Malam itu, Mirah keluar rumah dengan ekspresi wajah yang sangat kesal. Ia melangkah dengan cepat dan gusar menuju kearah tanah lapang yang kosong jauh didepan sana. Teganya Yasir menolak ajakan dia dan menghempaskannya begitu saja layaknya kotoran. Ia merasa sangat sakit hati. Bagaimana mungkin laki-laki itu membuangnya. Mirah adalah gadis yang sangat cantik dan rupawan. Namun sekarang wajah cantik itu memerah dan berubah menjadi hitam semuanya. Badan eloknya berubah menjadi sosok yang tinggi dan menyeramkan. Ototnya keluar dimana-mana layaknya monster. Sorot matanya yang indah berubah menjadi merah menyala.
"Bagaimana pertunjukannya? Kau gagal menggoda dia?" Kawan-kawannya datang menghampirinya. Jin yang menjelma menjadi sosok Mirah itu diam saja dan masih dengan amarahnya. Beberapa jin itu spontan menertawainya melihat kekalahan kawannya itu. "Jadi sekarang sosok Mirah yang seksi ini sudah kalah ya?" Ejek mereka.
"Sungguh hebat anak adam yang satu ini. Hampir saya aku mendapatkannya." Tatap Mirah kesal kearah gubuk dari kejauhan. Salah satu kawannya merangkul bahunya dan berkata, "Dia pasti akan jatuh juga ke jebakan kita. Cepat atau lambat. Sekarang tugas kita adalah memberinya waktu dan ruang sejenak saja dan membiarkan iman nya menggebu-nggebu. Lalu ketika iman nya lemah, kita serang dia."
Hari Pertama:
Paginya, didalam gubuk itu Yasir masih dalam kondisi yang sangat lemah. Ia sama sekali tidak bisa bangun dari tempatnya. Sekujur badannya terasa nyeri dan sakit. Keluarga kecil itu sama sekali tidak kembali sejak semalam. Entah kemana mereka. Menghilang tanpa jejak. Terlebih lagi tentang Mirah. Seketika ia merasa kesal padanya. Beraninya dia hendak mengajaknya berzina. Untuk saja ia tidak terjerumus dalam lumbung dosa itu. Semenit kemudian, perutnya berbunyi pertanda bahwa ia membutuhkan makan. Di meja kecil tidak jauh darinya, hanya ada beberapa buah dan air putih di teko saja. Dalam kondisi seperti ini, ia harus menghematnya untuk beberapa hari kedepan sampai luka-lukanya mengering. Ia meraih buah itu dan memakannya beberapa gigitan.
Sambil menikmati sarapannya, ia mencoba memutar kembali ingatannya pada malam itu. Di malam saat teman-temannya mengeroyokinya dan menebaskan pedang-pedang mereka kearahnya. Mereka sungguh berniat untuk membunuhnya. Setiap inci badannya masih mengingat dengan jelas tusukan demi sayatan di malam berdarah itu. Dirasakannya nyeri lagi pada beberapa bagian ditubuhnya. Mereka menghentikan serangannya dan memandang kearahnya yang tengah terkapar tak berdaya. Yasir melihat samar-samar darahnya yang mengalir di pedang mereka. Sungguh miris untuk mengingatnya kembali. Ia memejamkan kedua matanya rapat-rapat dan mengalihkan konsentrasinya. Ia mulai membayangkan tentang Midan dan Medi, teman-teman lainnya. Apa kabarnya mereka? Apa yang mereka lakukan detik ini? Apakah mereka baik-baik saja? Bagaimana pertempurannya? Apakah mereka menang? Apakah mereka baik-baik saja?
