webnovel

Menghilangkan Rasa Canggung

(POV Jui)

Apa kau pernah merasa canggung? Merasa canggung karena kamu sedang berduaan dengan temanmu yang belum akrab? Kamu bingung mau ngobrol apa, tapi kalau diem aja rasanya gak enak. Dalam kondisi seperti itu, kamu merasa lebih baik sendirian saja daripada berduaan dengan temanmu yang belum akrab itu. Pernahkan kamu merasakannya?

Kalau aku perhatikan, rasanya ada beberapa murid yang memang belum akrab sama sekali. Salah satunya Ota dan Maggiana. Selama empat bulan aku mengandung, eh... mengajar. Aku belum pernah melihat Ota dan Maggiana mengobrol. Kalaupun mengobrol, pastinya ada orang lain yang sedang bersama mereka. Secara tidak sadar, komunikasi di antara mereka berdua sangatlah kurang.

Pagi ini, Ota dan Maggiana sedang berada di ruang kantor. Mereka berdua terlambat masuk. Semester ini, Maggiana sudah tujuh kali terlambat sekolah, alasannya sama: Karena sepedanya ambruk. Ota lebih parah, dia sudah terlambat sepuluh kali, alasannya sama pula: Karena kakeknya meninggal.

Sepuluh kali kakek Ota meninggal, ada berapa sih kakeknya Ota?

"Kalian tunggu di ruangan ini sampai jam istirahat," ucap guru BK.

Maggiana dan Ota hanya mengangguk saja.

Setelah itu, dapat kamu tebak apa yang mereka lakukan?

Yap! Membuka tas, mengambil handphone dan memainkannya. Entah ada hal yang penting atau tidak, memainkan handphone rasanya sangat wajib ketika sedang menunggu sesuatu. Mungkin biar dikira sibuk. Padahal, yang dibuka cuma SMS dari operator, atau pesan WhatsApp yang tidak begitu penting. Ada juga yang main game di hape untuk menghabiskan waktu selama menunggu. Ah, pokoknya mainin handphone lah biar dikira tidak nganggur.

Sebenarnya, gapapa sih. Itu hal yang wajar, aku pun sering melakukannya. Tapi, sekali-kali cobalah mengobrol dengan orang di sebelahmu—siapa tau dia jodohmu. Kalau sama-sama cewek/cowok mungkin dia temannya jodohmu. Kalau orang yang sudah tua, mungkin dia kakeknya Ota yang kesebelas.

Ya, paling tidak pasti dapat sesuatu lah, entah itu informasi atau sekedar penghilang kebosanan saja.

Pagi ini, sepertinya Ota ingin merubah kebiasaan buruk tersebut. Meski merasa canggung, dia mencoba untuk menghadapinya.

"Maggiana, kenapa kamu suka Akemi?" tanya Ota.

Maggiana yang lagi main handphone langsung mematikannya.

"Hmm... terlalu panjang untuk diceritakan. Kamu juga suka Akemi, kan? Kenapa?" Maggiana balik bertanya.

"Kalau dibilang suka sih kayaknya enggak, aku cuma kagum aja. Meski Akemi orangnya hebat, dia gak sombong. Malah sering bantuin temennya kalo lagi ada masalah," jawab Ota dengan tersenyum.

Mendengar itu, Maggiana seketika antusias.

"Nah... nah... iya betul. Itulah maksudku, Akemi itu sangat cantik dan imut. Aku ingin menculiknya dan membawanya pulang. Kemudian diajak mandi dan tidur bersama. Ah, rasanya pasti sangat menyenangkan kalau itu benar-benar terjadi." Maggiana antusias.

"Waduh... rasa suka Maggiana pada Akemi benar-benar berbeda level dengan milik Ota. Dia benar-benar maniak kalau soal Akemi," pikirku yang sedang menguping percakapan mereka dari dekat.

Seketika mereka membisu lagi.

Kali ini, Maggiana yang memulai percakapan.

"Ngomong-ngomong kamu ikut ekskul apa?" tanya Maggiana.

"Aku ikut ekskul memasak," jawab Ota, singkat.

"Memasak? Wah, masakanmu berarti enak dong!?"

"Kamu bisa coba masakanku sendiri. Aku jadi koki paruh waktu di Kedai Kakekku. Kedai yang dekat Kusakawa Hospital itu, loh."

"Oh, jadi kamu kerja sambilan di sana? Itu kan dekat kosan Lullin sama Shino, aku emang belum pernah ke sana sih. Bolehlah, kapan-kapan aku mampir. Kasih diskon, ya!"

"Gampaaang!"

Semenjak percakapan itu, kedai Ota jadi ramai pengunjung. Kedainya Ota jadi tempat nongkrong anak-anak Kelas 1-F. Aku pun jadi sering berkunjung ke sana. Untunglah Ota menceritakannya pada Maggiana.

Kejadian di atas murni sebuah kebetulan, tapi apa salahnya mencoba mengakrabkan diri dengan orang di sebelahmu? Meski orang yang sudah tua, cobalah kamu mengajaknya ngobrol. Siapa tahu dia kakeknya Ota yang kedua belas.