webnovel

Chapter 2 : Perbedaan Argumentasi

Malam itu, saat semua berkumpul dimeja makan, Haris berencana untuk mengatakan kepada ibunya tentang rencana pindah rumah yang sudah dibelinya satu tahun lalu. Maya yang mendengar keputusan Haris merasa senang dan sangat bersyukur jika suaminya akan segera memboyong dirinya ke rumah impian Maya selama ini, rumah dimana mereka berdua akan bisa menghabiskan banyak waktu berdua tanpa memusingkan perkataan sang mertua. Mendengar permintaan anaknya, nyonya Hartini merasa keberatan dengan keinginan anaknya itu, ia beralasan karena Kakak Haris sudah pergi ke Jerman dan menetap disana setelah menikah dan dia ingin Haris tinggal bersamanya lebih lama lagi. Maya mendengar keputusan sang mertua segera mengajukan pertanyaan.

"Bu, kan kita meskipun sudah pindah, kita kan bisa mengunjungi ibu nanti, iya kan Mas?" ucap Maya kepada suaminya.

"Betul Bu, kami berdua akan sesering mungkin datang kesini, kami akan menginap disini setiap akhir pekan, jadi ibu nggak usah khawatir ya? Haris cuma mau rumah itu tidak kosong lagi, kan sayang sudah lama jadi." terang Haris meyakinkan ibu nya.

Nyonya Hartini masih saja tidak bergeming, dia nampak menolak keras keinginan Haris. Baginya keputusan yang benar adalah dengan tetap tinggal di rumah bersamanya. Bahkan tak ingin lagi berdebat, nyonya Hartini langsung saja meninggalkan ruang makan sebelum selesai menyantap makanan malamnya itu.

Haris yang melihat tingkah sang Ibu merasa tidak enak dan serba salah, dia berusaha mengajak ibunya berbicara lagi tapi sang ibu enggan. Haris merasa bersalah sekali, Maya berusaha menenangkan suaminya.

"Sudah Mas, ibu cuma shock mungkin dengan keputusan kita, pasti ibu akan mengerti kok. Aku yakin besok kita bisa bicara sama ibu lagi. Yuk sekarang kita selesaikan makan malam kita, lalu kamu istirahat. Biar aku besok bantu ngomong sama Ibu."

Haris menuruti ucapan istrinya itu dan segera kembali kemeja makan. Meski tanpa selera, Haris tetap melanjutkan makan malam bersama Maya.

***

Keesokan harinya, Maya sudah selesai dengan urusan di dapur, semua keperluan Haris sudah ia persiapkan sejak subuh. Maya juga sudah masak beberapa menu makanan untuk hari itu. Maya mencari Ibu Mertua nya yang ternyata tengah melakukan peregangan otot di halaman depan.

"Bu, ini teh hangat buat ibu, Maya taruh sini ya?." ucap Maya sambil menaruh teh hangat di meja ruang tamu teras rumah.

Tapi ibu mertuanya tidak menjawab apapun, malah menatap Maya dengan kesal. Maya tahu betul jika mertuanya itu masih belum bisa menerima keputusan mereka untuk segera pindah dari sana.

"Maya sudah masak dan beres-beres rumah Bu, jadi ibu nggak usah beres-beres lagi. Maya..."

"Sudahlah, jangan sok baik sama saya, dengar ya... asal kamu tahu, saya yakin kamu sudah meracuni pikiran Haris untuk pergi meninggalkan saya dari sini. Iya kan? dasar perempuan nggak bener, dia itu anak saya! kamu memang istrinya, tapi saya ibu kandungnya! saya yang melahirkan dia dan membesarkan dia sendiri, kamu sudah tahu itu kan?!" seru ibu mertua Maya dengan penuh emosi. Sementara Maya hanya bisa diam, dia tahu betul jika akan seperti itu jadinya, dia yang akan menjadi orang paling disalahkan dirumah.

"Kamu itu harusnya bisa jadi istri yang baik buat anak saya Haris, saya tahu kamu sudah ingin pergi dari sini karena nggak suka sama saya, tapi jangan hasut anak saya buat meninggalkan saya dong!. Benar-benar kelewatan kamu ini!." bentak sang mertua lagi.

