webnovel

Super Zombie (Indonesia)

Wani adalah seorang budak perusahaan yang selalu dikejar deadline dengan tugas yang tidak ada habisnya. Suatu hari saat dia pulang dari kantor larut malam, matanya berkunang-kunang dan akhirnya dia jatuh dijalan, meninggal akibat kelelahan. Anehnya, dia terbangung lagi ketika entah berapa lama waktu berjalan. Wani yang sudah terbiasa mengikuti rutinitas tanpa batas mulai berjalan kembali ke kantor ketika dia melihat jam tanganya yang menunjukan hampir jam masuk kerja. "Eh~?Sepi~ Mata...berkunang, badan...berat,", ucapnya tanpa menyadari sekelilingnya sudah berubah menjadi kota zombie... "Tangan ku...kurus?" ...dan dia termasuk dari zombie itu.

Polos · Urban
Not enough ratings
4 Chs

Sang pria lemas

Seorang pria dengan pakaian jas serta dasi lengkap terlihat mengetik komputer didepanya, tetap membungkuk dan terus saja menggerakan jarinya tanpa henti seakan robot rusak yang sudah di luar kendali.

Didalam sebuah kantor sepi dan gelap tersebut, 1 jam, 2 jam, hanya setelah tiga jam berjalan dalam kondisi seperti itu, pria yang terlihat masih berumur pertengahan awalan 30 tersebut akhirnya mematikan komputer dan membawa koper disebelahnya, melangkah keluar dari kantor dan membiarkan pintu kantor terbuka begitu saja.

Melirik kearah jam tangan selagi menunggu lift tiba, pria itu seketika menghela nafas dan menggelengkan kepala seakan ingin menghilangkan sesuatu dari pikiranya.

*Ding

Lift pun tiba setelah menunggu tidak begitu lama karena mungkin tidak ada orang yang mengantre saat itu.

Sesaat ketika pintu lift terbuka, cahaya terang menyinari seluruh tubuh pria itu seakan melahapnya.

Berbanding sangat terbalik dengan gelap mencekam dari suasana kantor tadi, sang pria tidak bisa menahan diri untuk menyipitkan mata sejenak sebelum kemudian berjalan masuk dengan langkah yang sedikit sempoyongan.

Pintu lift pun tertutup dan pria itu bersender ke dinding kaca sembari menatap bengong ke arah lampu bertuliskan angka 20 di panel lift yang berubah menjadi 19 dan seterusnya, menurun kebawah seakan pikiranya kosong tak bekerja.

*Ding

Tiba-tiba, lift berhenti di suatu lantai dan membuat sentakan unik setiap kali sebuah turunan lift tiba-tiba berhenti, sesuatu hal yang sangat wajar dan biasanya tidak pernah mengganggu siapapun sebelumnya.

*Gedebuk

Akan tetapi, perubahan mendadak tersebut seakan sangat berat bagi tubuh lunglai pria itu. Hal itu terbukti dengan terjatuhnya dia dari posisi menyendernya, tergeletak begitu saja di lantai sembari pintu lift terbuka.

Pria itu sama sekali tidak bergeming, seakan pingsan tetapi dengan mata terbuka yang sangat menyeramkan selagi dia melirik kearah dinding kaca lift.

Disana, dia melihat sosok menyedihkan seorang pria dengan kulit putih pucat dengan wajah kering, rambut acak-acakan, mata merah, bibir retak dan pucat, tangan bergetar, dan leher serta badan nya yang bergerak sangat kaku.

Sosok itu adalah dirinya sendiri yang dia sadari kalau badan nya berdenyit aneh setiap kali dia mencoba bergerak bangun.

Akan tetapi, seakan tidak memperdulikan itu semua, pada akhirnya dia berhenti berusaha untuk berdiri, terdiam tak berdaya didalam kotak kecil kosong nan dingin dari AC dan mungkin suasana malam.

*Ding

*Ding

Kedua kali bunyi lift terdengar, dan dia tetap tidak bangun.

Dengan posisi pintu lift tersebut, dia yang seakan mulai tertidur karena memejamkan matanya mulai berpikir, 'Apa yang sudah ku lakukan dengan hidupku hingga jadi seperti ini?'.

Namun, dia tidak bisa menyalahkan siapapun. Karena, walau bagaimanapun juga, dia sendiri yang tetap saja bertahan untuk bekerja di perusahaan tak berperikemanusiaan itu.

Mungkin karena telah sedikit mengenang diri, atau memang karena istirahat sejenaknya, pria itu perlahan-lahan mulai berusaha bangun dengan tangan yang berpegangan dengan dinding agar tidak jatuh.

