Andini terus memandang tajam, ia benar-benar benci dengan wajah Daren. Dia terus tertawa seolah sangat senang karena berhasil membawa Andini. Entah apa yang direncanakannya. Andini duduk dengan mulut tersumpal. Tangannya terikat, juga kakinya.
"Apa mungkin si anak mama itu punya hubungan sama wanita ini? Sepertinya dia bukan tipenya." Tanya seorang anak yang tadi menodongkan senjata ke arahnya.
"Sudah bisa ku pastikan, orang seperti dia yang tidak peduli dengan orang lain, tapi saat itu ia bahkan mati-matian membela wanita ini." sahut Daren dengan penuh keyakinan.
Andini menghela napas, lagi-lagi semua karena Gibran. Dipandanginya wajah 4 siswa ini. Sepertinya 3 orang lainnya bukan berasal dari sekolah Brinly High School.
"Berhenti menatapku seperti itu!" bentak Daren geram, sejak tadi Andini menatap nalang ke arahnya.
"Tapi bukankah guru ini terlihat lumayan seksi?" tanya Siswa yang lain. Daren tersenyum miring.
"Memang benar, mungkin karena tubuhnya ini Gibran jadi tergoda."
Mereka tertawa bersamaan. Daren perlahan menyentuh paha mulus Andini. Membuat Andini mulai berontak.
"Mmm.. mmmmm." Suara itu justru membuat mereka senang.
'Sial! anak-anak brengsek!' Teriak Andini dalam hati.
"Apa boleh kita Icip-Icip?" tanya Salah satu dari mereka.
"Boleh, kalau Gibran mengabaikan panggilan kita itu artinya kita boleh menyentuhnya. Hahaha." Jawab Daren tertawa girang.
"Apa kau tidak takut akan dikeluarkan dari sekolah Daren? Gibran bisa saja membuatmu keluar dari sekolah itu." Celetuk siswa yang sedari tadi tak banyak bicara.
"Sialan, memang dia bisa apa? Lagi pula, sepertinya aku tidak akan bertahan sampai lulus disekolah sialan itu." ucap Daren dengan raut kesal.
Mereka melajukan mobil hingga tiba disebuah gedung bekas gudang tua. Aroma besi yang basah menyeruak di penciuman Andini.
'Ya Tuhan, dimana ini?' Rintihnya dalam hati.
**
Gibran menghentikan mobilnya dipinggir jalan tempat Andini terakhir dilihatnya. Ia menoleh untuk mencari keberadaan Andini. Tapi tidak ada tanda-tanda jejaknya.
"Kemana dia? Apa dia benar-benar pulang tanpa menungguku?" Tanya Gibran.
Ia berniat untuk menemui Andini dirumahnya, namun saat ia mulai melajukan mobilnya sebuah panggilan nomor baru menarik perhatiannya.
"Siapa ini?" Gibran mulai bertanya-tanya.
Dengan cepat Gibran mengangkatnya, dari ujung telefon terdengar suara cekikikan dari beberapa orang, Gibran bisa tau bahwa itu suara sekumpulan pria.
"Hallo." sahut Gibran menyambut panggilan itu
"Heyyy Gibran Darendra. Siswa emas di sekolah, apa kau mengenali suaraku?" tanya Daren dengan suara lantang, Gibran mengernyitkan dahinya mencoba mengenali suara itu.
"Siapa? Jangan coba-coba bercanda denganku!" Gibran tidak mengingat suara Daren.
Daren yang semula banyak tertawa dengan rekannya seketika diam, ia kesal mendengar Gibran tidak mengenali suaranya.
"Sialan! Sudahlah, tidak penting kau mengenali suaraku atau tidak." ucapnya seolah menahan emosi. "Ohh kau pasti sedang kebingungan mencari bu Andini kesayanganmu yah?" tanyanya kemudian, membuat Gibran terkejut, bola matanya pun ikut melebar.
"Apa maksudmu?" tanya Gibran.
"Mau coba dengar suaranya?" ia balik bertanya.
Tak berapa lama terdengar suara orang-orang itu membentak dan menyuruh seseorang untuk berbicara. Tapi dari pendengaran Gibran sepertinya orang yang dimaksud itu menolak untuk berbicara, sampai akhirnya orang yang tak lain adalah Andini itu mulai mengeluarkan suaranya.
"Gibran, jangan dengarkan mereka aku baik-baik sa—"
Plakk!!
Suara tamparan yang mendarat dipipi Andini, juga suara teriakan kesakitannya membuat Gibran meradang, ia meremas ponselnya saking kesalnya.
"Jangan coba-coba menyentuhnya bangsat!" teriak Gibran marah.
Mereka sontak tertawa dan bersorak, seolah mengejek kemarahan Gibran.
