"Bisa saja aku membunuh lelaki itu. Tetapi kurang asyik jika membunuhnya. Jadi aku colok saja matanya dan aku patahkan tangan kanan dan kaki kirinya. Biar dia hidup menanggung rasa malu. Soalnya kalau Tentara mati, maka dia akan dianggap sebagai Pahlawan. Tetapi kalau cacat, mereka akan menanggung malu dan segera dipensiunkan karena dianggap sebagai beban dan juga aib," ungkap Barbara Luisa Hackenholt sambil duduk di tepi kolam dan mencabuti satu per satu kelopak bunga mawar hitam.
Sementara itu, orang-orang terkejut begitu mendengar suara teriakan yang sangat keras di siang hari dari arah sebuah rumah yang disewa oleh Tentara Pengawal Kanselir Leopold.
Aaron Hildebrandt segera berlari dengan cepat menuju ke sumber teriakan. Dia mendobrak pintu rumah dan segera memasukinya. Dia sangat terkejut melihat Levi yang matanya telah hancur akibat dicolok sebuah benda tajam dan juga tangan kanan dan kaki kirinya patah. Dia berpikir bahwa si Levi habis disiksa.
Kanselir Leopold dan kedua istrinya, beserta beberapa Tentara Pengawalnya terlihat sangat kaget. Terlebih Elizabeth, dia terlihat mual, dan segera pergi ke toilet untuk memuntahkan isi perutnya setelah melihat kengerian, dan kekejian yang ada di hadapannya.
"Sadako berambut merah panjang bergelombang dan berpakaian merah. Dia keluar dari televisi dan mencolok kedua mataku, serta mematahkan tangan kanan, dan kaki kiriku. Aku mencoba untuk menembaknya, tetapi dia memiliki gerakan yang sangat cepat," jelas Levi sambil menahan rasa sakit yang tengah dia alami.
Aaron segera menyalakan televisi dan sebuah siaran yang umum di waktu pagi tengah tayang.
"Pada dasarnya kita sedang menghadapi seorang 'witch' yang memiliki kekuatan yang besar. Ini adalah kesimpulan atas kejadian yang telah menimpa kita," ungkap Simone.
"Kalau begitu, kita harus memburu seluruh wizard seperti di masa lampau!" teriak Aaron penuh semangat.
Seorang perempuan berambut pendek yang dikuncir ponytail segera menjitak kepala Aaron. "Dasar idiot. Kalau berbicara lihat situasi. Terlebih kau di hadapan 'Countess Simone." Sabrina Neufeld memarahi rekan Yahudinya yang terlihat begitu semangat ingin memburu wizard, hingga dia lupa fakta bahwa 'Countess Simone' merupakan seorang ras wizard.
Aaron terlihat malu karena asal berbicara, "Maafkan, aku yang asal bicara. Aku hanya marah atas teman-temanku yang menjadi korban dari seorang witch."
[Witch, sebutan bagi perempuan dari ras wizard yang menggunakan kemampuan yang dia miliki untuk melakukan hal-hal yang buruk dan aksi kejahatan.]
"Tidak masalah. Setidaknya kau menunjukkan kepedulianmu terhadap teman-temanmu," balas Simone dengan santai. Simone juga sadar, mengingat masih banyak orang yang belum bisa membedakan antara wizard dan 'witch' secara utuh. Mengingat pengidentifikasian ras 'wizard' itu global, sehingga ketika ada seorang ras wizard yang berbuat buruk, maka akan menimbulkan efek negatif pada seluruh ras wizard.
.
.
Seorang perempuan yang mengenakan topi berwarna jingga dan seragam berwarna cerah datang memasuki Toko Hackenholt sambil membawa sekotak zapiekanka.
"Ini pesananmu, Nyonya Barbara," kata Perempuan pengantar zapiekanka yang menyerahkan sekotak zapiekanka kepada Barbara Luisa Hackenholt yang tengah berada di balik mesin kasir. "Selamat menikmati makan siangmu, Nyonya. Terima kasih telah menjadi pelanggan kami."
"Sama-sama," balas Barbara Luisa Hackenholt.
[Zapiekanka atau bisa disebut sebagai Pizza Polandia. Bentuknya seperti pizza pada umumnya, hanya saja berbentuk kotak lonjong dan tidak lebar.]
