebut Mikha merasa tidak yakin itu tempat apa atau di mana letaknya namun ketika ia melihat jalan yang ada di depan rumah itu Mikha langsung mengenalinya.
"Seingatku dulunya tempat itu bekas pabrik, sejak kapan ada rumah di situ?"
"Bekas pabrik? Apa kamu tahu sesuatu tentang tempat itu?"
"Iya seinget aku di situ dulunya ada pabrik kerupuk. Pabrik itu di tutup gara-gara masalah kesehatan. Kerupuk yang di buat di sana mengandung pewarna tekstil dan karena itu pabriknya di tutup. Tempat itu udah terbengkalai selama lima tahun emangnya kenapa?"
"Mahesa lagi menuju kesana, aku memasang alat pelacak kepadanya kemarin"
Mikha tiba-tiba ingat saat Daniel mengendap-endap ke belakang Mahesa kemarin dan terlihat seperti menempelkan sesuatu di jaketnya.
'Pantesan aja dia mengendap-endap ke belakang Mahesa kemarin, ternyata gara-gara itu.'
"Lily perempuan yang di maksud oleh temanmu itu apa mungkin dia ada di sana?"
"Gak tahu, tapi cuma ada satu cara untuk mengetahuinya. Menyusup."
"Apa kamu mau pergi ke sana?"
"Itu gak perlu."