Ruang Kontrol Sistem Migrasi
Lucelence Art Technology
25 Maret 2058
10.23 AM CEST
DEP!
Lampu ruangan dimatikan, menjadikan cahaya violet Mikrov sebagai satu-satunya penerangan di ruangan serba hitam tempat Svard berada saat ini. Pria itu mendekat perlahan seiring kedua iris matanya yang berpendar perak. Gelembung-gelembung tiga dimensi timbul dari tengah mikrov.
[Status Kunjungan Terakhir]
(Waktu: Selasa, 18 Februari 2058)
(Lokasi: Bilbao, Spanyol, 1768 M)
(Durasi: 19 jam, 23 menit, 12 detik)
Svard menghela sejenak, tujuannya melakukan perjalanan lintas waktu melalui LUBEL ke Bilbao abad ke-18 masih sama dengan tujuannya menjelajahi LUBEL kali ini: mencari gadis dalam lukisan itu. Namun, sebelum melangkahkan kakinya lebih jauh ke dunia virtual itu, Svard memilih memeriksa perkembangan kemunculan gadis itu terlebih dahulu.
"Klara Ekberg."
DRLING!
Gumpalan cahaya violet mikrov bergerak berputar, menggulung ke dalam seraya menampilkan daftar profil avatar wanita dengan nama yang baru saja Svard sebutkan: Klara Ekberg, wanita dalam lukisan, wanita yang dicari Svard bertahun-tahun.
"Klara Ekberg dari Dinasti Yaimore tidak ditemukan." Sistem AI LUBEL memberikan informasi finalnya setelah memindai basis data selama lebih dari lima menit. Ah, sudah lama menunggu, hasilnya masih saja nihil.
Svard menghela nafasnya berat, "Dimana kau berada sebenarnya, Klara?" gumamnya pelan nyaris tak terdengar. Svard sudah nyaris menyerah untuk menemukan Klara, meski di sisi lain ia tetap percaya bahwa gadis itu masih ada, atau akan datang suatu saat nanti.
"Perlihatkan aku Festival Yaimore," titah Svard pada sistem AI di depannya. Tak perlu lama untuk mikrov memperlihatkan apa yang diperintahkan Svard.
Dari tempatnya berdiri, Svard dapat melihat lampu berwarna-warni, iring-iringan seni teater, dan pemusik di sebuah kota malam hari. Jalanan paving disana sungguh ramai dipadati pejalan kaki. Kebanyakan mereka tidak sendiri, minimal berdua atau berpasangan. Suasananya penuh suka cita, dan Svard masih bisa merasakan kehangatan festival tahunan itu sampai sekarang.
Ya, setidaknya dulu ia tidak pernah sekalipun absen dari acara besar Dinasti Yaimore, tempat tinggalnya. Bukan sekedar sebagai pengunjung, tetapi Svard adalah orang dibalik terciptanya festival itu sendiri.
Lalu hari ini, setelah puluhan tahun lamanya, Svard harus kembali ke kota yang meninggalkan banyak duka dan kenangan pahit untuknya. Apa boleh buat? Semua harus ia lakukan untuk menemukan Klara dan mengakhiri hidupnya.
"Yah, semoga kau sungguh ada disana dan mengenaliku, Klara." Svard berharap sekali lagi, seraya gestur matanya mengaktivasi sistem transmigrasi metaverse.
DRLING!
[Sistem Penjelajahan LUBEL Metaverse]
(Nama pengenal: Calle Svard)
(Usia: 421 tahun)
(Lokasi dan waktu asal: Gothenberg, Swedia; 25 Maret 2058; 10.35 AM CEST)
(Lokasi tujuan: Gevlesta, Dinasti Yaimore; 11 Januari 1678 M)
DRLING!
[Fitur Pengenalan Avatar Calle Svard Teraktivasi]
DRLING!
[Fitur Pelacakan Lokasi Calle Svard Teraktivasi]
DRLING!
[Fitur Atraksi Visual Teraktivasi untuk Klara Ekberg]
****
Herse Linden Art College
Gothenberg, Swedia
25 Maret 2058
02.30 PM CEST
Andrea menggulung lengan kemejanya, mencegah pakainnya terkena cat minyak di atas palet yang sedari tadi menjadi pusat kerjanya. Ia lantas kembali berfokus, mencampurkan dua warna cat dengan masing-masing rasio yang tidak terlalu terukur jumlahnya. Andrea menggunakan intuisi dan penglihatan istimewanya untuk mewarnai sketsa lukisan yang telah jadi jauh-jauh hari: sketsa yang dibuatnya tengah malam di apartemen, sketsa yang disebut Hellen sebagai skenario pembunuhan.
