"Charlemagne, kira-kira kau ingin serius di mana? Apakah bisnismu dengan istrinya Antonia, atau karirmu di Angkatan Udara?" tanya Kanselir Leopold kepada anak laki-lakinya.
Kedua laki-laki tersebut tengah bersantai sambil menikmati kopi hangat di halaman belakang rumah mereka. Hanya saja, Charlemagne menikmati secangkir kopi sambil membaca sebuah buku tentang Angkatan Udara.
"Aku pilih dua-duanya. Walaupun karir militerku di baru dimulai ketika terlibat pada operasi militer di Afghanistan," jawab Charlemagne pada ayahnya.
"Sejak kapan kau bisa memiloti pesawat tempur?" tanya Kanselir Leopold menatap tajam sepsang mata biru Charlemagne.
"Sejak berusia lima belas tahun. Karena badanku tinggi dan aku bersahabat dengan Lodewijk Claus Willem Alexander von Oranien-Nassau. Maka aku diajari olehnya memiloti pesawat tempur," jawab Charlemagne. "Walaupun aku tidak menyangka bahwa dia itu sepupu keduaku."
"Aku tidak menyangka bahwa kau cukup dekat dengan keluarga saudara sepupu keduaku."
"Sebenarnya aku ingin masuk Akademi Militer di Breda bersama Claus. Hanya saja terkendala umur. Akhirnya memutuskan masuk ke Universitas Leiden sambil kerja sampingan sebagai Koki. Lodewijk Claus mengajariku memiloti pesawat jet. Dia orang yang nakal. Tapi dia adalah orang yang bisa kupercaya. Dia juga melindungiku pasca aku membuah heboh dengan memiloti pesawat F-35."
"Kau benar-benar gila dan nekat juga," kata Kanselir Leopold terkekeh pelan. "Kalau kau tidak dekat dengan si Claus, mungkin kau tidak akan sampai di sini."
"Tapi ayahnya Claus mengizinkanku untuk memiloti pesawat F-35 selama dalam pengawasannya," balas Charlemagne. "Walaupun ada kenalan Keluarga Bangsawan dan bersahabat dengan seorang Pangeran Belanda. Tetap saja aku tidak bisa masuk ke Akademi Militer Breda."
"Beruntung kau tidak masuk Akademi Militer Breda. Kalau masuk, tentu saja akan menjadi skandal di sini. Tapi kalau kau bukan anakku, kau mungkin tidak akan bisa memiloti pesawat Sukhoi dengan mudahnya. Kau juga cepat mempelajari mekanisme pesawat Sukhoi."
"Aku hanya menganggap semua pesawat itu sama," balas Charlemagne dengan entengnya.
"Pantas saja kau bisa belajar dengan cepat dan membuat iri beberapa Pilot resmi," kata Kanselir Leopold. "Kalau saja kau bukan anakku, kau mungkin akan terlibat banyak masalah."
"Yah, aku merasa beruntung, dan bersyukur atas takdir yang telah digariskan oleh Tuhan, di mana aku terlahir sebagai orang yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh beberapa orang," ungkap Charlemagne penuh rasa syukur.
"Karena kau adalah orang yang memiliki keistimewaan. Maka, jadilah Pemimpin yang baik bagi para bawahanmu," pesan Kanselir Leopold pada anak laki-lakinya.
.
.
Alicia begitu senang bisa menghabiskan waktu berdua kembali dengan suaminya, Antonia. Di mana, sang suami telah pergi selama enam bulan untuk bekerja sebagai seorang Tentara Bayaran. Bersama sang suami di sisinya, Alicia tengah membuat roti.
Ekspresi wajah Alicia dan Antonia terlihat sangat bahagia layaknya pasangan yang baru menikah, sehingga membuat cita rasa roti yang mereka buat semakin enak, dan para pelanggan pun semakin banyak.
Pintu toko rotinya terbuka dan Charlemagne berjalan memasukinya. Penampilan Charlemagne berbeda dengan sebelumnya, di mana dia mengenakan seragam militer, dan membawa tas ransel.
