Menyadari jika dia tidak bisa menolak perintah Aksa, Rei hanya menghela nafas pasrah dan berdiri dari kursinya untuk pergi menuju garasi.
"Terserah."
***
Pada akhirnya Rei dengan terpaksa mengantar Aileen, keduanya duduk bersebelahan di kursi depan membiarkan kursi belakang kosong.
Mereka tidak bicara satu sama lain dan suasana di antara mereka mulai terasa canggung, Aileen yang sudah tidak tahan lagipun menatap Rei yang sedang menyetir dan berkata.
"Makasih udah nganterin aku."
Rei tampak meliriknya sekilas sebelum kemudian kembali menatap jalanan di depannya dan berkata dengan suara yang terdengar kelewat datar.
"Gak perlu berterimakasih, lagian kamu juga gak mau aku anter kan?"
"Iya, tapi aku punya alasan sendiri. Kondisi aku bisa dibilang lumayan parah. Aku gak bisa deket sama laki-laki jadi bener-bener sulit bagi aku buat hindarin mahasiswa lain, belum lagi kalau dosen gak sengaja pegang pundak atau nyentuh tangan aku rasanya tuh kayak pingin teriak."
Mendengar perkataan Aileen ekspresi wajah Rei tampak tidak berubah namun tangannya yang menggenggam stir tampak memegang stirnya dengan kuat. Kondisi Aileen ternyata lebih parah dari yang dia duga. Pantas saja dia masih meminum obatnya.
"Anehnya aku gak apa-apa waktu kamu pegang. Itu bener-bener aneh karena semua laki-laki yang bisa megang aku sebelumnya biasanya mereka yang udah aku anggap keluarga dan deket banget sama aku."
Rei tidak memperlihatkan ekspresi di wajahnya namun ia tiba-tiba merasakan tangannya berkeringat dengan jantungnya yang berdebar cukup cepat seakan ia sedang berlari sejuh seratus mil.
"Kamu ini sebenernya siapa? apa kita bener gak pernah ketemu sebelumnya?"
Aileen menunggu jawaban Rei namun Rei tidak menjawab pertanyaannya, dia hanya diam sambil fokus melihat kearah jalanan.
"Sering ke psikiater?"
Tanya Rei tanpa menoleh. Aileen merasa aneh karena Rei mencoba mengubah arah pembicaraan mereka, dia tidak mengelak kalau kemungkinan mereka pernah bertemu sebelumnya namun juga tidak menjelaskan apapun padanya. Aileen tidak tahu kenapa dan apa sebenarnya hubungan mereka hingga Rei tidak mau mengatakan apa-apa kepadanya dan Aileen juga tidak ingat pernah memiliki teman atau kenalan yang memiliki wajah mirip dengan almarhum pacarnya. Pada akhirnya ia memutuskan untuk tidak membahas topik ini untuk sekarang dan menjawab pertanyaan Rei.
"Gak terlalu sering, cuma sebagai mahasiswi, novelis, buzzer sama aktivis aku sibuk banget jadi aku jarang ke sana. Tapi kalau obat aku masih sering minum."
Jawab Aileen sambil memikirkan skripsinya yang masih belum selesai dia kerjakan juga beberapa kasus pelecehan seksual yang ingin dia urus secepatnya. Belum lagi novel onlinenya yang harus dia update satu kali sehari di tambah sekarang ia punya tanggung jawab sebagai direktur baru perusahaan Darling's membuatnya tidak sempat mengerjakan skripsinya. Ia harus segera mengerjakannya sebelum keteteran nantinya.
"Kamu keliatannya gak masalah klau orang lain tahu."
Aileen tahu dari Rei kalau Aksa memberitahu semua anggota T.I.M tentang kondisi khususnya tapi dia tidak tampak malu atau terganggu sedikitpun. Dia bersikap seakan hal ini tidak mengganggunya sama sekali seakan kalau orang lain tahu bukan masalah besar untuknya. Padahal memiliki penyakit mental bukanlah hal yang akan diakui oleh semua orang, bisa dibilang ini adalah hal tabu untuk di bahas dan tidak banyak orang juga yang sadar kalau mereka memiliki penyakit mental.
Alasan kenapa hal ini menjadi hal yang tabu adalah anggapan kalau semua orang yang punya penyakit kejiwaan harus masuk rumah sakit jiwa dan dianggap gila. Padahal tidak semuanya begitu. Contohnya Aileen, dia tidak gila. Dia masih memiliki kesadarannya dan menjalani hari seperti orang normal pada umumnya hanya saja karena terkena trauma dan beberapa hal yang terjadi di hidupnya membuat dia tidak bisa di sentuh oleh laki-laki dan membuatnya hilang kontrol ketika disentuh. Karena anggapan ini dan kurangnya kesadaran membuat banyak orang tidak menyadari pentingnya kesehatan mental mereka dan mengabaikannya hingga pada akhirnya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Kalau anggota T.I.M aku ngerasa mereka semua harus tahu cepat atau lambat, aku gak mau mereka gak sengaja megang aku dan bikin aku hilang kendali. Tapi kalau hal ini sampai ketahuan sama pihak kampus mampus aku."
