webnovel

Suaramu Mengalun Lewat Mimpiku

Adalyn Zada adalah gadis sederhana yang magang di sebuah kantor pemerintah. Suatu waktu dia menerima warisan sebuah alat musik petik yang membawanya ke zaman 1000 tahun sebelumnya melalui mimpi. Di tempat lain, seorang Tuan Muda anak sang wali kota juga mengalami mimpi yang sama. Hingga suatu hari mereka terlempar ke masa yang ada dalam mimpi mereka secara nyata. Keduanya melakukan petualangan bersama untuk memecahkan sebuah rahasia yang berhubungan dengan takdir mereka. Sebuah takdir cinta yang pahit. Apakah mereka bisa menemukan takdir rahasia tersebut?

AeRi_purplish · Fantasy
Not enough ratings
13 Chs

Warisan Yang Tidak Biasa (bag.2)

🍁🍁🍁

Waktu pulang kantor hampir tiba saat Jun, Oza dan Adalyn keluar dari ruang rapat. Wajah ketiganya dihiasi gurat lelah terutama Adalyn yang tidak sempat makan siang. Gadis magang itu seakan tidak kuat lagi menyeret kakinya menuju halte bus. Dengan lunglai, dia bersandar di kursi halte berusaha menahan pikirannya agar tetap sadar dan tidak tertidur lagi.

Suara klakson mobil memekakkan telinga. Saat menoleh ke sumber suara, Oza tampak sedang duduk di belakang kemudi. Sedangkan Jun duduk di kursi belakang dengan posisi menyandarkan tubuhnya serta memejamkan mata.

"Adalyn, lagi menunggu bus?" Oza sedang berusaha beramah tamah dengan si gadis magang.

"Iya, Pak." Adalyn membalas ramah tamah itu seraya mengangguk sopan.

"Perlu diantar?" tawar Oza.

Sebenarnya Adalyn ingin menerima tawaran itu karena dia merasa benar-benar tidak punya tenaga lagi untuk berdesak-desakkan di bus. Jam pulang kantor di akhir pekan benar-benar melelahkan karena bus akan penuh sesak.

Namun mobil itu adalah mobil Jun. Meski Oza berbaik hati menawarkan tumpangan tapi dia hanya asisten sang bos. Dan lagi, gelagat sang bos saat ini seperti tidak ingin diganggu bahkan tidak ikut menawarkan kebaikan. Adalyn ragu.

"Adalyn, bagaimana?" tanya Oza kembali membuyarkan lamunan Adalyn.

"Tidak usah, Pak. Saya naik bus saja," tolak Adalyn sopan.

"Yakin, masih kuat menunggu bus?" Oza belum menyerah. Adalyn segera mengangguk meyakinkan.

Tak lama Jun membuka matanya mendengar acara tawar menawar antara asistennya dan si gadis magang yang tak kunjung usai.

"Apakah kalian akan tetap seperti itu sampai besok. Jika gadis itu ingin menunggu bus sampai besok, biarkan saja." Suara tajam sang bos membuat kedua bawahan itu terhenyak. Oza segera memberi kode pada Adalyn untuk masuk ke mobil.

Dengan ragu Adalyn membuka pintu dan menempatkan tubuhnya perlahan ke atas kursi penumpang di samping Oza. Sang asisten lalu melajukan mobil ke alamat yang disebutkan Adalyn.

Suasana dalam mobil hening. Hanya suara mesin yang menderu mengisi kekosongan hampa suara di antara mereka. Masing-masing sibuk dengan pikirannya.

"Akhir pekan besok ... kamu mau ngapain?" Akhirnya pertanyaan Oza memecah keheningan itu.

"Saya, Pak?" tanya Adalyn.

"Hmm ...," gumam Oza.

"Besok mau liburan ke kampung nenek bersama keluarga, Pak,"

"Dimana?"

"Di desa Tujuh Puri." Dahi Oza berkerut mendengar nama desa yang disebutkan Adalyn.

"Apakah di sana benar-benar ada tujuh puri?" tanya Oza dengan mimik penasaran.

"Dulu ada tujuh tapi kini hanya tinggal tiga tersisa. Puri itu adalah hadiah Raja Alayn untuk salah satu selirnya," terang Adalyn

Sedangkan Jun di kursi belakang samar menyimak percakapan mereka dengan mata tertutup.

"Raja Alayn? Mengapa nama raja itu terdengar mirip dengan namamu?" ucap Oza terbahak. Adalyn hanya menanggapi dengan senyum masam.

"Raja itu pasti sangat mencintai selirnya hingga dia membuatkan tujuh puri untuknya. Apakah selirnya cantik?" Oza semakin bersemangat memancing Adalyn bercerita

"Tentu saja. Konon selir itu sangat cantik. Rambutnya panjang dan dia sangat pandai bermain musik. Suaranya juga indah dan merdu. Oh, selir itu juga sering berbaju merah." Adalyn terus melanjutkan ceritanya. Sementara Oza terus terbahak karena merasa si gadis magang sangat pandai mengarang sebuah cerita.

Mereka tak menyadari bahwa Jun sudah membuka matanya dan ikut menyimak percakapan mereka dengan serius.

"Lalu, siapa nama selir itu?" tanya Oza lagi tanpa melepaskan pandangannya ke depan.

"Myria."

"Myria ... "

Adalyn dan Jun menjawab secara bersamaan. Oza dan Adalyn terkejut mendengar gumaman sang bos dan refleks mereka menoleh ke belakang.

