webnovel

Serigala Biasa?

"Oh, Tuan Pahlawan Keadilan telah datang!"

"Hei, hei, apakah Tuan Pahlawan Keadilan benar-benar datang?"

"Itu benar-benar dia!"

"Itu pasti party- nya."

"Eh, bukankah Tuan Pahlawan Keadilan tampan juga?"

Rasanya aku mendadak pusing dan mual begitu dipindahkan. Ini bukan lebay! Transportasi yang dilakukan dewi tidak seperti kendaraan umum yang ada kemungkinan penumpang mengalami mabuk kendaraan. Aku merasakan ini karena ....

Ini ramai!

Aku tidak pernah tahu bahwa dipesan akan langsung dihadirkan di tengah-tengah orang banyak. Apakah ini yang paling berbeda dari sekadar menyelesaikan tantangan?

Aku ... aku tidak kuat menjadi objek perhatian.

Uh, perutku terasa diaduk-aduk oleh sesuatu yang tak kasat mata.

Kakiku mulai lemas.

Bahkan pusing ini masih mendera.

Aku ... aku ....

Tiba-tiba aku merasa tanganku dicengkram kuat. "Halo semuanyaaa ... apa kalian semua yang memesan kami? Apa masalahnya? Tenang saja, kami bersama Pahlawan Keadilan bakal menyelesaikan permasalahan kalian. Iya, 'kan?" Aksi mendadak Nata membuat anggota tubuhku lainnya semakin panik.

Ditambah setelah dia memimpin pembicaraan, mengalih pandangan ke arahku sambil tersenyum manis ....

Jantungku tidak sehat.

Ini tidak bagus!

Aku bisa mati kalau begini.

"Terima kasih ... terima kasih banyak, Tuan Pahlawan Keadilan."

Jangan berterima kasih padaku! Kalian harus berterima kasih pada Nata karena dia yang mengatakannya. Namun, aku tidak punya kekuatan untuk sekadar mengatakan itu.

Aku hanya bisa tersenyum canggung. Canggung dengan situasi dan canggung karena ... tanganku masih digenggam Nata!

Bagaimana ini?

Ini ... ini tak boleh bukan?

Tapi entah mengapa aku bisa sedikit tenang, mungkin.

Baiklah. Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan, berusaha menguatkan diri sebelum angkat suara.

"Apakah kita bisa langsung membahas permasalahannya?"

***

Rapat diadakan di Balai Desa yang dipimpin oleh pak Romi–Kepala Desa ini. Aku harus mengumpulkan informasi terlebih dahulu untuk memenuhi permintaan mereka.

Ngomong-ngomong, nama desa ini adalah Desa Raja. Arti kata Raja di sini karena seluruh penduduknya adalah bangsawan dan desa ini masih termasuk wilayah kerajaan Megasilan. Karena desa ini khusus menampung para bangsawan, tentu saja para raja terdahulu berasal dari desa ini. Karena itu, meskipun mendengar nama desa membuatnya tak berkelas, desa ini tampak seperti kota yang maju dalam lingkup yang lebih kecil.

Bisa dilihat dari rumah-rumah yang tak terlalu besar, tetapi bertingkat-tingkat. Dari luar saja bisa diduga bukan kalangan biasa yang menempati bangunan tersebut. Rumah kecil, tetapi mewah berjajar rapi di samping jalan raya besar yang bersih.

Tumbuh-tumbuhan memang hanya segelintir yang bisa ditemui, tetapi desa ini dikelilingi hutan besar bagai pagar alami. Jadi mereka tidak akan merasa tandus.

Kami juga dipanggil di tengah jalan raya yang dipenuhi orang-orang. Karena itu jangan menyalahkanku tiba-tiba merasa pusing!

Hutan ini telah melindungi mereka dari generasi ke generasi. Hutan ini juga menjadi sumber daya alam utama bagi kerajaan. Ada banyak pekerja yang bertugas mengurus hutan ini. Namun, akhir-akhir ini ada masalah.

Banyak tanaman-tanaman yang dihancurkan para kawanan serigala. Serigala-serigala ini bukan berasal dari hutan ini, tetapi mereka bermigrasi dari hutan sebelah yang dinamakan hutan Banja. Hutan itu juga tak kalah subur bahkan saking subur, semua jenis binatang berkumpul di sana. Jadi, meskipun berdampingan, para binatang buas dari hutan sebelah harusnya tak mengganggu hutan ini.

Anehnya hanya kawanan serigala.

Puncaknya para kawanan serigala mulai memangsa para pekerja. Segala cara untuk melindungi diri sendiri telah dilakukan bahkan melalui bantuan kerajaan, tetapi tidak cukup. Serigala ini banyak dan bahkan mulai menyusup ke desa.

Ada beberapa petualang biasa yang mencoba melawan, tetapi itu tidak cukup. Jadi, mereka memutuskan untuk memanggil pahlawan. Tidak perlu khawatir membayar lebih besar karena mereka ini para bangsawan.

