Naraka melihat Luo yang kini tengah asik dengan sebilah pisau di tangannya. Jari Luo menari di atas pisau yang kini berada sejajarnya dengan dada Luo. Naraka yang melihat itu tampak bergidik ngeri.
"Njir! Bisa lo taruh sejenak itu pisau?" tanyanya, sembari menunjuk ke arah sebilah pisau yang Luo pegang.
"Kenapa?" Tanya Luo tanpa mengabaikan apa yan Naraka katakan kepadanya,
"Ngeri. Nyilu gue" jawab Naraka sambil bergidik ngeri. Meskipun Naraka bukan seseorang yang tak terbiasa dengan benda tajam, tapi melihat sahabatnya bermain dengan sebilah pisau membuat tubuhnya nyilu hingga ke tulang-tulang nya.
"Lebay" sahut Aheng yang kini menghampiri mereka dengan membawa tiga gelas wine di tangannya.
"Nggak gitu juga Bro! Dari tadi Luo cuma usap-usap itu pisau! Bagaimana kalau dia nanti malah bunuh diri di depan kita? Mencoba koma seperti kekasihnya?" Omel Naraka yang kini mendapat lirikan tajam dari Luo, sahabatnya.
Naraka yang sadar akan hal itu. Segera mengacungkan dua jari untuk meminta perdamaian dari sang pimpinan. Luo hanya menatap tanpa menggubris candaan yang menurutnya sensitif. Aheng yang menangkap sinyal-sinyal kemurkaan Luo mencoba mencairkan suasana.
"Hei Neraka!!! Kembali ke alam mu! Jangan buat ribut!" maki Aheng ke pada sahabatnya.
"Nama gue bagus Njir! Arkana Naraka. Kenapa juga lo panggil gue Neraka? Lo kira gue tukang jaga pintu alam baka? Orang tua gue udah sembelih dua kambing buat nama indah gue Aheng!!!" kata Naraka tak terima,
"Lah—, kan nama lo emang Ne-ra-ka" kata Aheng sembari menekankan nama sahabat nya. Membuat Naraka Sensi dengan ulah sahabatnya yang usil.
"Na-ra-ka! Tu kuping ya!" tandas Naraka membuat Aheng semakin mencibirnya.
"Lah—, nama gue juga Renjana Chandra Kanta. Kenapa lo panggil gue Aheng?"
Naraka meraup wajahnya frustasi. Bagaimana dia bisa memiliki sahabat se-bodoh Aheng.
"Astaga! Lo sendiri yang minta di panggil begitu kan Kecipir! Jangan panggil gue Renjana, nanti seperti perempuan. Jangan panggil Chandra, nanti pasaran. Trus jangan panggil Kanta, soalnya kayak artis Jepang. Panggil gue Aheng, biar beda!" jelas Naraka menirukan gaya bicara Aheng begitu mereka berdua berkenalan untuk pertama kalinya.
"Oh-, masih ingat lo! so sweet. Aheng suka!" kata Aheng dengan bergaya centil membuat Naraka menjauh dari tempat duduknya.
"Jijik!" tolak Naraka semakin bergeser menjauh dari tempat duduknya.
"Tapi sayang kan? Gak ada gue. Dijamin rindu setengah mati"tandas Aheng penuh percaya diri
"Najis!"maki Naraka,
"Ah—, Neraka!" Aheng semakin menjadi. Membuat Naraka geram dengan tingkahnya.
"Heng-, please! Gue siram juga tu mulut pakai Solar"ancam Aheng, bukannya berhenti bertingkah aneh di depan sahabatnya. Aheng semakin menjadi,
"So sweet"
"Wueks! Najis tralala gue. Siapa kira cowok macem lo laku sama cewek-cewek. Katarak mata mereka bilang lo ganteng!" maki Neraka membuat Aheng tertawa,
"Sulit jadi orang ganteng. Banyak yang iri. Apalagi kalau udah penjaga alam baka yang iri. Behh—,bisa baper" ledek Aheng membuat Naraka dan Luo menatapnya sinis. Luo mengambil segelas wine yang Aheng bawa. Menegaknya dalam sekali teguk.
"Lo. Sehat?" Tanya Naraka melihat Luo yang kini tanpa ekspresi menghabiskan segelas wine di tangannya. Sejujurnya Aheng dan Luo khawatir dengan kondisi Luo. Hanya saja, mereka tidak ingin menampakkan hal itu di hadapan sahabatnya.
"Apa?" Tanya Luo dengan wajah yang dingin. Tanpa ekspresi. Seperti biasa. Luo kulkas berjalan. Hanya Rei yang bisa membuat Luo tersenyum. Meskipun itu hanya sekilas.