"Kau terlihat gagah layaknya Pilot profesional, Charlemagne," puji Antonia.
"Ah, kau ini, Antonia. Padahal aku ke sini hanya ingin berpamitan," balas Charlemagne yang berjalan menghampiri Antonia.
Kedua lelaki itu bersalaman. Antonia menepuk pelan pundak Charlemagne, "Hati-hati dalam bertugas, saudaraku. Semoga kau tidak kehilangan akal sehatmu di kejamnya medan pertempuran."
"Aku pamit dulu, Antonia, dan Alicia."
Charlemagne pergi menuju ke Pangkalan Udara Potsdam dengan menaiki kendaraan bis bersama dengan kedua pengawalnya. Sebenarnya Charlemagne merasa risih dengan kedua pengawalnya yang selalu mengikutinya kemanapun pergi. Hanya saja karena statusnya sebagai anak dari Kanselir, maka Charlemagne harus menerima keistimewaan yang sedikit meresahkan.
Dengan adanya Pengawal yang selalu mengikutinya, Charlemagne merasa tidak bisa bergerak bebas. Hanya saja dia paham juga akan konsekuensi yang harus diterima oleh kedua Pengawalnya jika mereka sampai kehilangan jejak Charlemagne.
Perjalanan di dalam bis juga berlangsung biasa saja. Walaupun Charlemagne anak seorang Kanselir. Tapi di mata Rakyat Prussia dia hanyalah manusia biasa seperti yang lainnya. Setidaknya dengan hal ini, Charlemagne merasa tenang karena dia merasa bahwa dirinya bagian dari Masyarakat Prussia.
Charlemagne turun dari bisnya dan berjalan memasuki Pangkalan Militer Potsdam dengan diikuti kedua Pengawalnya.
Beberapa rekan Pilotnya menyambut kedatangannya. Ketiga Pilot seusia dirinya berjalan menghampiri Charlemagne dan menyalaminya.
"Sebuah kehormatan kami bisa bersamamu," sapa Lutz seraya memperkenalkan dirinya, "Leonard Lutz Derfflinger, panggil aku Lutz."
"Josephine Ester Steinbacher," kata seorang Gadis berekspresi periang. "Panggil aku Ester."
"Łukasz Wacław Grudzień dan bisa dipanggil Łukasz," balas Łukasz.
"Aku senang juga bisa satu tim dengan kalian, Łukasz, Ester, dan Lutz," balas Charlemagne.
"Karena Pangeran Charlemagne adalah Pemimpin kami. Maka dari itu, pimpinlah 'Seksi Romarich' dengan baik, Letnan Penerbang Chalemagne!" seru Lutz memberikan hormat dengan diikuti Ester dan Łukasz.
"Baiklah, mari kita sama-sama berjuang, dan melakukan yang terbaik" balas Charlemagne dengan memberikan salam hormat kepada ketiga rekan barunya.
Kehidupan militer Charlemagne sebagai seorang Pilot pesawat tempur baru dimulai dengan serius. Tidak seperti keadaan di Afghanistan, kali ini dia menjadi seorang pemimpin bagi 'seksi' yang dia pimpin dengan pangkat Letnan Penerbang.
Charlemagne dan ketiga rekannya berjalan menuju ke hangar untuk bertemu dengan para teknisi pesawat mereka, di mana terparkir empat unit pesawat tipe MiG-35 dengan empat orang teknisi yang mengecek salah satu pesawat MiG-35.
"Mereka berempat adalah Teknisi kita. Orang-orang di balik kehebatan pesawat kita," kata Ester. "Yang perempuan bernama Verka Stanislavovna Kosyak, bisa dipanggil Verka. Yang selalu pakai blangkon bernama Ahmad Sukarto. Kalau yang pakai ikat kepala namanya Tangguh Sudrajat. Sedangkan Kepala Teknisinya adalah seorang Baron yang bernama Josef Markus Peter von Blatt."
