webnovel

01. Hadiah Pernikahan

"Dek, ayuk sudah siapkan, berangkat sekarang saja takutnya jalanan macet kalau sudah siang!" ajaknya kepada Rahayu istrinya yang masih mengaitkan bros pita pada jilbab panjang satu-satunya pemberian Rizki pada saat ulang tahun pernikahannya dua tahun lalu.

"Sebentar Bang," teriaknya yang sudah selesai memakai bros pita itu.

"Terus kado apa yang Adek bungkus?" tanya Rizki suaminya.

"Bang, atau kita nggak usah ke saja aja kali Bang, Ayu takut Abang nanti ...."

"Memang kenapa Adek takut Abang dihina lagi di sana karena kita bawa hadiahnya cuma gelas satu set yang murah harganya," jawabnya tersenyum.

"Kok Abang tahu hadiahnya itu?" tanya Ayu penasaran.

"Ya iyalah abang ini "kan paranormal, lagian hanya itu yang mampu kita beli, maaf ya Dek, uang Abang belum cukup mau beli yang lain," jawab Bang Rizki dengan muka ditekuk.

"Bang, sebagus apa pun kalau niatnya jelek hanya pamer buat apa, tidak menjadi berkah, hanya ini saja yang kita mampu tetapi ikhlas kita memberinya, terserah dia mau apakan barang ini yang penting kita bawa hadiah pernikahan buat sepupuku itu," jelas Ayu yang menenangkan hati suaminya yang merasa bersalah.

"Iya, Dek kamu benar, duh tambah sayang deh sama kamu, muach ..." jawab Rizki sambil mencium pucuk kening istrinya.

"Ih Abang, malu tau dilihat!"

"Nggak ada orang kok, lagian sama istri sendiri lain kalau istri orang lain baru itu," goda suaminya.

"Weh so sweet benar kayanya, serasa dunia milik berdua ya, yang lain pada ngontrak, hahaha ...." tawa Bang Doni kakak kandung Ayu yang tiba-tiba datang dari samping rumah.

"Rizki, Rizki kamu itu sudah miskin nggak usah bergaya begituan, kalau tajir melintir nggak apa-apa sih, pasti kadonya yang murahan juga tuh lihat pakaian kamu .... lebih baik kalian di rumah saja malu-malu in datang ke gedung."

"Eh dengar ya di sana itu banyak orang penting yang datang, kamu pakai sendal begituan, kita di sana kebanyakan pakai sepatu, pakaian batik atau jas, lah kamu pakai kaos berkerah tapi ya Allah sudah pudar lagi warnanya," ejek Bang Doni.

"Terus kenapa Bang, suka-suka kita lah, syirik ya?" ejek Rahayu.

"Aku syirik sama kamu yang miskin, nggak salah tuh, di mana-mana kalau mau syirik sama yang kaya bukan dengan yang miskin, Ayu-ayu kamu nikah sama orang ini otakmu tambah gesrek alias nggak waras," jawab Bang Doni dengan emosi.

"Lah tuh buktinya apa ngerecokin kita terus kerjaannya, urus punya Abang sendiri lagian aku nggak minta makan dari Abang ‘kan?" jawab Ayu dengan santai.

"Dasar kamu, sudah berani dengan Abangmu sendiri, siapa yang ngajarin kamu kaya gitu, nggak sopan tahu!" hardik Bang Doni.

"Ya elah Bang, maaf deh habis Abang mulai duluan, makanya jangan kepo sama kehidupan orang lain, sok menghina, merendahkan itu namanya apa, sedangkan orang tua kita dulu juga miskin, sekarang miskin lagi gara-gara kalian iya’ kan?"

"Bang Doni kembali diam, karena apa yang dikatakan Ayu ada benarnya juga, karena ketiga anak laki-lakinya lah Pak Sugimin ayah mereka menjadi bangkrut.

"Kenapa Bang, pagi-pagi sudah ribut di sini, bukannya bantuin ngangkat masukin kado ke dalam mobil malah di sini ngerumpi," ucap Mbak Nisa kakak iparnya Ayu.

"Ini loh saudara eh salah tetangga kita yang miskin ini, kamu nggak lihat tuh mereka baju lusuh dan kusam, bawa kado pasti murahan, mau taruh di mana muka kita, punya adik perempuan satu-satunya tapi nikah sama orang miskin," ejek Bang Doni.

"Sudahlah Bang, kalau begitu pinjami saja baju Abang 'kan banyak tuh berjibun di lemari, lebih baik di kasih saja sayang 'kan kalau nggak di pakai ya hitung-hitung sedekah" jawab Mbak Nisa istrinya.

"Enak saja, aku yang beli baru di kasih orang untung di dia rugi di akunya, baju kamu aja yang dikasih kalau aku nggak, sudah ah kalau berdebat sama kamu nggak bisa salah," jawabnya seraya meninggalkan Rizki dan Rahayu yang masih diam terpaku melihat tingkah laku kakak kandungnya sendiri.