*Ding

Pintu lift terbuka lagi, dan posisi tetap di lantai paling dasar, pria tersebut yang sudah mengkonfirmasi kedua fakta tersebut akhirnya melangkah keluar dari lift dan berniat untuk pulang.

"Jauh...sekali."

Akan tetapi, jarak dari lift ke pintu keluar yang awalnya dia kira sangat dekat menjadi terasa sangat jauh, seakan pintu besar yang tingginya 1 setengah kali badan nya itu sekarang terlihat menjadi sebuah titik kecil saja.

Seorang satpam yang masih berkerja dengan serius untuk shiftnya, yang berdiri tegap menjaga pintu masuk seketika melihat pria yang berjalan dengan susahnya tersebut dan mencoba membantunya untuk pergi ke ruang satpam untuk istirahat sejenak.

Akan tetapi, dia menolak dengan alasan ingin pulang ke rumah secepat mungkin.

Dengan rasa terpaksa, si satpam yang merasa sedikit tidak tega memutuskan menuntun pria tersebut dengan hati-hati keluar dari gedung tinggi menuju lobby. Berniat memanggil taxi, si satpam yang baru saja mengeluarkan HT nya sekali lagi dihentikan si pria dengan alasan tidak ada uang, yang akhirnya dia berjalan menuju halte terdekat.

Satu langkah, dua langkah, jarak yang dekat dari lift ke pintu masuk saja sudah sangat berat baginya, dan sekarang dia harus menempuh jarak yang tidak dia ketahui berapa lama lagi waktu yang dia perlukan untuk sampai kesana.

Menengok kanan dan kiri, dia melihat beberapa orang berlarian seakan sedang panik, dan beberapa kendaraan gila menancapkan gas dengan kencangnya seakan sedang balapan liar.

*Bump

*Gedebuk

Selagi sedikit kebingungan, seseorang tidak sengaja menabrak punggunya yang membuat dia terjatuh cukup keras ke tanah beton di bawahnya. Dengan tatapan yang mulai menjadi tambah kabur, dia melihat beberapa bayangan orang-orang sempat mengerumuni dia namun anehnya berlari menjauh setelahnya.

Tentu saja masih banyak orang yang lalu lalang melihat jalan ibu kota yang selalu dipadati perantau setiap tahun nya, jadi si pria dengan pikiran positif berharap ada saja orang baik hati yang akan menolongnya nanti.

Sayang bagi pria itu karena tidak ada satupun yang mengulurkan tangan untuk menolong dibalik semua teriakan dan hentakan kaki yang mulai terdengar jauh ditelinga.

Dengan mata yang mulai memberat serta detak jantung yang berdegup tidak teratur, dia akhirnya menutup mata sepenuhnya dan menghembuskan nafas terakhir, sendiri di pinggir jalan tanpa ada yang mengasihi.

...

Seorang Pria dengan pakaian jas lengkap berdasi terlihat tergeletak di jalan trotoar disalah satu sudut ibu kota.

Tiba-tiba, matanya terbuka, dan perlahan-lahan, memposisikan dirinya untuk duduk. Mukanya mengerut, terdiam sembari mencoba menggerakan tangan dan kakinya yang bergerak macet seperti robot usang.

*Lemas

Setelah beberapa saat, seperti seakan menyerah, si pria itu berhenti mencoba, dan duduk terdiam seakan malas untuk melakukan apapun. Disaat tersebut, matanya yang tampak tidak fokus berkedut ketika terpapar sinar matahari, dan dia menengeok keatas dengan muka bingung.

"???"

Menengok kekiri, kekanan, dan kemudian kebawah, seakan nyawanya belum kembali, muka datar dan lemasnya kemudian berubah terkejut dan horor ketika dia menengok angka di jam tangan dan membandingkanya dengan cahaya matahari.

Disaat itu, sebuah memori ingatan lewat didalam kepalanya ketika dia berjalan sempoyongan di gelap malam, kemudian jatuh tegeletak tanpa sempat pulang kerumah.

"!!!"

Bagaikan tersetrum, si pria tersebut bergetar-getar, kemudian perlahan-lahan mencoba berdiri namun dengan gerakan lambat yang aneh serta kikuk seakan koordinasi otak dan tubuhnya tidak terkoneksi sempurna.

*Getar getar getar

Meski demikian, dia tidak memperdulikan tubuhnya yang tiba-tiba sulit bergerak itu dan dengan muka panik perlahan melihat sekeliling seakan ingin memastikan sesuatu.