Baron Josef Markus Peter von Blatt berjalan menghampiri Charlemagne, "Selamat datang di Seksi Romarich."
"Senang bertemu dengan kalian semuanya," balas Charlemagne menyalami para Teknisi dari Seksi Romarich.
Setelah bertemu dengan Tim Teknisi. Charlemagne tengah sibuk memainkan peralatan dapur. Sementara ketujuh rekannya tengah menunggunya menyiapkan makanan.
Charlemagne membuat capcay rebus untuk dihidangkan kepada ketujuh rekannya.
Ester dan Verka terlihat begitu senang memakan setiap sendok capcay yang dibuat oleh Charlemagne.
"Hm, enak sekali," ungkap Verka.
"Makanan yang kau buat benar-benar enak, Letnan Penerbang Charlemagne," puji Peter von Blatt.
"Berasa nostalgia di Brebes yah, Jat," kata Ahmad Sukarto dengan nada mledok khas Jawa-nya.
"Anggap saja di sini sudah seperti Brebes," balas Tangguh.
"Aku senang melihat kalian bahagia," balas Charlemagne.
.
.
Empat ekor Dark Young of Shub-Niggurath muncul di dekat Desa Kaulitz dari sebuah portal. Kemunculan Dark Young of Shub-Niggurath membuat suara sirine di Desa Kaulitz berbunyi dengan keras sebagai tanda akan adanya sebuah bencana. Para Penduduk Desa yang tengah tidur di balik selimutnya yang hangat, segera bangun dari dari tempat tidur mereka, dan berjalan dengan cepat menuju ke dalam bungker bawah tanah.
Sistem pertahanan Prussia mendeteksi adanya empat kekuatan besar di wilayah mereka yang berbatasan dengan wilayah Hannover, Kerajaan Inggris Raya.
Seorang lelaki dari ras wizard yang merupakan agen Stasi, tengah merekam video kemunculan keempat ekor Dark Young of Shub-Niggurath di Desa Kaulitz dengan menggunakan kameranya.
"Entah kenapa aku merasakan sebuah gelombang elektromagnetik yang begitu besar di sana. Aku tidak menyangka bahka akan mundul empat ekor Dark Young of Shub-Niggurath setelah Pangeran George William mengunjungi wilayah Hannover dengan menaiki pesawat boeing E-4B," ujar Wilhelm Ulrich Schneider.
Agen stasi tersebut mengirimkan video rekaman kemunculan empat ekor Dark Young of Shub-Niggurath dan mengirimnya ke Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri.
Sebuah pesan diterima oleh Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri, di mana isi pesan tersebut menggambarkan kemunculan empat ekor Dark Young of Shub-Niggurath di Desa Kaulitz, lengkap dengan video rekamannya.
"Perintahkan Pangkalan Militer Potsdam untuk membersihkan Dark Young of Shub-Niggurath," perintah Marsekal Madya Karl Ludwig Bauer.
'Seksi Romarich' tengah bersiap meluncur untuk memulai misi perdana mereka di bawah pimpinan Letnan Terbang Charlemagne Malherbe dalam menumpas Dark Young of Shub-Niggurath yang muncul di Desa Kaulitz setelah mereka mendapatkan perintah dari atasan mereka untuk memulai misi pembersihan. Keempat pesawat tempur MiG-35 tengah berjalan keluar dari hangarnya sambil menunggu instruksi dari Marshaller untuk meluncur.
[Marshaller, sebutan untuk juru parkir dalam dunia penerbangan.]
Keempat pesawat MiG-35 itu berjejer dengan rapih dan dengan mesin mereka yang tengah menyala dan dalam posisi siap lepas landas kapanpun.
"Walaupun kita melawan monster. Tetapi kita harus mengutamakan keselamatan, baik untuk diri sendiri, maupun orang lain. Mari kita laksanakan misi ini dan kembali dalam keadaan hidup," kata Charlemagne kepada ketiga rekannya.