Tak lama kemudian, ia jatuh tertidur lagi. Didalam tidurnya, ia bermimpi tentang Medi dan Midan. Ia merasa bahwa ia sedang duduk di dalam tenda dan si kembar duduk bercengkrama dengannya. "Bagaimana awalnya paman belajar menggunakan pedang?" Tanyanya. "Sewaktu aku masih kecil, ayahku yang mengajariku. Waktu itu kami masih memiliki sapi. Setiap kali ayahku menggembala sapi diladang, aku selalu ikut dengannya. Dulu aku selalu membawa tongkat kayu untuk mengarahkan sapi-sapi itu. Sambil menunggu waktu matahari terbenam, ayahku mengajariku menggunakan kayu itu layaknya pedang. Ia mengajariku mengayunkannya dan menyerang musuh." Yasir tersenyum tipis mengingatnya. Lalu ia melanjutkan ceritanya lagi.
"Ayah selalu berkata bahwa ketika bertemu musuh, jangan sekali-kalinya untuk mundur ataupun lari. Itu sangat terlarang bagi kita, kaum laki-laki. Kita akan menang ataupun mati secara terpuji. Itulah kodrat laki-laki, sebagai pelindung. Kekuatan kita digunakan untuk melindungi, bukan menindas. Pelindung bagi orang-orang yang lemah. Bukan hanya orang muslim saja yang wajib kita lindungi, tetapi juga orang non-muslim yang tergolong sebagai masyarakat sipil. Mereka tidak tahu menahu tentang perang. Mereka sama sekali tidak tahu bagaimana cara berperang. Maka kita juga wajib melindungi mereka kalau mereka ada di wilayah peperangan selama mereka tidak menghina agama kita. Jihad bukanlah aksi membantai orang-orang non muslim. Bukan itu makna dari jihad. Inilah yang banyak disalahpahami oleh orang muslim. Kita bukanlah algojo, tetapi kita adalah mujahid islam."
Medi dan Midan menyimak cerita itu tanpa berkedip. Makna pesan itu sangat dalam sampai membuat bulu kuduk mereka berdiri. Mereka terdiam dan saling menikmati kobaran api semangat didalam dada masing-masing. Aroma surga seakan-akan sudah ada didepan mata. Sangat dekat sekali. Beberapa detik setelahnya, terdengar salah satu kawan mereka mengumandangkan adzan untuk sholat dhuhur.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
Allah maha besar, sungguhlah hanya ia yang dapat membolak-balikkan hati siapapun. Hanya orang-orang terpilih yang Allah panggil untuk berjihad dijalan-Nya yang mulia. Jika tidak, maka mereka tidak akan mau bersusah payah mengorbankan jiwa dan harta untuk mati konyol dibunuh oleh musuh. Allah sudah menyiapkan hamba-hambanya yang siap secara jiwa dan raga untuk berdiri dibarisan paling depan dan membela agamanya diatas muka bumi.
Asyhadu allaa illaaha illallaah
Hanya Allah satu-satunya untukku. Hanya kepada-Nya aku menggantungkan hidupku. Tak layak aku berharap pada yang lainnya karena tidak ada kekuatan yang lebih dasyat daripada-Nya. Maka aku tidak akan bersedih hati atapun patah harapan karena yang aku miliki (Allah) sudah meliputi segalanya. Allah akan membantu hamba-hambanya yang lemah.
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah
Ya Allah, Ya Nabi. Saksikanlah kami, jiwa-jiwa tangguh disini mengharapkan pertolonganmu dan berharap pahala shahid. Sungguh kami mengangkat pedang-pedang kami untuk agama-Mu dan nabi-Mu. Inilah bentuk cinta kami ketika nabi tercinta dihina.
Hayya 'alashshalaah
Iya, kami menyambut panggilanmu dengan sepenuh hati dan rasa cinta yang meluap-luap. Terimakasih, ya Allah. Engkau telah memberi kenikmatan disetiap sujud kami. Ketika tidak ada yang sudi mendengarkan, hanya langit dan bumi yang selalu menjadi pendengar setia tentang apa yang berbisik didalam hati.