"Bagaimana kalau kita panggil Miracle dan teman-temannya. Mungkin lo bisa terhibur?" Usul Naraka membuat Luo pergi dari tempat duduknya dan menghadap jendela.
Naraka mengangkat kedua bahunya. Kemudian berbalik arah. Melambaikan tangannya ke arah empat wanita yang berpakaian mini dan terbuka. Membuat mata-mata pria yang berpapasan dengan mereka, meneguk ludah. Bahkan, tak jarang mereka secara terang-terangan menggoda wanita yang mereka sebut Mirachel atau Rachel itu.
"Hai.. Kalian sombong banget sih! lama banget gak ke sini?" tanya Rachel basa-basi.
"Lama? Gue kira hanya dua hari doang kita gak ke sini. Lo aja yang terlalu sibuk sama para bucin lo yang ada di sana." sindir Aheng membuat Rachel memutar bola matanya malas.
"Ih! lo selalu aja to the point. Kenapa gak ngerti banget kalo gue lagi basa-basi, sama lo semua!" kata Rachel merajuk, Rachel mengalihkan pandangannya ke pada Luo. Kemudian dia menghampiri Luo yang tengah menatap lampu kota yang mulai gemerlap dari jendela.
"Hai Luo... Kangen banget lihat kamu di sini!" sapa Rachel, yang hanya mendapat lirikan mata tajam Luo.
"Pergi" usir Luo, Luo tidak mengabaikan kehadiran Rachel dan hal itu sangat mengusik harga diri Rachel. Rachel yang mendapat perlakuan tidak nyaman dari Luo pantang menyerah, dia malah merapatkan tubuhnya ke Luo. Membuat Luo menatap ke arahnya,
"Kenapa kamu sedingin ini? Apakah kamu tidak menyukai ku?" tanya Rachel membuat Luo mendorong tubuh Rachel agar tidak mendekatinya. Luo tau ini jahat. Tapi kelakuan Rachel membuat Luo jijik.
"Kamu tau ini apa?" tanya Luo sembari mengeluarkan sebilah pisau yang dari tadi dia pegang di tangannya,"aku bisa membunuh mu jika aku mau. Pergi! bawa teman-teman mu sekalian. Aku muak dengan kalian" lanjut Luo membuat Rachel terdiam. Rachel menatap Luo tak percaya, dia segera bergegas pergi demi nyawa-nya.
Naraka dan Aheng hanya bisa menatap miiris ke arah Rachel yang lari terbirit-birit. Tidak ada rasa percaya diri dan kencentilan yang dia tunjukkan seperti awal dia datang.
"Ckckck... Kasihan. Gue rasa, lo udah bikin dia kena mental" kata Aheng. Membuat Luo menatapnya sekilas,
"Lo kenapa sih Luo? Aneh banget lo akhir-akhir ini?" Tanya Naraka yang menghampiri Luo.
"Menurut kalian? Apa mungkin seseorang masuk ke dalam raga orang lain?" Tanya Luo tiba-tiba keyika Aheng mendekat ke arahnya.
"Lo bercanda? Ini udah tahun berapa? Jangan banyak jokes!" cibir Aheng
"Gue serius" tandas Luo membuat Aheng menghela nafas.
"Gue juga. Lagian, lo habis nonton film apa sih? Kenapa seserius itu?" Aheng mengernyitkan dahinya, penasaran dengan apa yang Luo katakan selanjutnya. Luo yang merasa dirinya dijadikan bahan candaan oleh Aheng, memilih untuk diam, tidak melanjutkan pertannyaan yang berada di dalam benaknya dan mencerna rasa penasarannya seorang diri.
"Lupakan!" sahut Luo membuat Aheng tak enak hati.
"Hei! Lo serius banget. Memangnya ada kejadian apa yang bikin lo ngerasain hal itu?" hibur Aheng,
"Lupakan. Gue mau pulang" Luo berbalik dan meninggalkan Aheng dan Naraka yang mematung di tempatnya.
"Lah-, gue salah ngomong ya?" tanya Aheng kepada dirinya sendiri, Naraka yang berada di depannya segera menghampiri Aheng dan memukul kepala sahabatnya itu.
"Njir! sakit!" protes Aheng,
"Kalo udah tau sakit. Kenapa mulut lo nyerocos mulu? Heran gue sama lo. Udah tau Luo lagi sensi. Ada-ada aja akal lo, buat dia marah" omel Naraka membuat Aheng cemberut. Bukannya mengasihani dirinya. Naraka malah memberikan pencerahan batin ke pada Aheng.