Sesaat setelah sebuah bayangan hitam besar terlihat dalam pandanganya, si pria kemudian menyipitkan mata kearah sesuatu yang mirip gedung tersebut cukup lama, mengusap matanya berulang-ulang, kemudian mencoba memandanginya lagi, dan lalu menunjukan muka bingung.

"???"

Setelah wajah yang heran serta alis yang menyempit, si pria kemudian menggelengkan kepalanya seakan ingin menghilangkan pikiran aneh, dan memustukan untuk bergerak ke gedung yang sebenarnya tidak jauh itu.

*Tapak *Tapak *Tapak

Lambat, itulah yang dirasakan si pria.

Mukanya terlihat kesal, dan giginya menggerit seakan menahan rasa amarah, namun bagaimana pun ia mencoba, jalan nya tetap saja lambat dan hanya menapak satu-demi satu langkah seakan seseorang yang ingin menikmati pemandangan.

"!!!"

*Dubrak

Mungkin karena dia terlalu fokus dengan apa yang jauh, si pria tidak sengaja tersandung sesuatu dan terjatuh dengan cukup keras. Sembari memegang kepalanya, dia kemudian melihat kebawah dengan heran, apa yang sebenarnya membuat ia terjatuh.

"???"

Sekali lagi, hanya bayangan hitam yang tergambar dalam pandanganya yang melintang tepat di tengah jalan. Si pria bingung dan mencoba untuk menyentuh "Benda" tersebut, namun terkaget-kaget ketika "Itu" tiba-tiba bergerak.

"!??"

Berdiri perlahan-lahan, sesosok bayangan yang mirip dengan manusia itu kemudian berdiri bengong di tempat, yang di rasa si pria kalau dia sedang di tatap tajam dengan amarah karena pandanganya yang buram.

Mengangguk-angguk untuk menunjukan permintaan maaf, si pria yang mulai panik dan merasa bersalah kemudian kaget ketika dia menengok ke atas dan orang yang ada didepanya pergi berjalan begitu saja tanpa mengatakan apa-apa.

"???"

Meski bingung dan menggaruk kepala dengan heran, si pria yang akhirnya memutuskan untuk tidak memperdulikan hal tersebut kembali berjalan menuju ke gedung yang terlihat dari posisi dia berdiri, sembari sesekali menengok dan mendekatkan jam tangan ke hidungnya untuk memastikan waktu.

Setelah 10 menit waktu yang harusnya cukup untuk dicapai dengan hanya 1 menit jalan, si pria dengan wajah yang kembali kesal ketika menyadari hal tersebut dari jam tangan nya dengan semangat "melesat" menuju pintu kaca menggunakan hanya tangan kanan untuk membuka pintu...yang sepertinya macet dan tidak mau terbuka.

*Bam!

*Dubrak

"@!#!@!%"

Mungkin itulah yang ingin dia katakan, namun selain tangan yang melambai kesana kemari tidak karuan dan mata yang melotot ke arah pintu, dia sama sekali tidak mengeluarkan suara apa-apa.

Si pria yang seperti nya puas dengan omelan nya kemudian kembali berdiri, dan sekarang tanpa terburu-buru perlahan mendorong pintu dengan kedua tanganya.

*Ngiiiik

Pintunya terbuka dan sepertinya tidak macet.

Dengan leher yang mengerut kebawah dan muka yang menengok ke sana kemari seakan merasa malu, si pria yang terlihat lega kemudian mendorong pintu kaca dengan sekuat tenaga setelah dia sudah memastikan berdasarkan pandanganya yang buram bahwa beberapa bayangan hitam disekelilingya tidak ada yang melihat ataupun perduli dengan tingkah memalukanya.

Di lobby, si pria kembali terkejut.

*Hening

Di jam yang seharusnya sudah waktunya ramai, lobby gedung tinggi yang sudah biasa dia lewati selama setahun belakangan terdengar tidak ada suara obrolan sama sekali meskipun dia melihat masih banyak mereka yang berlalu lalang.

Dia tersentak diam, namun perlahan berjalan kembali karena waktu yang terus berjalan tanpa menunggu. Selangkah, perlahan namun pasti, si pria akhirnya sampai di depan lift, kemudian menekan tombol ke atas dan memejamkan mata untuk mengistirahatkan diri sembari menunggu liff tiba.

...

...

...

"???"

Setelah waktu yang lumayan lama, akhirnya si pria itu bingung memiringkan kepala ke arah pintu lift yang tidak kunjung terbuka. Menggaruk kepala dan menengok ke arah lampu di atas pintu lift yang seharusnya menunjukan di lantai berapakah si lift berada, si pria yang sadar kalau penglihatanya sangat buruk semenjak bangun tadi akhirnya memalingkan pandanganya ke arah lampu diatas tombol disamping pintu masuk.