"Baik!" seru ketiga bawahannya Charlemagne tersebut.
Marshaller memberikan instruksi untuk lepas landas dan keempat pesawat tempur MiG-35 itu meluncur dan lepas landas menuju ke arah barat laut.
Keempat pesawat MiG-35 itu segera lepas landas dan bergerak dengan formasi tipe 'echelon' yang rapih. Dari kokpit pesawatnya, Charlemagne melihat banyak hamparan salju yang menutupi Desa, Kota, maupun Hutan.
"Prussia tampak terlihat indah, tenang, dan damai jika dilihat dari sini," gumamnya. Charlemagne kembali fokus memiloti pesawatnya.
Sementara itu, empat ekor Dark Young of Shub-Niggurath tengah mengamuk, kaki-kaki mereka menginjak pepohonan, dan menghancurkan sebuah hutan kecil di dekat Desa Kläden.
Dua puluh menit telah berlalu dari Pangkalan Militer Potsdam menuju ke Desa Kaulitz. Radar keempat pesawat MiG-35 tersebut mendeteksi sebuah kekuatan besar yang ada di bawah.
"Musuh ada di arah dua belas. Serang kepala mereka dengan rudal," perintah Charlemagne.
"Siap," balas mereka bertiga penuh keyakinan.
"Tembak," seru Charlemagne.
Keempat pesawat MiG-35 itu meluncurkan beberapa rudalnya ke arah empat ekor Dark Young of Shub-Niggurath yang tengah mengamuk. Rudal-rudal itu meluncur dan tepat sasaran menghancurkan keempat monster tersebut. Tubuh Dark Young of Shub-Niggurath langsung jatuh dan perlahan menghilang layaknya butiran debu yang dihembus angin.
Keempat Pilot itu terlihat senang setelah menghancurkan keempat monster tersebut.
"Misi perdana ini berjalan dengan baik. Kita telah berjuang dan kompak dalam waktu singkat. Maka dari itu, mari kita jaga perjuangan, kekompakan, dan solidaritas kita," puji Charlemagne kepada ketiga bawahannya.
Walaupun misi tersebut diselesaikan, akan tetapi bagi Charlemagne. Misi tersebut merupakan misi yang harus direncanakan dengan matang dan baik, agar bisa langsung menghancurkan target dalam satu kali serangan.
.
.
Charlemagne terlihat sangat serius membaca buku tentang pesawat boeing, khususnya tentang pesawat Boeing E-48 yang dimiliki oleh Federasi Amerika Utara, dan Kerajaan Inggris. Dalam buku tersebut menjelaskan tentang peperangan elektronik dengan menggunakan gelombang elektromagnetik yang bisa menyebabkan beberapa jenis bencana alam serta munculnya beberapa jenis monster.
"Dengan begini, cukup logis juga jika monster-monster muncul secara tiba-tiba ataupun bencana alam yang tidak wajar. Mengingat ini semua efek dari manipulasi gelombang elektromagnetik. Dengan berkembangnya ilmu teknologi, seorang manusia biasa pun bisa memanggil monster."
Kanselir Leopold berjalan menghampiri anak laki-lakinya dan duduk di hadapannya.
"Sepertinya kau telah menemukan jiwamu, Charlemagne."
"Aku merasa sesuai dengan dunia militer. Walaupun sebenarnya aku hanya menjadikannya sebagai pelarian akibat putus cinta."
"Kau ini, ada-ada saja," balas Kanselir Leopold tersenyum tipis. "Tapi jangan khawatir, masih banyak perempuan baik di dunia ini. Mungkin lebih baik kalian berdua menjadi teman."
"Yah, kurasa kau benar, ayah."
Suasana antara mereka berdua tampak canggung, mengingat mereka hanya ada mereka berdua di rumahnya yang besar. Sementara Elizabeth sedang mengunjungi si kecil Louis yang tinggal bersama dengan Simone, Athena, dan Charla.