Rei juga sadar dengan hal itu dan dia juga tidak berniat untuk menyebarkan hal ini di internet, lagipula Aileen sudah berusaha sampai sejauh ini tanpa ada yang mencurigai kondisi khususnya bisa di bilang sebuah keajaiban. Kalau rahasia ini sampai terbongkar Aileen tidak akan mendapatkan lisensi sebagai dokter dan semua usahanya sampai saat ini akan menjadi percuma. Lagipula ia tidak sejahat itu.
"Jangan khawatir, seberengsek-berengseknya aku aku gak akan mungkin hancurin masa depan seseorang yang berusaha dari nol kayak kamu. Lagian gak ada kerjaan banget aku buka rahasia orang segala."
Aileen tersenyum tipis mendengar perkataan laki-laki itu.
"Makasih Rei."
Melihat senyuman Aileen semburat merah tipis muncul di kedua pipi Rei dan laki-laki itu hanya menggumam untuk membalas perkataannya. Setelah sampai Rei turun dari kursi pengemudinya dan membukakan pintu untuk Aileen, hal ini membuat Aileen agak kaget melihat Rei bertingkah seperti seorang gentle man kepadanya namun ia tidak banyak berfikir dan langsung keluar dari hover car milik Rei sementara Rei menutup pintu hover carnya kembali. Beberapa orang tampak memperhatikan keduanya sebab primadona sekolah mereka yang di cap sebagai mawar indah yang tak boleh disentuh tampak diantar oleh seorang laki-laki yang tidak diketahui terlebih yang mengantarnya itu membawa hovercar!!. Hanya para millionair yang bisa memilikinya!! Aileen tampak agak risih diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya. Ingin rasanya dia kabur dan sembunyi di suatu tempat jika dia bisa. Tapi dia berusaha menahan perasaan itu karena ada kelas praktek hari ini.
"Makasih udah nganterin aku."
Rei mengangguk sebelum kemudian menguap, Rei memang tidak tidur semalam. Aileen memergokinya tadi pagi tampak menguap sambil melakukan sesuatu dengan laptopnya. Ia bertanya kapan Rei bangun dan dengan enteng dia bilang kalau dia belum tidur sama sekali. Hebatnya dia masih bisa menyetir dengan lancar yang berarti dia sudah terbiasa melakukan hal ini.
"Iya, aku mau pulang buat tidur. Ngantuk banget aku. Oh jangan lupa ya?"
Mengetahui apa yang Rei maksud dengan jangan lupa Aileen mengangguk.
"Iya, aku pergi."
Aileenpun berjalan pergi menuju kelasnya sementara Rei menatap punggung Aileen yang pergi masuk ke dalam area kampus. Beberapa orang yang melihat Rei bersama Aileen tadi berbisik-bisik saat Aileen melewati mereka membuat Aileen merasa tidak nyaman. Melihat hal ini Rei memasang wajah sangarnya membuat orang-orang yang melihat pandangan mata Rei kepada mereka tampak takut dan berhenti bergosip. Aileen berjalan di koridor ketika ia merasakan seseorang menepuk pundaknya dari belakang dengan keras. Perempuan itu terlonjak kaget iapun menengok dan menemukan siapa dalang di balik tepukan menyakitkan itu.
"Reyna!!!"
Gadis berambut putih panjang yang diteriaki tadi malah nyengir tanpa dosa membuat Aileen agak kesal. Ia sungguh ingin berkata kasar melihat kelakuan salah satu sahabatnya itu tapi dia tidak bisa menyalahkannya karena Reyna tidak tahu kalau Aileen sedang terluka. Aileen memang membalut lukanya dengan perban tapi dia juga menutupinya dengan pakaian yang dia gunakan. Jadi Reyna sama sekali tidak bisa melihat perban yang menutupi luka di lehernya. Kalau dia lihat tidak mungkin dia lakukan hal seperti tadi dan malah masuk dalam mode 'mama'nya.
"Ehehehe, siapa tuh yang nganterin kamu tadi?~"
Tanyanya sambil tersenyum jahil.
"Bukan siapa-siapa Na."
"Masa sih? Dari tadi dia ngeliatin kamu dari kejauhan lho kayak anjing penjaga yang jagain majikannya."
Ujar seorang gadis berambut ungu gelap ikal sambil meminum milik shake susu yang dia bawa di tangannya. Matanya sipit, perawakannya cukup tinggi dan dia terlihat memakai celana panjang hitam dan kemeja berwarna putih dengan pita warna ungu di kerahnya. Dia adalah Mikha teman Aileen dan Reyna dari SMA.
"Hah?! Masa?!."
Aileen melirik sekitarnya dan menemukan Rei tampak memasang wajah sangar kepada setiap orang yang berbisik-bisik tentang mereka tadi. Aileen sama sekali tidak mengerti dengan kelakuan Rei yang dinilainya aneh. Kenapa juga dia sepeduli itu dengan pendapat orang lain kepadanya? Apa benar mereka pernah bertemu sebelumnya?
"Jangan bilang kalau kamu dapet pengagum rahasia lagi Aileen, kalau iya rahasia kamu ada dalam bahaya."
Beri, vote coment dan review kalau kalian suka cerita ini dan kalau ada kekurangan tolong beri tahu juga, kalau ada yang mau ngasih gift juga juga boleh. Makasih buat semua dukungan kalian dalam bentuk apapun itu see you :)