"Kalau kau mau menyelamatkan wanita ini, datanglah kesini." kata Daren dengan suara meledek. "Ohh jangan coba-coba bawa teman yah!" Pesannya.
"Kalau tidak datang, kita boleh eksekusi tubuh seksinya kan?" Celetuk salah satu dari mereka, mendengar ucapan itu Gibran semakin tak terkendali.
"Sialan! Coba saja sentuh dia, kalau kalian sudah bosan hidup!" Ancam Gibran, mereka kompak tertawa dan langsung mematikan panggilannya.
"Aahh, Sial!" Gibran mengumpat sambil memukul kemudi mobilnya. Membayangkan Andini dalam bahaya membuatnya kehilangan akal.
Tring!
Sebuah pesan berisi lokasi tempat Andini berada masuk dari nomor yang menghubunginya sebelumnya. Dalam pesan itu sekali lagi mereka menegaskan kepada Gibran untuk datang seorang diri. Bukan perkara sulit bagi Gibran untuk mengabulkannya, bahkan jika bisa membawa teman Gibran akan tetap datang sendiri kesana.
Adrian melajukan mobilnya, butuh waktu 30 menit untuk dia sampai ke tempat tersebut.
"Tidak begitu jauh." ucap Gibran saat dirinya terhenti didepan sebuah gedung tua. Dengan langkah pasti dan berani Gibran maju untuk menyelamatkan Andini.
Perlahan ia membuka pintu gudang, didalam terlihat sangat gelap. Hanya sedikit cahaya yang masuk dari sela-sela ventilasi gedung sebagai penerang. Untungnya suasana diluar siang ini cukup terang.
"Andini!" Teriak Gibran tanpa rasa takut.
"Gibran." Suara Andini terdengar pelan, perlahan wajahnya muncul dari arah kegelapan. Tampak tangannya terikat. Dibelakangnya berdiri wajah yang tidak asing di pandangan Gibran.
"Daren?"
"Hallo." Sapa Daren dengan wajah polos, ia sengaja melambaikan tangannya kepada Gibran.
Gibran menarik napas panjang, dia lambat mengenali suara Daren. Anak yang selalu membuat masalah dengannya dan amat dibencinya. Jika bisa Gibran ingin menghajarnya tanpa ampun.
"Apa kau tidak malu membawa wanita tak bersalah untuk menjebak lawanmu?"
Daren tertawa keras.
"Tidak, tidak sama sekali. Bukankah dia ini kekasihmu?"
Gibran melirik ke arah Andini, terlihat tatapan lelah dan frustasi dimatanya. Hal itu membuat Gibran tidak senang. Entah mengapa, wajah Andini yang kacau seperti itu membuat Gibran tidak senang sama sekali. Meski Gibran pernah meminta Andini untuk menjadi pacarnya, tapi percayalah itu hanya sandiwara untuk membuat ayahnya geram.
"Jangan sembarangan, kalau dia kekasihku sudah tentu kalian tidak akan bisa berdiri dengan kedua kaki kalian sekarang. Aku pasti akan menghajar kalian sampi lumpuh!"
Tiba-tiba 3 orang yang lain muncul, mereka tersenyum miring ke arah Gibran seolah mengejek.
"Waaahh dia benar-benar datang demi wanita ini." Kata siswa yang bertubuh tinggi dan kurus, namanya adalah Hendra.
"Ternyata modelan gini bisa bucin juga." Sambung siswa lain yang bertubuh sedikit pendek dan sama kurusnya, namanya adalah Leon. Sementara Siswa yang tak begitu banyak bicara itu bernama Zidan.
Gibran menatap mereka satu persatu, sepertinya Gibran ingat mereka adalah siswa dari SMA Guna Darma. Gibran memang sempat terlibat perkelahian dengan mereka kala sekolah mereka melakukan kunjungan ke sekolah Brinly High School 1 tahun lalu. Sejak itu mereka bahkan sering mengusik Gibran untuk sekedar unjuk kejagoan, tapi sudah tentu Gibran belum terkalahkan.
"Cihh, apa kalian tidak bosan terus-terusan kalah melawanku? Selain lemah kalian bahkan jadi orang-orang pengecut sekarang." Gibran berceloteh dan memancing amarah mereka semua.
"Sialan kau!" Teriak Hendra geram.
Ketiga siswa itu langsung menyerbu ke arah Gibran. Andini semakin panik, ia mencoba berontak untuk mencegah perkelahian itu tapi Cengkraman Daren sangat kuat.
"Sial! Bisakah kau diam?" teriak Daren kesal, membuat Andini semakin frustasi.
'Ya Tuhan, bagaimana bisa 3 lawan 1?' Batin Andini gusar.