Salah jika mengatakan Andrea akan takut dengan skenario pembunuhan wanita yang belakangan terlintas di benaknya tanpa permisi. Sebaliknya, penampakan mengerikan itu diubahnya menjadi sebuah karya yang bernilai ribuan dolar nantinya.
Dosennya yang baik hati bertanya padanya kemarin, apakah Andrea sudah membuat karya surealisme lagi, karena ia ingin mendaftarkannya dalam sebuah acara lelang seni lukis internasional. Andrea jelas antusias, langsung memperlihatkan sketsanya pada dosen itu. Melalui beberapa kesepakatan bagi kerja dan bagi hasil, Andrea akhirnya setuju untuk melukis sketsa itu sampai selesai dan terpajang di galeri lelang nantinya.
"Apa perbedaan yang kau lihat dari kedua warna itu?"
Faje, sang dosen tiba-tiba sudah ada di belakang Andrea dan bertanya, membuat mahasiswinya terkejut karena sedang fokus penuh sedari tadi.
"Ehm..." Andrea menilik kembali cat minyak yang sama-sama berwarna merah di atas palet. Sekilas, di mata orang biasa kedua warna itu tidak ada bedanya sama sekali: kecerahan dan kekentalannya sama persis. Namun, penglihatan Andrea yang berbeda sebagai seorang tetrakromat mampu melihat perbedaan diantara kedua warna itu dengan jelas.
"Merah yang di kanan lebih terang. Komposisi warna dasar kuning ada disana, membuatnya lebih cerah dan tepat digunakan untuk memberi warna darah yang baru saja keluar dari pembuluh darah yang pecah," jelas Andrea, menunjuk titik lukis yang dimaksudnya: bagian bawah leher wanita, serabut pembuluh darah, tetesan darah segar yang jatuh ke bawah.
Faje mengangguk-ngangguk, kagum sekaligus bangga pada kemampuan anak didiknya. "Lalu? Bagaimana dengan yang di kiri?"
"Yang di kiri sebaliknya, kesannya lebih gelap, dan memiliki komposisi warna hitam dan coklat tua lebih besar dibanding yang kanan. Aku menggunakannya untuk mewarnai darah yang hampir mengering disini." Andrea menunjuk bagian lukisan di bibir kanvas bawah.
"Wow, menarik sekali, Andrea. Aku penasaran, seindah apa dunia ini di matamu? Hidupmu sepertinya sangat berwarna, bukan?" Faje kembali ke kursi kerjanya kemudian, melanjutkan beberapa pekerjaan melukis yang juga belum selesai.
Andrea tersenyum miring, pun miris. "Aku berharap demikian, Profesor," responnya sekenanya. Enggan menceritakan masalah pribadi lebih lanjut meskipun Faje cukup dekat dengannya, pun dengan selisih umur yang tidak terlalu jauh.
"Apa rencanamu tahun depan, Andrea?"
"Entahlah, Profesor. Selama aku melukis, aku akan senang saja menjalaninya."
"Tapi kebutuhanmu semakin besar, bukan? Menjadi pelukis lepas kurasa tidak akan cukup, setidaknya itu berdasarkan pengalaman hidupku yang lebih tua darimu."
Andrea mengangguk-ngangguk, "Benar juga."
"Apa kau tertarik menjadi pengajar di kampus ini? Aku bisa saja merekomendasikanmu karena kau sangat berbakat," ujar Faje tiba-tiba, membuat Andrea membulatkan mata antusias, "Yang benar, Profesor? Apa aku sungguh bisa menjadi dosen seni rupa disini?"
"Tentu saja, asalkan kau bisa mengajar. Aku akan memberimu waktu satu tahun untuk mempersiapkan seleksinya jika kau memang berminat, Andrea."
"Apa saja yang perlu kusiapkan, Profesor?"
"Banyak, tapi yang terpenting adalah tentang komitmen dan idealismemu sebagai seorang pelukis. Kau harus fokus menjaga esensi terdalam dari seni itu sendiri. Kau harus menjadi seorang konservatif di tengah perkembangan teknologi yang pesat abad ini. Apa kau sanggup?"