Restaurant Kota M
Kalimat menginterupsi membuat keduanya segera melihat ke samping, di mana ada seorang pelayan yang membawa tray berisi makanan pesanan. Terpaksa Via pun menelan lagi ucapan, mempersilakan si pelayan untuk menyusun pesanan di atas meja.
Tidak butuh lama bagi si pelayan untuk menyusun makanan, kemudian meninggalkan keduanya kembali dengan Aliysia yang segera bersiap memegang pisau dan garpu. Sehingga Vian pun memilih untuk mengurungkan niat bertanya dan mengikutinya, dengan memegang garpu juga pisau bersiap untuk menyantap makan malam.
"Aku kenapa, Vian?"
Vian kira Aliysia tidak memikirkan apa yang belum selesai dikatakannya, tapi ternyata tidak dan kini justru menatap penasaran ketika ia kembali menatap si wanita. Namun, ia memutuskan mengurungkan niatnya bertanya dan menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Tidak jadi, makan saja salmonmu," jawab Vian, dibuat kembali bingung ketika melihat wajah itu diperlihatkan lagi.
Wajah kesal dan paduan dengan ekspresi lainnya, ia sampai bingung.
"O…"
Sebenarnya ada apa dengannya, lanjutnya dalam hati, penasaran.
Akhirnya keduanya makan dengan suasana berbeda malam ini, bukan hanya karena tempat melainkan karena ekpsresi yang diperlihatkan Aliyisa.
Entah kenapa, Vian merasa aneh dengan keheningan yang tercipta, membuatnya semakin merasa bersalah saja, meski tidak tahu di mana letak kesalahannya.
Disaat keduanya sedang menikmati makanan dalam hening, tiba-tiba seseorang berdiri di antara keduanya dan membuat Vian melirik melalui ekor mata ke arah samping, di mana ada seorang wanita berdiri dengan tangan bersedekap.
"Vian, sudah punya gandengan lagi? Cepat sekali ya," ledek si wanita, menatap mencemooh saat melihat tatapan dari salah satunya, dari Aliysia tepatnya. "Oh! Jelas iya dong yah. Nanti juga dicampakan, apalagi kalau sudah fokus dengan pekerjaannya. Duh, sudah tidak heran," lanjutnya, ketika seseorang yang dituju sama sekali belum menanggapinya.
Vian membawa tatapannya ke depan, memperhatikan saat Aliysia yang hanya menatap si wanita tanpa minat dan kembali menikmati makanan, membuatnya menggeleng akan sikap cuek si bocah.
Namun, tahu jika tidak segera dibereskan maka wanita yang tiba-tiba datang menggangu tidak akan pergi. Vian memutuskan untuk menanggapi, meski dengan gumaman tidak peduli dan justru kembali menikmati makanannya.
"Hn."
Sontak si wanita yang merasa dicueki Vian meradang, ia menghentakan kaki kesal dengan wajah merah padam, tidak tahu saja jika itu membuat Aliysia yang awalnya tidak peduli menjadi risih.
Ya, ia sampai menghentikan kegiatan makan, meletakan garpu dan pisaunya kemudian menatap si wanita yang masih berdiri di tempat tanpa pergi, meski penolakan jelas sudah diberikan.
"Maaf ya, anda ini siapa?" tanya Aliysia dengan nada tenang, membuat Vian yang mendengar nada tersebut menatap aneh.
Ia kira si bocah akan memaki wanita atau minimal menyembur kesal, karena yang diketahuinya jika perasaan hati Aliysia saat ini sedang tidak menentu. Namun tidak, justru lebih tenang ketika bertanya dengan mantannya yang dulu putus di café.
Benar sekali.
Wanita yang ada di antara keduanya adalah sang mantan, yang membuat apartemennya berantakan di hari putus.
"Tidak perlu tahu, yang jelas aku bukan siapa-siapanya," jawab si mantan—Nindita sambil mengulas seringai mengejek ke arah Vian yang justru masih santai mengunyah, membuatnya kesal berkali lipat.
"Bukan siapa-siapa kok menganggu. Tidak tahu adab sopan santun ya? Kami sedang menikmati makan kami, kenapa menggangu seperti ini?"
Woah! Vian bersiul takjub dengan jawaban berkelas yang dilontarkan oleh Aliysia.