Barbara Luisa Hackenholt segera membuka sekotak zapiekanka tersebut dan memakannya. "Sepertinya aku harus memberikan sebuah kejutan untuk Tentara Pengawal yang bernama Aaron Hildebrandt. Orang itu terlihat sangat emosional dan bisa diajak dalam permainan yang mengguncang psikologi."
Barbara Luisa Hackenholt tertawa jahat sehingga dia tersedak. Wizard berambut merah panjang bergelombang itu segera mengambil segelas sit putih hangat, dan meminumnya.
"Sepertinya untuk saat ini, aku harus fokus makan, daripada mengurusi mereka."
.
.
"Apakah ada banyak orang atau tidak. Aku masih belum mengetahuinya. Kasus seperti ini sangatlah ganjil. Aku juga tidak merasakan kehadiran wizard di sini selain hanya diriku. Bisa dikatakan, witch tersebut memiliki kemampuan untuk berpindah tempat. Ini hanya dugaanku saja. Tapi aku menduga bahwa pelakunya adalah seorang 'witch' yang berambut merah. Walaupun kita belum menemukan tersangka, tetapi cerita dari Levi telah memberikan sebuah kepingan puzzle yang harus disusun," kata Simone yang tengah duduk membelakangi Elizabeth.
"Kalau begitu, kenapa kita tidak pulang saja, sekarang?" ujar Elizabeth. "Aku khawatir dengan mereka semua. Aku tidak ingin ada orang yang mati secara mengenaskan lagi."
"Kita akan di sini sampai bulan madu kita selesai dan menangkap pengecut yang telah merusak suasana liburan kita!" tegas Kanselir Leopold yang tengah duduk sambil membaca buku cerita berjudul "The Shadow Out of Time" karya H.P. Lovecraft. "Aku yakin, cepat atau lambat kita akan menangkapnya. Hanya masalah waktu dan ini akan baik-baik saja."
Elizabeth hanya bisa pasrah mendengarkan kalimat tegas yang dikatakan oleh sang suami. "Baiklah, aku percaya padamu, Leo."
Simone memeluk Elizabeth dari belakang, "Jangan khawatir, Eliz. Percayalah, bahwa semua akan baik-baik saja. Aku yakin kita bisa mengakhiri teror dari witch berambut merah itu."
.
.
Aaron tengah jogging mengelilingi Desa Lipina bersama dengan teman-temannya sesama Tentara Pengawal.
"Hidup di pedesaan memang sangat nyaman. Walaupun kita berada di sini baru tiga hari, tetapi terasa seperti tiga puluh tahun," ungkap Aaron.
"Mungkin tiga puluh tahun lagi kau akan dikubur," kata Lukasz Ratajczak, seorang lelaki dari etnis Polandia dengan perawakan tinggi (seratus sembilan puluh tujuh centimeter), berambut cokelat kemerahan, dan bermata biru.
"Sialan kau, Lukasz!" gertak Aaron yang marah kepada Temannya.
Lukasz tertawa cukup keras, "Aku bercanda kawan. Aku percaya kita semua bisa hidup dengan umur panjang layaknya Ratu Elizabeth II."
Kaki Aaron secara tiba-tiba terhenti, seperti ada yang memegang kaki kanannya.
"Kenapa aku tak bisa menggerakkan kaki kanannku?" pikirnya keheranan.
"Kenapa kau berhenti, Aaron? Apakah kakimu kram?" tanya Lukasz yang berada di belakang Aaron.
Secara tiba-tiba Aaron bisa menggerakkan kaki kanannya kembali, dan kembali berjogging.
"Aku baik-baik saja."
Setelah cukup jauh jogging, Aaron kembali mengalami hal yang kurang beruntung. Di mana dia kembali terjatuh. Hanya saja dia merasa seperti ada yang mendorong tubuhnya.
"Sialan kau, witch keparat! Tunjukkan dirimu, dan jangan bersembunyi seperti pengecut!"
"Tenangkan dirimu, Aaron. Daripada marah-marah. Bagaimana jika kita berburu witch tersebut, lalu mengeksekusinya. Sekaligus sebagai pembalasan atas apa yang telah dia lakukan terhadap kedua teman kita," kata Lukasz mencoba menenangkan Temannya.