Rumah mereka memang bersebelahan antara kaya dan miskin, jika rumah Rizki hanya sebuah rumah petak yang hanya mempunyai satu tempat kamar tidur, beralaskan tripleks tipis tapi masih bisa untuk tempat berteduh mereka sedangkan kakak kandungnya Doni mempunyai rumah yang sangat besar mempunyai lima tempat kamar tidur yang luas bahkan jika ada keluarga sanak famili menginap dari luar kota maka tempat Bang Donilah yang menjadi tempat persinggahan yang enak.

Rumah yang di tempati oleh Rizki dan Ayu adalah pemberian Bapaknya Ayu sebagai hadiah pernikahan mereka.

Maklum Bapak Sugimin dulu adalah orang kaya juragan sembako, namun karena banyak persaingan usahanya pun gulung tikar ditambah lagi ke tiga anaknya laki-laki waktu dulu selalu hidup hura-hura tanpa memikirkan pekerjaan atau sekedar membantu Bapaknya di warung.

Hanya satu anak laki-lakinya yang tidak begitu mempermasalahkan pernikahan Ayu adik paling kecil dan satu-satunya perempuan yang akan dipersunting oleh penjaga warung nasi kala itu.

"Maafkan sikap Bang Doni ya, Yu," ucap Mba Nisa yang tak tega melihat Ayu yang sudah berlinang air matanya.

"Ih Ayu, gitu aja nangis, mana Ayu yang Mbak kenal pertama kali datang ke sini, kamu itu kuat, kamu mandiri, bahkan lebih wonder woman deh dari Mbakmu ini!" jawab Mbak Nisa yang menyemangati Ayu.

"Makasih ya Mbak Nisa, Mbak selalu membela kami walaupun kami tidak memintanya," jawab Ayu.

"Sama-sama, lagian baju yang kalian pakai tidak masalah selama itu masih bersih dan tidak robek sana sini, hahaha ...." jawabnya sambil tertawa.

"Aku pernah diposisi kalian, jadi kuncinya adalah kesabaran dan keikhlasan, jika kamu bisa berjuang dan merintih dari nol menuju sukses kenapa nggak, semua butuh proses."

"Ini, ada baju-bajuku yang nggak dipakai lagi masih baru nggak muat sama Mbak lagi, kalau kamu mau sih, kalau nggak suka kasih tetangga saja ya, Yu," ucapnya sambil menyerahkan bungkusan plastik merah besar ke Ayu.

"Wah makasih banyak ya Mbak, nggak apa-apa Ayu senang banget," sahutnya menerima bungkusan itu.

"Oh ya Yu, di dalam aku ada selipi baju baru khusus buat kamu, jangan ditolak ya," bisiknya di telinga Ayu.

"Makasih ya Mbak Nisa," ucapnya sambil memeluknya.

"Aku balik dulu, nanti si rempong nyariin aku, Assalamualaikum!"

"Walaikumsalam!"

Setelah drama di pagi hari telah selesai, mereka pun bergegas pergi ke acara itu dengan menggunakan motor butut kesayangannya itu.

Memang keluarga kedua mempelai sepakat menggelar acara pernikahannya di gedung istimewa dan mewah dengan biaya yang fantastis.

Bahkan mereka menggunakan jasa kateringan, jadi tidak lagi memasak yang melibatkan seluruh anggota keluarga katanya supaya praktis.

Tibalah mereka di gedung super mewah itu, dengan tatanan elegan yang cantik duduk bersanding sang mempelai, yang tidak lain adakah Lia sepupunya Rahayu anak dari Pakde Sukirman kakak kandung dari Pak Sugimin.

"Wah tamu kehormatan sudah datang," celetuk Pakde Sukirman yang tiba-tiba datang dari belakang.

"Pasti mau makan gratisan 'kan, secara kamu itu kalangan bawah mana mungkin kamu bisa makan beginian, tapi untung saja sih ada acara beginian, pasti makanya satu sekali, hahaha..." sahutnya lagi dengan sombong.

"Lihat penampilan mereka kampungan banget, malu-maluin keluarga saja,” ucap Pakde Sukirman kepada mereka.

Saat hendak melawan omongan beliau Bang Rizki menahan Ayu, agar tidak usah meladeninya.

"Tuh lihat pergi dianya, pasti hadiahnya itu paling-paling gelas murahan yang beli di pasar, aduh nasibmu punya suami terlalu miskin hanya modal cinta ya begini jadinya."

"Coba lihat anakku cari suami yang kaya jadi nggak malu-malu in keluarga," jelas Bude Sari istrinya Pakde Sukirman.

Bang Rizki hanya mengulas senyum dan tidak marah kepada mereka.

"Maaf Pakde, hanya ini yang bisa kami berikan, yang penting kami ikhlas, lagian jika kita memberi kepada orang lain jangan melihat mahal atau tidak barang tersebut, tetapi nilainya yang bermanfaat atau tidak."

"Maut, jodoh, dan rezeki sudah ada yang mengatur, mungkin kami masih di bawah tapi bisa jadi besok kami yang di atas, hidup ini seperti roda yang berputar, maka dari itu jangan kamu sia-siakan hidup dengan hal-hal yang tidak berguna," jawab Bang Rizki dengan santai yang membuat mereka terdiam dari ocehannya sendiri.