Biasanya, si bocah akan menghadapi lawannya dengan bar-bar, ini berdasarkan ingatannya setelah mengamati selama tinggal bersama. Ia ingat jelas, ketika itu ada orang yang menyerobot antrean, saat ingin membayar barang-barang yang dibeli di mall tempo lalu, tepatnya di kali kedua keduanya belanja.
Namun apa, saat ini Aliysia menjelma menjadi sosok yang lebih berkarisma.
Aku rasa benar, si bocah punya kepribadian ganda, batin Vian ngaco.
"Kamu berani ya, baru juga-
"Pelayan! Tolong usir wanita ini, kami merasa terganggu. Di mana keamanan? Kenapa membiarkan pelanggannya merasa tidak nyaman seperti ini."
Ya Tuhan! Vian hampir saja terkekeh, ketika menyaksikan sendiri bagaimana saat Aliysia menyela ucapan Nindita yang saat ini wajahnya memerah malu.
Lihat! Bahkan orang-orang di sekitar melihat ke arah meja tempat mereka berdebar dan berbisik tentang kelakuan si wanita berdiri, Nindita tepatnya.
Vian pribadi sebenarnya malu dengan kejadian ini. Namun, ketika melihat sisi lain dari Aliysia yang seperti ini, ia jadi sedikit tertantang dengan apa yang disembunyikan oleh seorang Aliysia.
Ia meyakini dalam hati, jika sebenarnya masih banyak keunikan dan rahasia yang disembunyikan oleh Aliysia.
Tidak lama kemudian tamapka seorang pelayan datang dan meminta baik-baik untuk Nindita meninggalkan meja.
Namun Nindita tetap lah Nindita, ia tetap berdiri tegak dan menghunuskan tatapan kesal kepada Aliysia. Bahkan, dengan dagu terangkat meninggalkan meja, setelah melempar ancaman kepada Aliysia yang justru hanya menampilkan wajah tidak peduli.
Wajah tidak peduli, bukan wajah meledek seperti yang biasa ditampilkan jika habis melawan seseorang atau Vian sekalipun.
Sungguh, ia semakin penasaran dan tanpa disadari olehnya ia semakin ingin mengenal si bocah lebih dalam.
Keduanya kembali menikmati makanan dengan hening, seperti tidak terjadi apa-apa, padahal jelas makan malam sempat terganggu karena gangguan mantan.
Ini pertama kalinya Vian bertemu mantan yang sialnya menyebalkan seperti Nindita. Biasanya meskipun bertemu, ia dan para mantan jutsru akan lewat begitu saja dengan wajah malu-malu saat bersitatap dengannya.
Namun ini tidak berlaku terhadap Nindita, wanita itu justru meledek dengan cibiran yang terdengar sekali ada rasa kesal terselip.
Menyebalkan, tapi sayang Vian tidak bisa melawan wanita. Ia tidak ingin dicap laki-laki sialan seperti uacapan si wanita sebelum keduanya berpisah dulu.
"Apa?" tanya Aliysia jutek, mendelik pula meski mulutnya mengunyah santai.
Vian hanya menggeleng dengan senyum tipis, sepertinya Aliysia sadar jika di perhatikan dari awal, kemudian ia mengulurkan tangan ke arahnya yang tiba-tiba terdiam,
"Tidak ada apa-apa, tapi ada sedikit noda di sini," gumam Vian, seraya mengusap sudut bibir Aliysia dengan ibu jari dan membawa sisa noda untuk masuk ke mulutku sendiri. "Sudah bersih," lanjutnya santai, tapi cukup membuat si bocah yang mendapatkan perhatian diam dengan bola mata melebar.
"Cepat habiskan!"
Dan dengan eskpresi lempeng, Vian kembali melanjutkan perkataannya tanpa peduli dengan Aliysia yang terdiam dan menatap dengan pandangan yang sulit diartikan.
Lucu sekali, apalagi ada sapuan merah di kedua pipi yang tampak manis bagi Vian.
Sepertinya Aliysia sedang bingung dengan apa yang terjadi. Namun sayang, Vian masih tidak peduli, anggap saja ini balasan si bocah sudah memasang wajah jutek dari awal keberangkatan.
Padahal, ia kira makan malam akan berbeda karena kesunyian, tapi ternyata salah. Justru makan malam kali ini lebih seru, karena Vian bisa melihat hal lain dari Aliysia, dimana kini terlihat sapuan merah yang tiba-tiba saja menyebar di pipi.
Merah kenapa itu? Apakah Aliysia sedang malu?
Bersambung.