Hayya 'alalfalaah
Iya, kami akan meraih kemenangan itu. Dan jangan biarkan kami menjadi hamba-hamba yang lupa akan nikmatmu karena sesungguhnya kemenangan itu hanyalah untuk-Mu. Kami hanyalah palayanmu. Kami tidak pantas untuk sombong dan berbangga diri. Hanya engkaulah yang pantas memakai jubah kesombongan. Tetapi engkau tidak pernah memakai jubah itu karena hanya setanlah yang pantas berkendara diatas jubah kesombongan. Maka jika ada salah satu kami yang memakai jubah itu, pastilah kami salah satu dari pengikut setan dan iblis. Ya Allah, selamatkanlah kami dari sifat-sifat terkutuk itu.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
Allah maha besar, sungguhlah hanya ia yang dapat membolak-balikkan hati siapapun. Hanya orang-orang terpilih yang Allah panggil untuk berjihad dijalannya yang mulia. Jika tidak, maka mereka tidak akan mau bersusah payah mengorbankan jiwa dan harta untuk mati konyol dibunuh musuh. Allah sudah menyiapkan hamba-hambanya yang siap secara jiwa dan raga untuk berdiri dibarisan paling depan dan membela agamanya diatas muka bumi.
Laa ilaaha illallaah
Hanya Allah satu-satunya untukku. Hanya kepada-Nya aku menggantungkan hidupku. Tak layak aku berharap pada yang lainnya karena tidak ada kekuatan yang lebih dasyat daripada-Nya. Maka aku tidak akan bersedih hati atapun patah harapan karena yang aku miliki (Allah) sudah meliputi segalanya. Allah akan membantu hamba-hambanya yang lemah.
Seusai menjawab lafadz adzan, Yasir menepuk paha Medi dan Midan untuk segera mengambil wudhu. Mereka pun mengikuti Yasir keluar dari tenda. Seusai mereka mengambil wudhu, Medi menghentikan langkah Yasir dan berkata, "Jadi nanti paman sholatnya duduk ya?" Alis laki-laki itu berkerut, ia tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Medi. Ia terdiam sambil berpikir. Kemudian, Midan melanjutkan. "Iya. Paman sholatnya duduk saja. Nanti saya bantu. Paman kan sedang terluka parah. Luka-luka paman juga belum mengering."
Seketika itu Yasir sadar bahwa ini hanyalah mimpi. Ia bangun dari tidurnya dan hal yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit kamarnya. Terdengar sayup-sayup suara ibunya dari luar kamar. "Yasir, ayo bangun, nak. Bukankah kau harus mengantar barang pesanan ke pelanggan sore ini. Kau juga belum membersihkan mobilmu." Yasir beranjak dari kasurnya dan mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. Ternyata itu semua hanyalah mimpi. Ia melihat keseluruh badannya dan tidak ada luka ataupun darah disana. Ia membuka lemarinya dan pedangnya masih tersimpan rapi disana.
Ia melangkah keluar kamar dan bertanya pada ibunya. "Tanggal berapa hari ini, bu?"
"Tanggal 7", jawab ibunya. Panggilan khalifah untuk jihad adalah tanggal 10. Masih ada dua hari lagi untuk berangkat ke medan perang. Ia keluar dan mengambil selang untuk mencuci mobilnya. Air ini terasa sangat nyata. Ini bukanlah mimpi. Ia tersenyum dan kembali mengarahkan air itu ke mobil hitamnya. Ibunya berjalan melewatinya dan berkata, "Nanti ketika kau pulang dari peperangan, ibu akan membuatkan pesta yang meriah untuk pernikahanmu. Dan ibu harap kau akan pulang dengan selamat." Ibunya tersenyum sambil mengelus punggung Yasir. Yasir tersenyum bahagia dan berkata, "Jangan khawatir, bu. Insyaallah Yasir akan baik-baik saja disana. Yasir akan pulang dengan utuh." Ia terkekeh pelan.
Ibunya hanya tersenyum miris dan berkata, "Selamat bagaimana? Utuh bagaimana maksudmu? Sekarang saja kau terluka parah. Apakah itu yang kau maksudkan akan pulang dengan selamat? Bahkan kau semalam nyaris saja kehilangan nyawa. Mana janjimu pada ibu?"