Sebuah tawa yang merendahkan terdengar oleh Aaron. Suara tawa itu berasal dari arah hutan di dekat Desa Lipina. Dari balik sebuah pohon, Aaron terkejut melihat seorang perempuan berambut panjang bergelombang berwarna merah yang tengah menertawakannya. Wajah perempuan itu terlihat sangat menyeramkan dan dipenuhi dengan luka sayatan. Saking terkejutnya, sehingga membuat Aaron terjatuh.
"Kenapa kawan?" tanya Lukasz yang terlihat kebingungan melihat temannya yang terjatuh, dan wajahnya menampilkan ekspresi ketakutan seperti melihat hantu.
"Di sana. Witch berambut merah itu menertawakanku," kata Aaron sambil menunjuk sebuah pohon oak yang berdaun lebat.
"Aku tidak mendengar suara perempuan tertawa. Apalagi melihat witch. Di sana tidak ada siapa-siapa? Mana mungkin seorang witch bisa membuat dirinya seperti hantu."
"Aku serius, Lukasz! Barusan tadi aku melihat witch itu di sana dan dia tertawa meremehkan kita!" seru Aaron kepada Temannya yang terlihat masih tidak percaya.
"Sudahlah. Kita kembali saja ke rumah. Kita harus beristirahat, dan jangan minum alkohol."
"Aku Yahudi yang taat dan aku tidak minum alkohol!" seru Aaron kembali untuk menegaskan kepada temannya.
Barbara Luisa Hackenholt tengah tertawa garing di dalam tokonya.
"Orang yang manis. Sehingga enak untuk dikerjai. Padahal aku hanya menggunakan wujud bayanganku yang hanya bisa dilihat oleh beberapa orang."
Barbara Luisa Hackenholt segera berdiri dari kursinya dan meregangkan setiap otot dan sendi pada tubuhnya.
"Sudah saatnya nanti malam aku beraksi. Aaron, dan Lukasz. Aku akan memberikan kejutan dan mencabut nyawa kalian berdua."
.
.
Suara petir terdengar sangat menggelegar, dengan angin yang sangat kenjang, dan hujan yang sangat deras. Badai telah datang di malam hari yang gelap setelah pagi dan siangnya bercuaca cerah dengan sinar mentari yang cerah dan menghangatkan. Orang-orang tidur di dalam kamar mereka yang hangat.
Ada orang-orang yang bisa menikmati tidur mereka yang nyenyak dan ada orang-orang yang tengah sibuk dengan aktifitas mereka di tengah hujan badai dengan petir yang menggelegar.
Di ruang tengah yang hangat, dna bercahaya terang. Aaron dan Lukasz tengah bermain game mobile 'Free Fire' untuk mengisi waktu kosong mereka, sekaligus melampiaskan kekesalan mereka karena kegiatan jogging yang tidak nyaman.
Mereka berdua terlihat tengah sibuk dengan dunia mereka masing-masing, di mana mereka saling tembak-menembak di layar virtual dari ponsel pintar mereka.
"Kau memang jago, Aaron."
"Kau juga tangguh, Lukasz."
Mereka berdua saling memuji akan kemampuan mereka yang baik dalam bermain game 'Free Fire.' Bagi Tentara Pengawal, seperti mereka berdua. Aaron dan Lukasz menjadikan game 'Free Fire' sebagai sarana untuk melatih menembak, meningkatkan konsentrasi, dan bergerak secara cepat di medan pertempuran.
Secara tiba-tiba listrik di rumah singgah yang mereka berdua tempati mati. Sehingga membuat mereka kesal.
"Sialan, lagi asik bermain. Listrik malahan mati" ungkap Aaron yang kesal.
Mereka berdua segera menyalakan lampu sorot pada ponsel mereka untuk menerangi kegelapan.
Lukasz segera berjalan ke arah jendela untuk mengecek rumah singgah di sebelahnya, yang menjadi tempat singgah bagi Tentara Pengawal yang lainnya.
"Tapi di sebelah tidak mati listriknya," kata Lukasz sambil melihat rumah singgah yang dihuni oleh kedua teman perempuannya sesama Tentara Pengawal.
Suara piring yang jatuh mengagetkan mereka berdua. Suara itu berasal dari belakang.
"Suara apa itu?" tanya Lukasz.
"Itu suara piring pecah. Palingan ulah tikus yang lewat dan menyenggol piring sehingga jatuh," jawab Aaron dengan santai.
