***
Kali ini di sebuah cafe dekat kampus. Seorang gadis baru saja bangkit dari duduknya. Celananya basah karena segelas latte yang ditumpahkan pelanggannya dan ia bangkit saat seorang temannya datang membawa sebuah bungkusan plastik ditangannya.
"Ini, aku membelikanmu celana, Pay, pakai ini dan pulanglah," ucap seorang yang baru saja datang itu. Si pelayan cafe bernama Pay itu menerima celananya, berterimakasih kemudian bergegas mengganti celananya yang basah. Ia harus segera pulang karena seseorang tengah menunggunya di rumah. Ia harus pulang dengan pakaian yang layak karena tamu di rumahnya sedikit menyebalkan. Ia harus terlihat sempurna agar tamunya itu tidak merendahkannya.
Di saat ia mengganti celananya, ia menemukan selembar kertas dalam saku celana barunya itu. Kertasnya berisi alasan seorang Lalisa Jung ingin bunuh diri.
... Aku pernah punya seorang kekasih, tapi dia sama saja seperti orang lainnya. Dia terus memintaku melakukan sesuatu. Disaat aku sudah lelah dengan keluargaku, dia terus memintaku bercerita padanya. Kemudian dia bilang "eonnimu memang aneh, sedikit menyebalkan ya?" aku tidak tahu kenapa dia terus mengatakan itu. Walaupun aku lelah dengan keluargaku, aku tetap benci saat seseorang mencela mereka.
Aku bersabar, mungkin ia hanya ingin menghiburku– walaupun caranya sama sekali tidak menyenangkan. Aku tetap menganggapnya sebagai pria baik.
Saat kami berkencan, aku juga pernah berada dalam masa-masa ingin menghabiskan waktuku sendirian. Aku tidak ingin bicara dengannya, atau dengan siapapun. Jadi aku tidak menjawab panggilannya, aku juga tidak membalas pesannya. Tapi dia marah, dia bilang dia mengkhawatirkanku karena dia tidak bisa menghubungiku. Aku masih menganggapnya pria baik.
Lama kelamaan aku muak dengan hidupku. Rasanya seperti semua orang– dalam artian keluarga, kekasih dan teman-temanku– ingin aku ada untuk mereka.
Keluargaku ingin aku ada saat mereka merindukanku atau membutuhkanku. Mau tidak aku harus ada untuk mereka, aku tidak bisa membuang mereka karena mereka keluargaku.
Disaat yang sama kekasih dan teman-temanku menginginkan hal yang sama. Lalu aku merasa kalau aku akan gila dengan semua permintaan itu. Perlahan-lahan aku menjauhi teman-temanku. Aku menolak ajakan mereka untuk sekedar minum kopi bersama atau berbelanja bersama. Tapi rasanya belum cukup, sampai akhirnya aku meninggalkan pria itu. Tentu saja dia marah, aku hanya bilang kalau aku tidak mencintainya lagi.
Anehnya aku justru merasa lebih baik setelah itu. Aku jadi punya cukup waktu untuk diriku sendiri. Tapi tiba-tiba saja pria itu menghubungi keluargaku, dia bilang dia ingin bicara padaku tapi takut untuk menghubungi lebih dulu. Pengecut. Seharusnya dia menghubungiku secara langsung, aku tidak akan menghindarinya. Karena perbuatannya, semua orang mulai mendesakku, memintaku untuk menjelaskan sesuatu yang tidak ingin ku bicarakan.
Seperti orang bodoh, aku mendorong semua orang yang kelihatannya peduli padaku lalu ingin mati karena merasa tidak ada yang bisa memahami keinginanku. Seperti orang bodoh, aku marah karena orang-orang tidak bisa memahamiku disaat aku juga tidak bisa memahami diriku sendiri. Kenapa orang menyedihkan sepertiku tidak mati saja?
"Tsk! Ya, kau sangat menyedihkan sialan. Disaat orang lain kesepian karena tidak punya siapa-siapa kau justru membuang milikmu? Dasar gadis bodoh yang tidak bisa bersyukur! Dan kenapa kau memakai nama Lalisa Jung?! Mati saja kalau kau memang ingin mati!" kesal Pay, yang sekarang meremas surat kaleng itu dan membuangnya ketempat sampah. "Kalau kau memang sangat ingin sendirian, melompat saja ke Sungai Han, kau akan mati sendirian disana, seperti yang kau inginkan!"
"Hei, kau sudah lihat foto baru Lalisa Jung?" tegur seorang yang membawakannya celana tadi disaat gadis itu sudah selesai dengan pakaiannya. "Sepertinya dia ada di Sungai Han sekarang. Dia memotong rambutnya, sangat cantik,"
"Sungguh?! Aku akan pulang lewat Sungai Han sekarang, siapa tahu kami bisa berpapasan disana," jawab Pay, yang sekarang kembali bersemangat dan bergegas meninggalkan cafe tempatnya kerja paruh waktu.
"Kau akan sangat beruntung kalau bisa melihat idolamu dua kali minggu ini!" seru rekan kerjanya, mengiringi kepergian wanita itu melalui pintu belakang cafe tempat mereka bekerja.
***