webnovel

Informan Misterius

Malam itu disebuah gedung tua yang sudah lama tidak digunakan, tampak bayangan seorang pria berjalan dengan langkah cepat, ia mengenakan jaket hodie berwarna hitam. Sesekali ia menoleh kebelakang untuk memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mengikutinya.

Tepat di salah satu bagian gedung tua itu, ia melihat sebuah meja kecil yang sepertinya sengaja diletakan disana. Diatasnya terdapat sebuah amplop coklat yang entah apa isinya. Sosok itu kemudian perlahan membuka hodie penutup kepala yang sedari tadi menutupi bagian kepalanya dengan rapat. Rupanya sosok itu adalah Gibran, dengan cepat ia mengambil amplop itu.

Gibran sedikit ragu untuk membukanya, namun rasa penasaran membuatnya ingin segera melihat isi amplop. Didapatinya sebuah foto yang tidak asing didalamnya, ia bisa mengenal jelas sosok di foto itu.

"Andini?" Gibran tanpa sadar menyebut nama Andini. Terdengar derap langkah pelan yang perlahan mendekat ke arahnya, mendengar suara itu Gibran berniat untuk berbalik dan melihat siapakah sosok yang berjalan mendekat ke arahnya.

"Jangan berbalik." Sebuah suara terdengar memberi perintah padanya, ia pernah mendengar suara ini sebelumnya.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Gibran, ia menuruti permintaan si pemilik suara untuk tidak berbalik.

"Apa kau mengenal sosok difoto itu?" Ia balik bertanya dan mengabaikan pertanyaan Gibran tentang siapa dirinya.

"Tentu saja aku mengenalnya. Aku mengenalnya dengan sangat baik." Gibran menatap foto itu cukup lama, seolah ada yang berkecamuk didalam hatinya.

"Sepertinya dia berhasil memikat hati Vino saat ini, jika kau biarkan mungkin Vino akan mulai mendekati wanita itu lagi. Tentu saja, manusia tidak akan mudah berubah." ungkapnya kepada Gibran.

Gibran tersentak, tapi kemudian ia bisa melihat perlakuan sang ayah kepada Andini dibeberapa pertemuan mereka. Terlihat memang Vino menyimpan ketertarikan tersendiri kepada Andini.

"Jadi kau menyuruhku datang kesini hanya untuk memberitahukanku soal ini?" Gibran terlihat tidak senang dengan kabar itu, tapi syukurlah dia mengetahui niat ayahnya lebih awal.

Pria itu tidak menjawab dan justru berbalik pergi, suara langkahnya membuat Gibran bisa tau bahwa pria itu akan segera pergi.

"Kenapa?" Suara Gibran kali ini menghentikan langkahnya. "Kenapa kau memberitahukanku mengenai hal ini? Bahkan saat itu— saat itupun kau yang memberikan informasi mengenai selingkuhan ayahku yang bernama Kiran. Apa tujuanmu sebenarnya?" imbuh Gibran dengan nada suara kebingungan. Dirinya benar-benar ingin berbalik dan melihat langsung wajah pria itu namun tidak bisa.

Tapi seolah tidak mengindahkan pertanyaan Gibran, pria itu kembali melangkahkan kakinya. Gibran hanya bisa menatap foto Andini dengan tatapan gusar, dia sangat bersyukur saat mengetahui bahwa Andini bukanlah selingkuhan ayahnya. Namun fakta bahwa kini ayahnya mulai tertarik pada Andini membuat hatinya tidak senang.

"Sampai kapan dia akan terus bermain dengan wanita diluar sana? Apa dia benar-benar sudah lupa bahwa ada istri yang kini membutuhknnya untuk bisa sembuh?" gumam Gibran dengan suara penuh amarah juga kebencian.

**

Gibran duduk diam di gazebo yang terletak dipinggir lapangan basket, tampak Miko tengah asyik bermain basket bersama dengan beberapa temannya. Selang beberapa waktu, Miko mengakhiri permainannya dan melangkah mendekati Gibran.

"Wooyy, ngelamun aja." tegurnya mengagetkan Gibran. Miko kini duduk tepat Disampingnya.

"Mik." Panggilnya dengan tatapan masih lurus kedepan, entah apa yang tengah ditatapnya saat ini.

"Hmm.." Miko menyahut sembari menenggak air minumnya.

"Aku pernah cerita kan soal ayahku yang selingkuh?" Pertanyaan Gibran membuat Miko yang tadinya terlihat duduk santai sambil meregangkan kakinya yang pegal langsung memperbaiki posisi duduknya, kali ini ia menatap Gibran dengan serius.

"Ada apa lagi? Apa ayahmu berulah lagi?" pertanyaan Miko seolah paham dengan arah pembicaraan Gibran.

"Waktu itu, aku sempat mengira Andini adalah selingkuhan ayahku."

"Haaa? Gimana? gimana?" Miko sepertinya kaget mendengar perkataan Gibran, Gibran memang belum cerita sedetail itu kepadanya.