"Bos, apakah Anda juga tahu dongeng Tujuh Puri itu?" tanya Oza penasaran.

"Tidak," jawab Jun singkat dan datar. Dia kembali memejamkan matanya.

"Adalyn, dari mana kamu dengar dongeng itu?" beralih bertanya pada gadis di sebelahnya.

"Itu bukan sekedar dongeng. Tapi itu cerita warisan," tutur Adalyn.

"Maksudnya?" Dahi Oza kembali berkerut.

"Itu adalah cerita warisan yang diceritakan turun temurun oleh keluarga nenekku," jelas Adalyn.

"Wow! Warisan yang tidak biasa," seru Oza berdecak kagum.

"Suatu saat aku ingin mendengar cerita warisan yang lainnya."

"Tidak sembarang orang bisa mendengar cerita warisan. Hanya keturunan keluarga saja."

"Benarkah? Jika nanti aku menjadi keluargamu, apakah aku boleh mendengar cerita lainnya?" tanya Oza dengan senyum mengembang. Dia melirik gadis berambut pendek sebahu dengan wajah nan manis berhias lesung pipi di sampingnya.

"Maksudnya?" Kini Adalyn yang mengernyitkan dahi.

Jun mendehem dari belakang. Oza langsung mengatupkan mulutnya menyadari sang bos mendengar ucapannya pada sang gadis magang.

"Oh ... sudah sampai," seru Oza seraya menepikan mobil di depan rumah Adalyn. Adalyn turun dan tak lupa mengucapkan terima kasih.

Mobil kembali melaju membelah kegelapan malam membawa sepenggal cerita warisan dalam benak Jun maupun Oza. Keduanya memikirkan cerita itu dengan sudut pandang berbeda.

🍁🍁🍁

Senyum Nenek Mydita mengembang lebar saat menyambut anak, menantu, dan kedua cucunya yang baru tiba.

"Neneeeekk ...!" seru Adalyn dan Yol serempak seraya menghambur ke pelukan wanita tua itu.

"Wah, cucu-cucu Nenek sudah besar semua," pinta Nenek Mydita.

"Ibu," sapa Tuan Liang dan istrinya lalu mencium tangan sang ibu dengan takzim.

"Kalian pasti lelah. Ayo masuk dulu." Nenek Mydita menggiring kedua cucunya ke ruang keluarga dimana telah terhidang berbagai macam camilan kesukaan mereka.

Kehangatan melingkupi rumah tua yang sering tampak sepi itu. Mereka bercengkerama sambil berbagi cerita seru dan lucu. Saat waktu makan siang mereka menikmati berbagai makanan lezat buatan sang nenek. Keluarga itu tampak sangat bahagia.

Selepas makan malam, Tuan Liang dan istrinya serta Yol berkumpul di depan TV menikmati teh hangat. Adalyn yang baru selesai membersihkan peralatan makan malam diajak oleh nenek ke lantai dua.

"Ada apa, Nek," tanya Adalyn.

"Ada yang ingin Nenek bicarakan padamu, Nak. Ayo ikut!" pinta Nenek Mydita lalu melangkah ke sebuah ruangan. Adalyn mengikuti nenek ke ruang penyimpanan.

Setelah ruangan itu terang benderang, Adalyn langsung takjub melihat isi ruangan yang begitu bersih terawat. Ada banyak benda unik dan antik yang jarang dia lihat. Bahkan hanya pernah dilihat di museum saat dia berwisata bersama teman-temannya di sekolah menengah.

"Ruang apa ini, Nek?" tanya Adalyn masih mengamati satu persatu benda-benda di sana.

"Ruang penyimpanan benda-benda warisan leluhur keluarga kita." Nenek Mydita mengambil sesuatu dari lemari kaca di sudut. "Ada sesuatu yang akan Nenek sampaikan dan berikan padamu, Nak," lanjutnya. Dia duduk bersimpuh di depan sebuah meja kecil dan meletakkan sesuatu di atasnya.

"Apa ini?" tanya Adalyn yang telah duduk di hadapan neneknya.

Sejenak Nenek Mydita mengelus benda itu hati-hati lalu memandang wajah Adalyn dengan serius.

"Ini adalah Guzheng. Apakah kamu tahu apa ini?" tutur wanita tua itu.

Tentu saja Adalyn tahu itu. Di sekolah menengah, dia sangat menyukai pelajaran Sejarah dan Seni. Dan beberapa kali dia melihat orang memainkan alat musik itu di festival.

"Ini adalah warisan keluarga kita," kata nenek kemudian.

"Hah???" Adalyn terperangah. Sebuah warisan lagi. Memangnya ada berapa banyak warisan dalam keluarganya. Mengapa semua hal-hal aneh. Mengapa bukan sebuah perusahaan atau deposit uang dalam jumlah besar? Adalyn hanya meringis memikirkan itu.

"Sudah saatnya kamu mewarisi Guzheng ini?" kata Nenek Mydita.

"Mengapa harus aku, Nek?" tanya gadis itu.

"Karena kamu adalah keturunan perempuan terakhir dari Klan Meygu. Klan nenek moyang kita."

Astaga. Cerita apa ini? Klan apa itu? Apakah itu sebuah organisasi gelap semacam Yakuza? Mafia kah???

Pikiran Adalyn seketika berputar berat memikirkan rahasia apa yang terpendam dari masa lalu keluarganya.

Bersambung ...

🍁🍁🍁

Please, jangan lupa batu kuasanya ya hehehe