Kali ini Maya sudah tidak dapat menahan air matanya, hatinya teramat sakit dengan ucapan yang baru saja dituduhkan sang ibu mertua kepadanya. Namun bukannya merasa simpati kepada menantunya, sang mertua justru tidak perduli, setelah mengungkapkan semua isi hatinya, Nyonya Hartini pergi meninggalkan Maya seorang diri.

Maya hanya bisa duduk sambil menangis diluar, ia tidak pernah habis pikir kenapa sang Mertua begitu tidak suka kepadanya, padahal dulu tidak seperti itu, atau mungkinkah Maya yang belum mengenal lebih dekat ibu mertuanya itu sebelumnya. Namun setelah menikah, ibu mertuanya justru semakin menunjukkan sikap tidak baik kepadanya meski dia sudah berusaha untuk menjadi menantu yang baik. Dengan mengikuti semua keinginan sang ibu mertua, Maya berharap agar dirinya bisa mendapatkan hati ibu Haris suaminya itu.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Haris tiba-tiba dari belakang saat melihat istrinya duduk diluar dan menangis.

Maya tak kuasa menyembunyikan air matanya, ia langsung menghamburkan tubuhnya ke pelukan suaminya itu. Haris nampak bingung melihat istrinya yang menangis seperti itu.

"Kamu kenapa sih? cerita sama aku, kamu ada masalah apa?" tanya Haris penasaran.

"I... ibu Mas... Ibu kamu..." jawab Maya terisak.

"Ibu? kenapa dengan ibu? kamu habis kena marah lagi sama ibu? kenapa sih? sudah jangan menangis, ayo cerita." pinta Harus mencoba menenangkan Maya.

"Ibu kamu Mas, ibu kamu menuduh aku sudah menghasut kamu untuk pindah dari sini..." cerita Maya masih terisak.

"Oh... itu. Kirain kenapa, lagian kamu sendiri yang baper deh, seharusnya nggak usah ambil hati dong, kan ibu memang begitu, kamu dengarkan saja yang beliau bicarakan." papar Haris menanggapi hal yang terjadi kepada Maya.

Maya kecewa, lagi-lagi suaminya justru menganggap apa yang terjadi kepada dirinya itu adalah hal yang biasa, bagaimana bisa suaminya tidak mengerti bagaimana perasaannya selama ini. Menanggapi perkataan ibu nya yang begitu menyakitkan setiap kali berbicara, sungguh Maya yakin bahwa tidak akan ada perempuan manapun yang betah dan nyaman sama sekali untuk mendengarkannya.

"Aku akan berbicara sama ibu lagi nanti, sekarang ayo kita sarapan, ajak ibu juga ya? hapus air matamu. Aku tidak ingin melihat istri ku yang cantik ini menangis pagi-pagi." bujuk Haris membuat Maya segera menghapus air matanya yang sedari tadi menetes.

Maya lalu menuruti perkataan Haris dengan memanggil Ibu Mertuanya di kamar untuk sarapan bersama, Maya mengetuk pintu kamarnya, tapi tidak ada jawaban apapun dari dalam, sebenarnya Maya enggan untuk melanjutkan niatnya. Tapi dia masih ingin mencobanya lagi, berharap jika ibu mertua nya mau membukakan pintu untuknya setelah mencaci maki dirinya di halaman tadi.

Tak begitu lama, pintu kamar terbuka, Maya mendapati sang Mertua sedang berdiri di depannya menatap dirinya tajam, seperti tatapan mematikan yang bisa membunuh kapanpun. Maya semakin takut, tapu berusaha tenang fan tetap tersenyum, meski dari raut wajahnya tidak menunjukkan rona kebahagiaan karena sembab akibat menangis tadi.

"Ngapain kamu? apa mau minta maaf? sudah jangan ganggu saya, pergi sana, saya mau sendiri. Bilang sama Haris nggak usah perduli dengan Ibunya, kalau mau pergi segera pergi saja!" ucap nyonya Hartini masih kesal lalu menutup kembali pintu kamarnya cukup keras, membuat Maya kaget.