"Saat itu aku mencoba menjebak wanita yang katanya menjalin hubungan dengan ayahku, aku berniat memberikannya pelajaran. Dan saat itu yang datang menemuiku adalah Andini." Gibran mulai menceritakan semuanya.

"Ohh shit! Pantas saja kau selalu memanggilnya dengan sebutan pelakor. Apa dia benar selingkuhan om Vino?" tanya Miko dengan ekspresi seolah tidak percaya.

"Bukan, dia hanya datang untuk menggantikan sahabatnya yang adalah selingkuhan ayahku. Katanya sahabatnya yang bernama Kiran itu memang sudah berniat menjauhi ayahku karena sebelumnya dia tidak tau bahwa ayahku adalah pria beristri."

"Huhhh, syukurlah. Aku sampai jantungan mendengarnya, mana mungkin orang seperti bu Andini berbuat seperti itu." Miko menghela napas, seolah lega mendengar penjelasan detail dari Gibran.

"Tapi yang sekarang jadi masalah—" Gibran menghentikan ucapannya, membuat Miko semakin penasaran dan mendekatkan wajahnya ke arah Gibran.

"Masalah apa?" tanyanya penasaran.

"Sepertinya ayahku justru mulai tertarik dengan Andini." Kata Gibran sembari menoleh ke arah Miko, dia menatap mata Miko dengan tatapan gusar.

"What the—, gila om Vino! Masa sih sahabat mantannya juga mau didekatinya?" Miko geleng-geleng kepala membayangkan kegilaan Vino.

"Sekarang gimana ya Mik? Apa aku diam saja?" Gibran meminta pendapat Miko, Miko tertegun karena tidak biasanya Gibran meminta saran darinya. Itu artinya dia benar-benar bingung dengan masalah ini.

"Hmm, sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Belum tentu bu Andini mau dengan ayahmu. Bu Andini tidak terlihat seperti perempuan yang mudah untuk ditaklukkan." Sergah Miko, ia memang menilai Andini demikian adanya.

"Tapi tetap saja, ayahku adalah orang yang akan berusaha keras untuk mendapatkan apa yang diinginkannya." Gibran terlihat tidak tenang sedikitpun, membayangkan bagaimana jika Andini kemudian benar-benar tergoda dengan ayahnya sebagaimana perempuan-perempuan diluar sana yang tergiur akan wajah dan harta Vino.

"Padahal aku berniat ingin membuat ayahku jera, tapi rupanya dia justru semakin lupa daratan." Imbuhnya.

Miko terdiam ia lalu meremas pundak Gibran seolah tengah memberikan semangat untuk sahabatnya itu, masalah ini begitu sulit membuatnya tidak bisa memberikan solusi untuk Gibran. Dia hanya bisa meyakinkan Gibran bahwa Andini mungkin tidak akan mudah menerima Vino. Gibran hanya tertunduk lesu, kepalanya hampir pecah memikirkan semua ini.

Malam itu Gibran pulang terlambat, ia sengaja memilih untuk berlatih lebih lama hari ini karena sebelumnya dirinya tidak bisa fokus latihan basket bahkan sejak sore tadi. Perlahan ia berjalan memasuki rumahnya yang selalu sepi, perutnya terus saja menabuh gendang pertanda lapar mulai mendera. Ia berjalan ke arah belakang dapur tempat para pembantu dan pekerja berkumpul. Ia berniat meminta bi Lestari untuk membuatkannya nasi goreng kesukaannya.

'Apa? Jadi selama ini kalian berdua pacaran dibelakangku?'

'Maaf ayah, aku lebih dulu memilikinya bahkan sebelum ayah mengenalnya. Kami berdua saling mencintai. Aku tidak akan mundur bahkan jika sainganku adalah ayah."

'Dasar anak kurang ajar! Bisa-bisanya kau mendekatinya! Dia adalah wanita yang akan aku jadikan ibumu. Sadarlah!'

Terlihat Bi Lestari tengah menonton sinetron kesukaannya didepan TV. Ia terlihat asyik mengomentari jalan cerita film itu.

"Hiii, dasar tua-tua keladi. Siapa suruh tukang selingkuh! Rasain selingkuhanmu justru jatuh cinta sama anakmu!" suara bi Lestari menggema di ruangan itu.

Gibran menatap layar TV dengan wajah serius, ia tidak pernah tau ada sinetron seperti itu. Ia bahkan hampir tidak pernah menonton TV yang ada dikamarnya.

"Ehh den Gibran, ada apa den? Mau bibi masakan sesuatu? Pasti lapar yah habis latihan basket." Seru Bi Lestari ketika menyadari keberadaan Gibran dibelakangnya.

"Tidak bi, Aku nggak lapar. Aku balik kekamar yah bi." Kata Gibran dan langsung berbalik pergi, bi Lestari hanya menatapnya heran.

Gibran setengah berlari kekamarnya, sampai dikamarnya ia langsung mengunci pintu kamarnya. Gibran lalu mengambil foto Andini yang Kemaren didapatnya dari informan misterius. Ditatapnya foto itu dengan ekspresi serius.

"Mungkin cara itu bisa dicoba." Gumam Gibran sembari terus menatap foto Andini.