Seperti hal nya jam tangan, sang pria perlu sampai mendekatkan panel lift hingga hampir menempel ke hidungnya sebelum akhirnya dia melihat huruf "E" tertulis terang yang mengindikasikan kalau lift sedang error.

"!@#!@$$"

Marah.

Mungkin itulah yang si pria itu rasakan melihat dari alisnya yang mengerut tajam serta tanganya yang dikepal sembari diayunkan kesana kemari. Dengan pelototan penuh dengan rasa ketidak puasan atas pelayanan gedung, si pria berjalan dengan langkah berat menuju lift lain...namun semuanya menunjukan tanda yang sama.

"..."

Si pria, yang sebelumnya memiliki muka kesal sekarang hanya bisa terbengong diam dan berdiri tepat didepan pintu lantai emergency yang biasa digunakan ketika lift tidak bisa beroperasi.

Bayangan ketika dia terjatuh saat lift tiba-tiba berhenti, dan kenyataan bahwa kantor dia yang berada di lantai 20 melintas di kepalanya. Disisi lain, puluhan anak tangga yang menjulang tinggi tanpa terlihat ujungnya tergambar di hadapan si pria dan detik jam yang tidak pernah berhenti bergerak membuat si pria berada di posisi yang sangat menyebalkan.

Setelah termenung diam untuk beberapa saat, si pria akhirnya dengan punggung yang membungkuk mengambil langkah keputusan, yaitu untuk menaiki tangga tersebut.

*Tap... *Tap... *Tap...

Suara langkah kaki yang semu-semu dan berjeda lama seakan dilakukan oleh pria malas menggema di seluruh lorong tangga darurat yang sepi dan menyeramkan. Meski demikian, dikarenakan lampu tetap berfungsi di seluruh gedung, si pria tidak merasa begitu tertanggu dengan suasana sedikit mencekam itu.

Langkah demi langkah, detik demi detik, 4...8...16...dan akhirnya lantai 20 pun sampai juga.

Si pria yang terlihat mengusap-usap matanya didepan tulisan "20" mengeketuk pelan kepalanya setelah dia harus menyipitkan mata setiap kali berada di lantai mendekati akhir.

Apa yang bisa dia lakukan kecuali pasrah?

Si pria yang akhirnya sampai di lantai tujuanya setelah selesai meratapi mata rusaknya kembali menghadapi masalah yang besar.

Tidak seperti pintu masuk di lantai dasar yang harus dibuka dengan didorong, posisi sang pria mengharuskan dia untuk menarik pintu merah besi tersebut kebelakang untuk membukanya.

Ditambah lagi, pintu tersebut dilengkapi sistem dimana setiap kali terbuka, pintu akan perlahan namun cukup kuat menutup otomatis, yang membuat daya kekuatan yang diperlukan untuk membukanya menjadi berkali-kali lipat.

"!!!....!!!!...!!!!!!!"

Setiap kali dia mengeluarkan seluruh tenaganya, pintu yang sedikit terbuka itu selalu saja otomatis menutup kembali, membuat si pria harus mengulang-nya berkali-kali.

*Bam!

*Dubrak

Dengan suara hantaman pintu tertutup serta dentuman si pria yang melompat keluar sebelum itu terjadi, si pria yang tergeletak di lantai menunjukan wajah puas setelah akhirnya dia berhasil keluar juga.

Namun, tidak ada lagi waktu bagi dia untuk bersenang-senang. Ruang kantor yang sudah berada didepan mata dan hanya memerlukan beberapa langkah saja membuat dia secara insting mengecek kembali jam, dan terkejut setelah menyadari bahwa 45 menit sudah berlalu.

"!!!???"

Tubuhnya berayun lunglai serasa seluruh tenaganya hilang. Berulang kali dia mengecek jam di lenganya, namun angkanya tidak menurun, melainkan terus bertambah seakan mengolok bahwa dia tidak bermimpi.

Dengan gerakan yang masih juga lambat, si pria terburu-buru kembali berdiri, dan "berlari" menuju pintu kantor yang sudah dia hafal selama setahun belakangan, dan tidak lupa memukul pintu merah besar dan lift error tidak berguna yang sudah membuat dia terlambat.

Akhirnya sampai, itulah wajah senang dan lega yang tergambar pada wajah si pria.