Begitu, ya aku sudah mendapatkan gambarannya.

Intinya kami harus mengusir atau mengalahkan serigala itu sampai berhenti mengganggu bukan? Atau bahkan kami perlu ke hutan seberang untuk mengecek? Pemikiran terakhirku ditepis oleh perkataan Kepala Desa.

"Tidak perlu membahayakan diri sejauh itu. Kami senang Tuan Pahlawan Keadilan menolong kami, tetapi sekiranya mungkin lebih baik membangun pelindung untuk desa dan hutan ini agar tidak dimasuki serigala-serigala itu."

Eh? Pelindung? Tunggu! Apakah itu ada di skill bawaan Justice Hero?

"Tentu saja ada, tetapi ini bukan jenis pelindung yang cocok. Ini lebih cocok digunakan individu. Lebih baik meminta Lola menggunakan sihir pelindung."

Lola? Ah, dia sepertinya memang penyihir. Kulihat di status bahkan sihirnya ada di tingkat raja. Eh, tidak apa-apakah meminta Lola?

"Pelindung? Oh, kalau begitu serahkan saja padaku, Tuan." Seolah tahu niatku, Lola sudah mengajukan diri.

"Tidak apa-apa kalau kamu sendirian?"

"Jangan khawatir. Aku dulu juga pernah bikin pelindung buat desa lain."

Ah, dia berpengalaman rupanya. Harusnya tidak heran. Dibandingkan kami, dia yang paling senior. Dia telah datang ke sini sejak lima tahun yang lalu.

Namun, bukan berarti kami tidak melakukan apa pun. Itu akan mencorengkan nama baikku sebagai pahlawan. Eh, sejak kapan aku peduli hal itu? Entah ....

Lola harus membuat lingkaran sihir yang besar. Dia harus menggambarkannya dengan alami menggunakan tongkat sihirnya. Kupikir seperti yang pernah ditunjukkan Nata. Lebih mudah dan lebih penting tidak perlu menggambar lingkaran sihir. Sepertinya semakin tinggi kelasnya, semakin rumit eksekusinya.

Selagi Lola sibuk dengan tugasnya, kami juga tidak boleh berdiam diri. Karena kawanan serigala sudah mulai menerobos desa, kami akan menjaga Lola lebih dulu sampai dia menyelesaikan gambarnya.

***

DOR!

DOR!

DOR!

"HAAAAAA!"

"Awuuuu ...."

Suara tembakan dan teriakkan lucu Nata setiap kali dia mengayunkan pedangnya mendominasi tempat ini. Tidak lupa lolongan menyedihkan dari para serigala kesakitan, terpotong dan dilubangi peluru. Genangan darah mulai membanjiri, tak mustahil kami bisa menyelesaikan ini dalam keadaan bersih seperti sebelumnya.

Kupikir akan lebih susah, ternyata tidak juga. Hanya saja memang benar kuantitas mereka sangat merepotkan. Khilaf sedikit, mungkin aku tidak sadar tergigit.

Nata berjuang keras. Setiap kali dia mengayunkan pedang, itu tampak seperti seorang profesional. Begitu memukau, menarik untuk dipandang. Tidak! Aku tidak boleh kalah darinya.

Aku akan berjuang semaksimal mungkin.

"Definitely Split!"

Gio juga tidak mau kalah rupanya. Ngomong-ngomong, apa itu? Dia mengatakan sesuatu sebelum melancarkan serangannya. Kalau sihir aku paham karena itu membutuhkan mantra, tetapi ini tidak. Gio menggunakan pedang. Apa itu jurus seperti di komik-komik?

Hm ... yang lebih penting dia bisa menggunakan pedangnya dengan baik. Dia bisa menebas serigala-serigala itu meskipun tidak segesit Nata.

Tapi aku heran. Harusnya dia tidak sampai kesusahan melawan slime waktu itu. Dia juga tidak terlihat memakai senjata.

"Argh!"

DOR!

Aku lengah.

Aku sibuk berpikir sampai tidak fokus dan salah satu serigala menyerangku. Dengan spontan aku menembakki badannya beberapa kali sampai benar-benar mati.

Untuk sementara waktu sampai Lola selesai, kami akan bertahan.

"Pada alam kehidupan, memerintah tumbuh-tumbuhan, limpahkan sedikit perlindunganmu kepada desa yang malang ini. Bersihkan dari kejahatan, jauhkan dari tangan-tangan yang kotor ...."

Wow! Apakah itu mantra? Itu terdengar lebih simple dari pada gambar yang dibuatnya.

Rupanya Lola telah selesai. Dia telah bersujud di tanah, dengan mata terpejam sambil mengepalkan tangan. Pola yang tampak biasa dibuatnya tadi mulai memancarkan sinar redup, tetapi perlahan menyilaukan. Siapa saja yang melihatnya merasa tersihir untuk terus memandang.

