webnovel

04. Melarikan Diri

"Siapa itu?" Yena berjalan ke arah jendela dan menyingkapkan tirai.

Seekor burung gagak terbang di depan jendela. Ia tampak terkejut saat melihat Yena.

"Eh? Bukan Lucifer? Siapa ular betina ini?" Gagak itu bergumam heran sembari terbang pergi.

"Kwaakk kwakk."

"He-hei! Siapa yang kau bilang ular betina hah?!" Yena berdecak. Apa dirinya terlihat seperti ular betina? Sungguh!

"Tapi ... apa tadi dia bilang kalau Arion sudah pergi?" Yena mengerutkan alisnya.

"Ini kesempatan bagus! Tapi aku tidak tau ke mana perginya Lucifer. Bagaimana kalau dia menemukanku lagi?" Yena berpikir sejenak.

"Masa bodo, belum tentu ada kesempatan lagi!" Yena sudah memutuskan. Gadis itu buru-buru turun ke bawah.

Mumpung Lucifer belum kembali ia harus segera pergi.

Yena melihat keadaan di luar sangat sepi. Bangunan di sekitar tampak tua dan tidak berpenghuni. Sejauh mata memandang hanya ada kesunyian.

Yena merasa merinding. Ini seperti bukan di dunia manusia.

"Menakutkan! Apa ini kota mati?" Gadis itu melangkah cepat, menyusuri jalanan yang lenggang nan dingin. Ia tidak berhenti menengok setiap beberapa detik sekali, takut bertemu Lucifer.

"Kenapa dingin sekali, eh ...?" Yena menghentikan langkahnya ketika netranya menangkap benda berwarna merah yang tidak asing tergeletak di aspal.

"Tasku!" Ia bergegas mengambilnya.

"Terimakasih Tuhan!" Yena lega melihat isi tasnya masih lengkap, termasuk ponselnya. Untuk sesaat dia merasa dirinya akan selamat. Namun, melihat bahwa ponselnya tidak memiliki jaringan ekspresi wajahnya kembali menjadi jelek.

"Memang kota mati. Bahkan tidak ada satu pun signal di sini, ck!" decaknya.

Gadis itu kembali berjalan lebih cepat, bahkan setengah berlari sembari mengangkat ponselnya tinggi-tinggi untuk menangkap signal.

"Ayolah! Kenapa tidak ada satu pun!" Yena mulai kesal bercampur panik. Setiap satu langkah bertambah pula rasa takutnya. Semakin berlari ia hanya merasa Lucifer semakin dekat.

"Nona, apa yang sedang kamu lakukan? Di sekitar sini memang sulit mendapatkan jaringan."

"Aku tau! Mungkin jika aku memanjat gedung aku akan dapat beberapa, benar 'kan-- eh?" Yena tertegun. Ia menengok dan mendapati seorang pria berbadan tambun yang sedang memperbaiki mesin mobilnya.

"Oh ...?" Yena melihat ke sekeliling. Dia masih berada di wilayah sepi. Namun, sekarang atmosfernya tidak terasa dingin lagi.

Ekspresi gadis itu berubah menjadi girang. "Aku selamat! Pak, tolong bantu aku! Bawa aku pergi dari sini, cepat--"

"Wow wow Nona, tenangkan dirimu ...." Pria yang tampaknya supir taksi itu terlihat terkejut dengan reaksi Yena.

"Pak, aku akan memberitahumu nanti. Sekarang aku mohon tolong bawa aku pergi dari sini!" Yena berkata dengan raut wajah panik.

"Nona, tenangkan dulu dirimu. Aku sedang mengantar penumpang, mobilku juga sedang mogok. Katakan dulu padaku apa yang terjadi?" Pria itu mengambil botol air dan memberikannya pada Yena.

Yena tak lantas meminumnya. Ia terus menebar pandangan. Entah kenapa bulu kuduknya tiba-tiba merinding. Dia merasa Lucifer berada di sekitar sini.

"Nona, terjadi sesuatu? Apa ada orang jahat yang sedang mengejarmu?" Sopir taksi itu bertanya khawatir.

"Ya! Aku diculik. Aku takut dia akan segera menyusul. Tolong aku Pak ...." Wajah Yena mulai memucat. Lucifer benar-benar sudah mendekat.

Melihat kondisi Yena yang berantakan dan cemas sopir taksi itu merasa ia tidak berbohong.

"Kalau begitu cepat masuklah. Aku hampir memperbaikinya. Cepat!" titahnya.

"Terimakasih Pak. Terimakasih!" Yena sangat bersyukur. Ia buru-buru masuk ke dalam mobil.

"Akhirnya aku selamat ...." Gadis itu menarik napas panjang. Namun, beberapa detik kemudian ekspresinya menjadi janggal. Ia merasakan hawa dingin berhembus dari belakang, menembus kursi dan membekukan punggungnya.