Menengok kearah logo perusahaan yang sudah familiar meskipun matanya masih saja buram, si pria menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri sebelum rentetan omelan bos melayang ke telinganya...dan menyadari fakta mengejutkan bahwa tidak ada udara apapun yang masuk dan keluar dari hidung maupun mulutnya.

"???"

Bingung mungkin masih terlalu sederhana untuk menunjukan betapa terkejutnya dia dengan keanehan tersebut, namun tersentak masih terlalu berlebihan untuk mengungkapkanya. Karena, dia yang sudah merasa jika perasaanya sudah tenang dengan cara tidak terduga itu memutuskan untuk mengacuhkan masalah tersebut, dan akhirnya membuka pintu kantor tempat dia bekerja...

...dan menemukan bahwa tidak ada seorangpun didalam.

"???"

Disaat dia mulai bertanya-tanya kenapa bisa tidak ada seorang pun didalam, si pria yang baru saja ingin mengambil handphone untuk memanggil rekan kerjanya tiba-tiba mendengar suara yang tidak terduga.

*Bang! *Bang! *Bang! *Dordordordordordordor

"!??"

Tembakan senjata api.

Si pria yang terkejut tidak karuan mendengar suara yang serasa familiar tersebut terlihat panik, wajah menengok kesana kemari seakan ingin mencari sumber suara tersebut kemudian tersentak sadar jikalau pandanganya sedang tidak wajar saat itu.

Tanpa pikir panjang, si pria yang terlihat ketakutan dengan mata dan gigi yang bergetar segera menutup pintu dan "berlari" menuju sekat paling jauh dan ujung di dalam kantor.

Seluruh kursi dan meja kerja ditempat dia bekerja terpisah dengan sekat-sekat antara satu dan lainya, dan kursi diujung tidaklah ditempati siapapun karena lokasinya yang sedikit gelap akibat tidak terlalu baik tersinari cahaya lampu.

Dengan tempat yang sempurna tersebut, dia bersembunyi dibawah meja dengan posisi meringkuk dan tegang, namun kemudian kaget bukan kepalang ketika dia mendengar suara pintu kantor yang terbanting terbuka dengan sangat keras, kemudian tertutup setelahnya seakan siapapun itu sedang sangat terburu-buru.

*Bam! *Bam!

Hening hanyalah yang dia harapkan, namun bukanlah yang tergambarkan. Sesaat setelah suara kedua terdengar, suara keras lainya seakan seseorang, bukan, sekelompok orang yang marah menggedor pintu tidak karuan terdengar tepat setelahnya seakan ingin merusak dan menghancurkan pintu kantor tempat sekarang dia bersembunyi, membuat si pria menutup mata dengan gemetar ketakutan.

*BAMBAMBAMBAMBAM

Berapa lama, si pria tidak memerdulikan hal sepele tersebut. Hal satu-satunya yang dia lakukan adalah menutup mata sembari berdoa berulang-ulang agar semua mimpi buruk itu segera berakhir.

...

...

"...??"

Hening.

Tidak tau berapa lamanya itu, namun si pria akhirnya merasakan hening setelah menunggu dan bersembunyi dalam waktu tertentu. Si pria yang penasaran mencoba mengintip keatas sekat, untuk memastikan keadaan, dan menemukan bahwa pintu depan masuk tertutup rapat.

Dengan badan yang akhirnya terasa lemas, si pria yang sepertinya merasa lega terjatuh duduk setelah menyadari semua sudah berakhir. Namun, itu tidak lama karena dia baru mengingat jika seseorang seharusnya berada didalam kantor besamanya sebelum pintu tertutup.

Takut adalah hal yang kemungkina dia rasakan jika dilihat dari mata dan tubuhnya yang bergetar, atau mungkin itu memang hal yang selalu saja terjadi padanya sejak pagi tadi setiap kali ia ingin bergerak.

Intinya, si pria yang ingin sekali mengkonfirmasi hal tersebut akhirnya memutuskan untuk berdiri kembali dan menengok melalui sekat, mendekat setelah menyadari bahwa dia hanya bisa melihat seonggok bayangan dilantai, dan menyipitkan matanya untuk memasitkan siapapun itu yang sedang bersamanya didalam...

...dan menemukan bahwa itu adalah mayat yang tergeletak diam bersimpah darah.

Hai, saya terpaksa menulis ulang seluruh cerita karena penggunaan POV Pertama terasa sangat tidak cocok dengan aura tegang, dan memutuskan untuk menggantinya menjadi orang ketiga. Semoga terasa lebih baik...walaupun perbandingan sulit dilakukan soalnya versi lama sudah dihapus.

Poloscreators' thoughts