Lihat lebih dekat para serigala ini! Mereka saja sampai berhenti menyerang dan perlahan mundur. Mungkin itu insting hewannya yang mengatakan kalau itu berbahaya jika sampai terkena.

"Pelindung Tangguh"

Ketika Lola membuka mata dan melebarkan kedua tangannya, lingkaran sihir itu mengeluarkan cahaya keunguan yang menyilaukan. Namun, itu hanya sekejap. Cahayanya kembali memudar dan bekas pola yang dibuatnya hanya bersinar redup.

"Selesai!"

Eh, benarkah selesai?

Sebelum aku sempat bertanya, Lola tiba-tiba jatuh ke tanah. Itu berbahaya! Aku hampir berlari mendekatinya sebelum dicegat Nata.

"Biarin Nata aja yang bawa ke desa! Kak Arga sama Gio lanjutin aja."

Bukankah terlalu berat kalau Nata yang membawanya? Tapi baiklah. Sepertinya sihir itu membutuhkan stamina yang lebih besar. Nata pernah bilang bahkan sihir biasa pun lumayan banyak energi yang terkuras.

Saat Nata mundur untuk menyelamatkan Lola, aku melanjutkan pertarungan membosankan ini.

***

"Kami sangat berterima kasih, Tuan Pahlawan Keadilan. Tidak hanya membuatkan pelindung untuk desa ini, tetapi juga membantu mengalahkan serigala-serigala itu. Dengan ini, aku bisa tenang sebagai Kepala Desa."

Aku tidak tahu berapa lama waktu yang kami habiskan untuk benar-benar mengalahkan para serigala itu. Namun, kami benar-benar berhasil. Tidak ada lagi serigala yang tampak ingin datang menerobos masuk.

"Anu ... bisa tolong panggil Arga aja? Enggak enak kalau terus dipanggil Tuan Pahlawan Keadilan."

Mereka terus memanggilku seperti itu sejak pertama kali aku datang. Agak mengganggu sejujurnya.

"Ah, maaf. Kupikir kami perlu menunjukkan kesopanan."

"Tidak apa-apa. Aku lebih terbiasa dipanggil dengan nama saja."

"Ya, terima kasih sekali lagi. Kalau begitu, semoga hotel ini nyaman untuk kalian."

Akhirnya kami bisa juga bersantai. Di sini juga ada hotel. Benar-benar bukan seperti desa bukan? Ah, ini desa para bangsawan.

Hotelkah ... di dunia nyata aku belum pernah masuk ke tempat ini. Selain mahal, untuk apa juga?

Namun, ini benar-benar nyaman. Cocok untuk mengistirahatkan diri setelah pertempuran yang begitu melelahkan. Kasur lembut nan empuk menggodaku untuk terlelap. Mungkin kamar sebelah sudah tidur. Tidak ada kebisingan.

Ya, kami disiapkan satu kamar masing-masing dan itu gratis.

Untuk pembayaran akan dilakukan besok di Balai Desa.

"Hoam ... kayaknya aku harus tidur juga."

Aku harus terbiasa tertidur dalam tidur. Menjatuhkan diri ke kasur, tak butuh waktu lama kesadaranku terputus.

***

Keesokkan harinya kami terbangun. Idealnya adalah 24 jam untuk benar-benar memulihkan EXP. Dengan begitu, aku bisa tahu berapa jumlah maksimal yang sudah ditambahkan poin-poin dari mengalahkan monster.

Itu angkanya cukup banyak.

Ini bahkan belum semuanya. Poin untuk jasa masih belum dibayar.

Mengambil handuk, aku berniat untuk mandi. Ini adalah pertama kalinya aku mandi di dunia ini. Tidak perlu berlama-lama meskipun Bathup itu seolah merayuku agar berendam lebih lama. Masih ada pekerjaan yang harus dilakukan.

Aku baru sadar tidak ada baju ganti. Uh, ini ... agak risih. Mungkin kami perlu membeli baju. Poin ibaratkan segalanya bukan?

Setelah selesai dengan persiapan minimal, aku bersiap ke luar. Tepat aku membuka pintu, Gio dan Nata muncul. Lola tidak ada.

"Kak Arga gawat!"

Eh, gawat? Gawat apanya?

Aku tidak diizinkan bertanya. Nata langsung saja menarikku ke luar. Aku pasrah.

Kamar yang kami tinggali ada di lantai bawah. Jadi, kami tidak perlu turun menggunakan semacam lift.

Saat ada di luar ....

Apa ini?

Apa yang terjadi pada orang-orang itu?

Aku bisa melihat Lola berlari ke arahku. Dari mana dia?

"Kak Arga ini gawat! Darah serigala itu beracun. Pelindungnya ... hancur!"

*

TBC