Suara pintu yang dibanting terdengar sangat keras. Aaron segera mengarahkan lampu sorot ponselnya ke arah kamarnya. Benar saja, yang semula pintu kamarnya terbuka, kini menjadi tertutup. Aaron segela membuka pintu kamarnya dan memasukinya dan mengecek seluruh kamarnya dengan penerangan dari lampu sorot.
"Witch sialan!"
Pintu kamar Aaron tertutup secara tiba-tiba dan langsung terkunci. Aaron yang panik mencoba untuk membukanya, tetapi tubuhnya langsung ditarik oleh kekuatan yang kasat mata. Aaron berteriak minta tolong, tetapi tak ada respon dari Lukasz.
Aaron mencoba merangkak dengan sekuat tenaga. Tetapi kekuatan tak kasat mata itu tidak melepaskan kedua kakinya. Aaron melihat ke arah belakang, di mana Barbara Luisa Hackenholt menampakkan dirinya dengan pakaian yang serba merah, dan dia mengenakan sebuah helm yang di sampingnya terdapat tanduk rusa, sehingga membuatnya terlihat sangat menyeramkan.
"Aku datang untuk mencabut nyawamu, Aaron."
Barbara Luisa Hackenholt kemudian membanting tubuh Aaron ke dinding, lalu membantingnya ke atas, dan ke bawah, hingga seluruh tubuh Aaron mengalami memar.
Aaron tergeltak di lantai, dengan tubuh yang penuh luka, darah, dan memar. Barbara Luisa Hackenholt membawa jebakan beruang yang berkarat dan menaruhnya di bawah kaki kanan Aaron. Jebakan beruang itu langsung menjerat kaki kanan Aaron hingga patah. Aaron berteriak kesakitan dan Barbara Luisa Hackenholt langsung menghilang seketika.
Lukasz segera berlari ke arah kamarnya Aaron. Namun dia terjatuh, setelah dia merasakan seperti ada yang medorong badannya. Tubuh Lukasz ditarik oleh kekuatan yang tak kasat mata hingga ke arah dapur.
"Tunjukkan dirimu, keparat"
Lukasz berdiri setelah dia merasa kakinya tidak ada yang memegang lagi. Wajahnya terlihat sangat ketakutan, mengingat ini pertama kalinya mengalami hal yang di luar logika. Berbagai peralatan dapur secara tiba-tiba beterbangan, sehingga menambah suasana semakin horror. Peralatan dapur tersebut terbang ke arah Lukasz dan menusuk kedua kakinya.
Tubuh Lukasz terjatuh karena kehilangan keseimbangannya setelah kedua kakinya tertusuk berbagai macam peralatan dapur.
Suara tawa Barbara Luisa Hackenholt terdengar sangat menggema dan mengerikan. Perempuan itu menampakkan wujudnya dengan mengenakan pakaian putih yang dipenuhi dengan noda darah, di mana pada tangan kanannya menggenggam palu, dan tangan kirinya menggenggam arit.
Barbara Luisa Hackenholt menyerang leher Aaron dengan arit dan menarik badannya ke ruang tengah. Leher Aaron sobek cukup lebar, sehingga mengeluarkan darah yang cukup banyak. Aaron masih hidup meskipun mengalami luka yang sangat berat. Barbara Luisa Hackenholt segera memalu wajah Aaron hingga hancur dan membuatnya langsung tewas seketika.
Lukasz berjalan merayap dengan kedua tangannya menuju ke arah ruang tengah. Tetapi secara tiba-tiba beberapa benda tajam menusuk kedua tangannya sehingga membuatnya semakin mengalami rasa sakit yang luar biasa.
Barbara Luisa Hackenholt berjalan perlahan sambil membawa granat yang diikat dengan benang, di mana benang tersebut dihubungkan dengan pintu ruang tamu, serta granat yang ditanam oleh Barbara Luisa Hackenholt pada jasad Aaron.
"Aku akan membiarkanmu hidup. Tetapi jika ada yang bertamu ke sini. Maka bukan aku yang membunuhmu," kata Barbara Luisa Hackenholt tertawa jahat.
Dia menyumpal mulut Lukasz dengan granat yang telah dijadikan jebakan booby trap. Setelah itu, dia menghilang secara tiba-tiba.