Yena memutar kepalanya, hanya untuk melihat sosok dingin yang tidak asing duduk bersandar dengan sebuah buku di tangannya.

Wajah gadis itu seketika menjadi pucat pasi seolah seluruh pembuluh darah di wajahnya telah menghilang.

Pria itu mendongak, membuat sepasang mata merah terangnya yang bersembunyi di balik topi hitam terlihat jelas.

"Lu--cifer ...."

"Oh Tuan, apa tidak apa-apa kita mengantar nona ini dulu? Setidaknya sampai kantor polisi, kasihan dia." Sopir taksi itu berkata sembari membuka pintu mobil, hendak masuk namun Yena segera mendorongnya keluar bersama dengan dirinya.

"Pergi! Pak, dia orangnya!"

"Nona, he-- apa maksudmu?"

"Dia yang menculikku! Cepat! Ki-kita harus lari--"

"Tenang, Nona! Aku akan melindungimu. Tuan, bisa kau jelaskan apa ini? Apa kau telah menculik gadis ini? Tolong keluar!" Sopir taksi itu mengeluarkan pisau dan menghunuskannya waspada.

Yena berlindung di belakang tubuh tambunnya.

"Hati-hati, dia bukan ... manusia ...."

Krek

Lucifer keluar dari mobil.

Yena semakin memerungkut.

"Kalau kau tidak ingin pria ini mati, kemarilah," ujar Lucifer dengan nada dingin dan mengancam.

"Astaga! Kenapa anak muda sekarang banyak yang bajingan? Nona, kamu jangan takut. Kau--"

"Kembali, atau mati," tekan Lucifer. Auranya yang dingin mulai menekan.

Yena menggigil.

"N-nak, kamu jangan berlagak. Mundur dan kembalilah ke dalam mobil. Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu!" seru sang supir seraya perlahan maju dengan pisaunya.

"Tunggu ..., Pak."

Lucifer tidak bergerak seinci pun.

"Baiklah. Maka pria ini mati karena dirimu ...." Lucifer mengangkat tangannya.

"Tidak!" Yena berteriak.

"Ba-baik. Aku kembali. Tolong ... lepaskan dia." Yena menyerah. Naif sekali jika dia berharap pria ini bisa mengalahkan Lucifer.

"Aku kembali. Tolong biarkan dia pergi ...." Yena keluar dan menghampiri Lucifer.

"Nona, apa yang kamu lakukan? Kembali!" Sopir taksi itu menarik tangan Yena.

"Tidak. Terimakasih sudah membantuku, Pak. Anda harus segera pergi. Tolong pergilah!" Yena meremas kepalan tangannya dan berjalan ke sisi Lucifer. Pada akhirnya pria ini kembali menangkapnya.

"Lain kali, aku tidak akan bertanya lagi. Semua orang yang bertemu denganmu setelah ini, akan kuhabisi," bisik Lucifer, keji.

Yena meringis. Lucifer menggenggam pergelangan tangannya erat hingga rasanya mau patah dan menyeretnya pergi.

"Tungg! Lepaskan gadis itu atau aku akan menelpon polisi!" gertak sang sopir taksi.

Lucifer tak mengindahkannya.

"Sial! Sok jagoan sekali anak ini! Berani menculik orang di siang bolong!" Pria itu kembali menghunuskan belatinya dan menerjang ke arah Lucifer.

"Orang brengsek sepertimu polisi juga tidak akan menyalahkanku!"

"Tidak, Pak!" Yena menjerit.

Sudah terlambat. Belati itu melayang ke punggung Lucifer. Lucifer berkelit tanpa berbalik, menangkap tangan pria itu dan mematahkannya hanya dengan sebuah tekanan.

"ARGGHH!!!"

"Berani sekali kau!"

Grep

Lucifer mencengkram leher pria itu dan mengangkat tubuh gempalnya seolah hanya mengangkat sekarung kapas.

"Tidak! Tolong lepaskan dia! Jangan bunuh!" Yena terhuyung ke bawah dan memohon di kaki Lucifer.

Kaki pria itu menggantung dan meronta di hadapannya.

"U-ukhh."

Tubuh Yena melemas.

"Aku mohon. Lepaskan dia ... di-da akan mati ...."

"Hump! Serangga!"

Brukk

Lucifer menjatuhkan tubuh gempal yang hampir sekarat itu.

"Paak ...." Yena hendak menolongnya namun Lucifer menarik tangannya dan menyeretnya pergi, kembali ke sarang.

...

Patss

Lucifer mencampakkan Yena begitu mereka sampai.

Gadis itu tersungkur ke lantai.

"Tidakkah kau tidak tahu diri?"